Wednesday, 23 May 2018

Fitrah Seksualitas Anak: "Bersilaturahim dengan Ka Wina Risman" Review 7


Kemarin merupakan giliran kelompok kami yaitu Group 5 yang mempresentasikan hasil diskusi kami dengan tema "Bagaimana Fitrah Seksualitas Anak Menurut Pandangan Islam?". 

Tema ini diangkat karena berawal dari kekhawatiran kami akan berbagai tantangan dari dimensi fitrah seksualitas dihadapi oleh generasi saat ini. Sebut saja masalah LGBTQ (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender and Queer), paham liberal terkait kesetaraan gender, sampai bombardir virus pornografi dan pornoaksi yang tersedia di berbagai media online maupun offline yang sangat merusak kehidupan bangsa.

Kami melihat bahwa salah satu akar permasalahannya adalah kurangnya pemahaman dan aplikasi nilai-nilai agama di dalam kehidupan sehari-hari, baik pada orang tua, anak, masyarakat hingga tataran bangsa yang lebih luas.

Apalagi tantangan-tantangan tersebut memang sengaja di-design sedemikian rapi dan terstruktur oleh pihak-pihak tertentu sehingga semua permasalahan terkait seksualitas anak menjadi sebuah gerakan massif yang diterima menjadi sebuah lifestyle. Naudzubillah…

Saya tidak akan lebih panjang membahas apa yang kami presentasikan, karena biarlah kelompok lain yang mereview apa yang kami bahas. Tapi yang akan saya bahas sekarang adalah tentang pertemuan saya dengan Mba Wina Risman hari ini, Rabu 23 Mei 2018 bersama teman-teman dari IP Asia team Malaysia.

Alhamdulillah silaturahim berjalan dengan lancar. Setelah kami saling memperkenalkan diri masing-masing (kecuali saya yang memang sudah kenal dekat dengan Mba Wina), percakapan pun menjadi lebih menarik dan lebih serius.

Satu hal yang kami bahas adalah terkait kecanduan pornografi dan bahkan pornoaksi pada anak yang telah menjadi sebuah wabah yang telah memakan banyak korban generasi anak kita… Mba Wina memaparkan bahwa kecanduan pada pornografi dan pornoaksi diawali dari kelalaian kita sebagai orang tua di dalam memantau anak kita dengan baik dan benar. Kita lalai dengan siapa anak kita bergaul. Kita lalai di dalam memfasilitasi gadget tanpa ada pemantauan yang tepat. Kita lalai di dalam mengajarkan nilai-nilai agama pada anak kita. Dan kita lalai di dalam menerima kenyataan bahwa mungkin kesalahan utama adalah pada diri kita sebagai orang tua. Akhirnya saat anak sudah rusak, yang ada orang tua malah lari dari kenyataan dengan meng-sub-ordinate-kan tugas utama di dalam mendidik anak ke lembaga-lembaga pendidikan semata. Padahal basis utama pendidikan anak adalah orang tua.

Mba Wina bercerita bahwa mungkin relatif lebih mudah membiasakan ibadah fisik pada anak, seperti pembiasaan solat, mengaji, dan bahkan puasa pada anak-anak kita. Tapi yang lebih susah dan tentunya lebih penting adalah bagaimana menanamkan ketauhidan yang benar kepada anak. Misalnya adalah kesadaran bahwa ada yang senantiasa mengawasi dan melihat gerak gerik kita yaitu Allah SWT. Orang tua boleh saja luput dalam melihat anak, tapi ada Allah yang senantiasa mengawasi. Jika kesadaran tersebut sudah ditanamkan dari kecil, maka anak akan memiliki self-defense (pertahanan diri) dan self-filter (penyaring diri) jika ada godaan-godaan mendatangi diri anak. 

Mba Wina pun menjelaskan bahwa begitu banyak hal-hal yang sengaja dibuat untuk merusak anak, yang telah dilakukan risetnya selama 15 tahun oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab tersebut. Sebut saja iklan game (mohon maaf) warrior sexy dari Cina yang tiba-tiba pop up di layar video online dengan kata-kata “Try Me”. Disitu anak diminta untuk membuka baju sang warrior, atau hanya sekedar menyentuh (mohon maaf) buah dada dan bokong miliknya.. hiks naudzubillah… Belum lagi video kartun berkedok “Elsa Frozen dan Spiderman” yang ternyata memang benar-benar mempraktekan kehidupan suami dan istri. Ya Allah…

Mba Wina berkata bahwa saat sudah teradiksi terhadap pornografi dan pornoaksi, anak harus ditangani secara khusus. Mba Wina bercerita bahwa Yayasan Buah Hati bekerja sama dengan pemerintah melakukan terapi gratis untuk orang-orang yang sudah adiktif dan mereka tidak sanggup lagi keluar dari jerat pornografi dan pornoaksi. Ada 16 sesi dimana per sesi sang pasien harus didampingi 24 jam oleh pendamping dari keluarganya yang benar-benar membantunya keluar dari jerat tersebut. Dan ini merupakan proses terapi yang sangat melelahkan. 

Jadi… artinya, jika sudah terjerat, untuk merehabilitasinya akan susah dan berat. Maka lebih baik melindungi anak-anak kita dari bahaya pornografi dan pornoaksi tersebut.

Lalu bagaimana jika anak sudah terpapar video-video porno?
Pertama, selidiki hingga sejauh mana anak sudah menonton. Berapa kali ia menonton? Video apa saja yang dia tonton? Langkah ini penting untuk melihat kadar keparahan anak kita dalam terpapar hal tersebut. Tentu cara menyelidikinya dengan baik. Misalnya anak lelaki diajak safar (melakukan perjalananan) dengan Ayahnya berdua saja. Bangun bonding, tanyakan secara baik-baik hingga anak percaya dan mau terbuka pada kita. Jangan sampai ada pertahanan anak yang tidak mau terbuka pada orang tua.

Kedua, usahakan keluarkan anak dari lingkungan yang bisa membuatnya terpapar video-video tersebut. Misalnya jika disinyalir tetangganya yang mengenalkan sang anak pada video porno tersebut, maka ajaklah untuk meminta maaf pada tetatangganya untuk tidak bermain dulu karena ada kesibukan lain. Atau jika anak terpapar sendiri lewat handphone dan internet kepunyaannya, maka jangan fasilitasi dulu mereka dengan kedua hal itu. InsyaAllah, technology can wait but children can’t.

Intinya diperlukan peran aktif semua pihak agar anak-anak kita terlindungi dari bahaya candu pornografi dan pornoaksi. Mulai dari orang tua, anak, dan lingkungan. Ayo kita jaga anak-anak kita dari hal-hal yang merusak tersebut.

Jazakillah khair ka wina atas waktu dan ilmunya. Semoga berkah.. Dan semoga rencana kolaborasi kita ke depan dapat terealisasikan. Aamiin :)

#Tantangan10Hari
#KelasBunsayIIP
#Level11
#LearningbyTeaching
#FitrahSeksualitasAnak




No comments:

Post a Comment