Thursday, 24 May 2018

Fitrah Seksualitas Anak: Nasihat Papa dan Mama (Review 8)

Semakin ke sini, presentasi semakin menarik. Kali ini Group 6 yang beranggotakan Bunda Iffah, Bunda Maylani, Bunda Jilly, Bunda Fissa dan Bunda Resa membahas terkait fitrah seksualitas pada anak berusia sekolah.

Usia sekolah mereka definisikan berdasarkan usia dalam rentang awal hingga akhir perkembangan anak (Buku Kinder Practice Psychologie, 1949). Sehingga usia sekolah rentangnya mulai dari 0 hingga 19 tahun yang dibagi ke dalam 5 fase perkembangan.

Tantangan yang dihadapi oleh fitrah seksualitas anak usia sekolah Group 6 bagi dua yaitu faktor internal (berasal dari diri sendiri dan keluarga) serta faktor eksternal (berasal dari lingkungan). 

Faktor internal misalnya asupan gizi yang tidak seimbang, faktor hormonal hingga faktor dari orang tua. Lagi-lagi disini peran orang tua amat krusial bagi fitrah seksualitas anak. Rasa-rasanya dari presentasi pertama hingga keenam ini, peran orang tua dianggap sebagai faktor penting terhadap perkembangan fitrah seksualitas anak. Apapun landasan teorinya.

Faktor eksternal misalnya kemajuan teknologi, predator seksual yang semakin meraja lela dimana-mana dan lifestyle yang semakin bebas.

Lalu dimunculkan pula teori Freud yang ternyata menurut Bunda Azizah adalah teori negatif dari psikologis. Saya gak terlalu paham lebih jauh. Tapi yang menarik adalah penjelasan Bunda Nesri terkait bagaimana background Freud yang amat memengaruhi dirinya hingga teori tersebut dibuat. Peran keluarganya sangat besar berpengaruh.

Lebih jauh tentang Teori Freud bisa dilihat di link ini:

Saya jadi ingin sharing pengalaman bagaimana orang tua mendidik saya terkait fitrah seksualitas. 

Pertama, Papa dan Mama saya selalu menjaga keharmonisan hubungan mereka di depan anak-anak. Rasanya hampir tidak pernah saya melihat kedua orang tua saya bertengkar di depan saya. Bahkan mereka saling menjaga marwah satu sama lain di hadapan anak-anak mereka. Jika misalnya saya remaja adu argumen dengan Mama, maka Papa akan meminta saya untuk meminta maaf kepada Mama. Siapapun yang sebenarnya salah. Karena bagaimanapun Mama harus dihormati. Saya juga ingat bagaimana saya kecil saat kelas 1 SD bilang di depan kelas, “Bu Guru.. Papa Mama gak pernah berantem. Mereka pasangan emoy..” hahahaha entah darimana saya dapet ide kata “emoy” tsb. Yang jelas saya kecil hanya mengingat sebuah hubungan yang saling menjaga dan harmonis antara Papa dan Mama saya. Tentunya Papa dan Mama menjaga hijab mereka di depan anak-anaknya.

Kedua, saya merasakan keberadaan Mama dan Papa saya secara utuh. Alhamdulillah.. Mama adalah ibu rumah tangga full, sedangkan Papa adalah seseorang yang supeeer sibuk. Tapi di tengah kesibukannya Papa selalu menghadirkan dirinya di tengah keluarga meski jarak memisahkan. Saya ingat sekali bagaimana saat zamannya baru ada telepon, Papa selalu menelepon kami bergantian saat harus dinas ke luar kota dan negeri. Kami semua antri. Mulai dari abang saya paling besar sampai ke saya si bungsu nomor 5. Pertanyaannya sangat sederhana tapi so sweet. Misalnya, “Dede sehat?” Atau hanya sekedar menasihati, “Jangan lupa solat ya sayang..” Rasanya bahagia saat menerima telpon dari Papa.

Papa dan Mama pun tipe yang akan selalu berusaha menghadiri pembagian rapot kami. Kata Papa, itu bukti hormat Papa dan Mama kepada sekolah, para guru dan teman-teman saya.

Ketiga,  pengajaran ilmu agama terkait fitrah seksualitas pun diajarkan meskipun tidak se-revealed itu. Mulai dari saat saya baligh diajarkan bagaimana bersuci dari hadas besar yang benar. Saya ingat ada moment-moment dimana Papa akan membuka buku kitab Fiqh Wanita bahasa Arab dan menerjemahkan serta menjelaskannya kepada saya dan kakak perempuan saya.

Keempat, saya ingat nasihat yang selalu Mama saya katakan berulang kali terkait pacaran.. “De.. kalau Dede suka sama temen Dede itu wajar. Namanya fitrah dan artinya Dede normal. Tapi cukup sampai di hati aja ya sukanya. Gak usah diumbar, diungkapkan.. cukup di hati aja.” kata Mama saya sambil menunjuk dadanya. “Kenapa emang mamah?” Tanya saya. “Karena rasa suka yang sebenarnya itu cukup untuk suami Dede nanti. Makanya berdoa dari sekarang dapet jodoh soleh dunia akhirat.” Jawab Mama..

Dan.. sejak saat itu, doa jodoh sudah saya lantunkan bahkan saat saya belum baligh.. 😅😅😅 Alhamdulillah.. Allah menjaga saya dari aktivitas pacaran-pacaran.. Mungkin salah 1 faktornya karena nasihat Mama saya berkali-kali yang diucapkan “Kalau suka, sampai hati aja ya..”

Saya gak bilang kedua orang tua saya sempurna. Tapi paling tidak saya bersyukur, keteladanan itu nyata adanya dan sangat berpengaruh kepada diri saya. Minimal itu yang saya rasakan.

Sekarang adalah tugas saya, dan suami bagaimana bisa menjadi teladan yang baik.. agar Afifa bisa menjadi anak yang shalihah dan terjaga akhlak serta pergaulannya di dunia akhirat. Aamiin..

Terima kasih Group 6 atas ilmunya.. dari presentasi Group 6, saya banyak mengevaluasi diri saya sendiri dan suami bagaimana baiknya kami mendidik anak kami. 

Barakallah Group 6.. :)

#Level11
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#FitrahSeksualitasAnak
#LearningbyTeaching
#Review8

No comments:

Post a Comment