Sunday 22 June 2014

Still counts. Many years to come.

Alhamdulillah..
Kemarin, kami memasuki tanggal 22 untuk yang ke-6 kalinya bersama suami. 6 bulan bersamanya.. :)
Gak kerasa udah setengah perjalanan di tahun 2014 ini. Dan insya Allah jika ada umur, sebentar lagi kita akan memasuki bulan Ramadhan 1434H. Semoga Allah mempertemukan kita semua di bulan yang agung dan penuh dengan keistimewaan ini.. Aamiin..

Ramadhan kali ini mungkin akan terasa sedikit berbeda.
Sudah ada suami di sisi, dan insya Allah, saya shaum dalam keadaan hamil 5 bulan, dan memasuki bulan ke-6.
Dan rencana tahun ini, melihat segala situasi dan kondisi yang ada, insya Allah Ramadhan dan Idul Fitri akan kami laksanakan di KL saja. Sebagai gantinya insya Allah keluarga Bogor yang akan datang ke sini.

Perjalanan selama 6 bulan ini penuh dengan pelajaran yang saya rasakan. 
Dan semua logika yang saya miliki sebelum menikah ternyata tidak lagi logis setelah menikah. Hehehe..
Keputusan yang saya ambil untuk tidak mengikuti tes CPNS IPB tahun lalu (padahal ini adalah salah 1 cita-cita saya) baru terasa manfaatnya saat ini. Mungkin jika saya diterima PNS saat awal menikah dan harus LDM dengan suami, karena syarat PNS yang mewajibkan masa abdi selama minimal 2 tahun, saya dan suami akan kesusahan untuk melewati masa-masa perkenalan satu sama lain. Apalagi sebelum menikah, kami bukanlah teman "ring 1" bagi masing-masing. Jadi proses mengenal kepribadian masing-masing benar-benar dijalani setelah kami menikah.

Dan meski seolah-olah cita-cita menjadi dosen terpending, ternyata Allah pun menggantikan hal lain di luar dugaan saya. Saya pun ditawari mengajar mahasiswa S1 di IIUM ini, padahal secara peraturan seharusnya mahasiswa S3 semester 1 belum diperbolehkan menjadi dosen karena ada syarat minimal IPK 3.33. Tapi karena saya alumni IIUM, dan ada dosen yang mengundurkan diri mengajar di sebuah kelas karena alasan kesehatan, maka saya diminta untuk menggantikan beliau. Awalnya saya mau menolak karena saat ditawari saya sudah diterima menjadi asisten riset di sebuah project kampus dan saya mengetahui bahwa saya hamil. Namun setelah istikharah dan diskusi dengan suami dan orang tua, bismillah saya terima tawaran mengajar tersebut.

Alhamdulillah.. Pengalaman mengajar membuat saya belajar banyak.
Justru saat mengajar, sesungguhnya yang mengajar adalah orang yang pertama mendapatkan ilmu. Makanya kalimat, "the more you give, the more you receive" pun terasa benar adanya saat saya mengajar ini. Banyak ilmu yang telah saya lupakan, justru kembali saya ingat dan kuasai saat mengajar. Dan alhamdulillahnya, justru ilmu yang saya ajar ini support mata kuliah yang saya ambil di semester tsb. Pun alhamdulillah, ternyata nilai saya di semester ini pun cukup baik, dan bahkan sedikit di luar dugaan. All praise is to Allah for His bless. Semoga bisa terus dipertahankan hingga semester-semester selanjutnya. Aamiin..

Dan semua ini dapat terlewati terutama dari peran suami yang sangat support saya.
Bersyukur kepada Allah karena mempertemukan saya dengannya. 
Atas cinta, kesabaran, dan pengertian tanpa syarat yang selalu suami berikan kepada saya.
Yang selalu mendoakan saya di dalam setiap shalatnya. Yang selalu berkata, "Sesungguhnya saya meridhaimu, semoga Allah pun ridho padamu." Yang selalu membantu saya mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Yang belum pernah sedikit pun menunjukkan muka tidak suka atas kesalahan yang saya lakukan. Yang dapat menasihati saya dengan caranya yang super lembut. Yang selalu mengatakan bahwa saya cantik meski saya pun sadar saya sedang tidak berpenampilan cantik (hehehe). Yang selalu menjaga dan menangkan saya di tengah kesibukannya mengajar dan menyelesaikan thesisnya. Yang sering menyempatkan menelpon saya hanya untuk sekedar bilang, "Hati-hati ya, ga usah angkat yang berat-berat. Inget dede di dalam perut." 
For everything he does to me, it really means the world to me. I do feel grateful. I really do.

Semoga Allah menjaga keluarga kami. Dan menjadikan kami sebagai manusia yang istiqamah di jalan-Nya. Semoga kami tetap dan semakin saling mencintai, tidak hanya untuk di dunia ini, tetapi kelak hingga di syurga-Nya. Terima kasih suamiku atas segalanya. Kita sama-sama belajar dan terus berusaha yaa :)

Dan perhatian dan doa tak terputus dari Mama, Papa, Emak, Bapak, dan keluarga pun yang tetap saya rasakan hingga saat ini. Kerasa banget. Bener. Sampai-sampai saya dan suami hanya bisa mendoakan atas segala kebaikan dan cinta yang telah mereka berikan pada kami berdua. Terima kasih atas jasa Mama, Papa, Emak, dan Bapak. Semoga Allah selalu berikan kesehatan, keberkahan, dan kasih sayang-Nya kepada mereka semua. Aamiin..

Last but not least...
Buat keluarga, sahabat, dan teman yang belum menikah, kami doakan semoga segera Allah pertemukan dengan jodoh yang diridhai-Nya, yang terbaik di dunia maupun di akhirat. Bagi yang telah menikah, semoga Allah menjadi rumah tangganya sebagai penyejuk hati dan Allah jadikan sebagai keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. Yuk kita sama-sama saling doakan, dan terus memperbaiki diri menjadi manusia yang lebih baik lagi sehingga Allah terus mencintai kita semua. Aamiin..

To my husband..
Our journey is still at the very beginning scene in our story. It has just been 6 months we've been together. Let us learn to love each other more. Let us learn to be a good partner. Let us learn to be a good parent for our children. Let us learn to be a better person. And let us learn to always attract Allah's Love in our life. Remember about our vision to reach His paradise. Remember about our ultimate goal that this marriage is not only for the dunia, but the most important is for the Hereafter.




Wednesday 14 May 2014

Budaya Saling Mengabari


Dari kecil, saya selalu ingat salah satu kebiasaan Papah yang tidak pernah beliau tinggalkan adalah selalu memberikan kabar jika beliau bepergian, ke mana pun. Biasanya beliau bepergian untuk mengisi ceramah ataupun kegiatan lainnya.

Saat saya masih kecil, teknologi belumlah secanggih sekarang. Handphone masih sangat jarang, dan kalaupun ada sebesar ikan mas 1 kilo. Ehehehe.. Jadi dulu komunikasi dilakukan via telepon. Socmed pun  belum heboh seperti sekarang.

Setiap kali Papah sampai di tempat tujuannya, hal yang pertama kali dia lakukan adalah mencari telepon, bisa di hotel, wartel (warung telepon, ini dulu ngehip banget deh :D), atau bahkan telepon umum (yang pake koin atau kartu).

“Kring… Kring…” telepon rumah pun berbunyi.
Biasanya Mamah atau kakak yang angkat telepon. Papah pun mengabari kalau Papah sudah sampai. Beliau pun menanyakan tentang aktivitas yang sedang kami lakukan. Lucunya, setiap anak pasti kebagian jatah telepon. Misalnya Mamah yang pertama kali jawab telepon. Kemudian mereka mengobrol sebentar. Lalu telepon beralih ke kakak pertama, A Irfan, lalu ke A Iman, A Imad, Teh Okty, dan kemudian saya yang paling bungsu.

“Dede lagi apa? Udah makan belum? Ini papah udah sampe. Gimana tadi di sekolah?” pertanyaan-pertanyaan ringan seperti itulah yang beliau tanyakan. Pun kepada para kakak.

Ketika zaman sudah mulai berubah, ketika handphone sudah seperti “a must thing to have”, komunikasi dalam keluarga pun semakin intens. Saya ingat, pertama kali punya handphone kelas 2 SMP. Awalnya ngerasa gaya, tapi ternyata justru alat tersebut dijadikan Papah dan Mamah sebagai “pengontrol” keadaan kami semua.

Kalau maghrib belum sampai rumah (dari SMP hingga kuliah), pasti ditelpon, dipastikan pulangnya dengan siapa. Dan pada akhirnya lebih sering Papah, Mamah, atau kakak yang jemput.

Saat Papah bepergian ke luar negeri pun, pasti beliau selalu memberikan kabar kepada kami. Isi sms pun sama, tapi dikirim ke semua anggota keluarga (bahkan saat kami sudah memiliki pasangan suami atau istri, para mantunya pun diberikan kabar).

Misalnya, “Alhamdulillah Papah sudah sampai di Qatar, di sini dijamu dengan fasilitas nomor satu. Alhamdulillah…”  *Tring… Sms pun dikirim ke semua orang. Meski kadangan kami semua para anaknya sedang berada di dalam ruangan yang sama. “Tuh pasti dari papah, soalnya semua handphone bunyi.” Kata A Imad. Dan kami semua pun tertawa :D Akhirnya biaya bulanan telepon Papah pasti membengkak karena tidak jarang beliau bepergian ke luar negeri dan masih tetap menggunakan provider dalam negeri.

Meskipun saya sekarang di Kuala Lumpur bersama suami saya. Hampir setiap hari, kami pun ditanyai kabar, lalu diberikan kabar dari beliau. Misalnya baru saja tadi pagi beliau sms kepada saya, “De… coba lihat twit Papah pagi ini. Bagus ga?” :D

Dan kami selalu bahagia mendapatkan perhatian dan kabar rutin seperti itu dari Papah dan juga Mamah. Bagi kami, sms-sms tersebut adalah hal yang justru menjadi salah satu alasan kami untuk tersenyum, dan bahkan dapat men-charge up semangat kami ;D

Dari situ saya belajar bahwa komunikasi merupakan bagian penting dalam sebuah keluarga. Tanpa adanya komunikasi yang baik rasanya mustahil semua pihak dalam keluarga akan merasa nyaman.

Sikap Papah yang selalu mengabari dan menanyakan kabar para anaknya dari kami kecil hingga seusia ini pun mencerminkan bahwa sampai kapanpun orang tua akan terus memperhatikan anaknya. Sikap beliau membuat kami merasa diperhatikan, diawasi, dan terlebih, dicintai. Bahwa kami adalah orang pertama yang beliau anggap paling penting untuk diberikan kabar. Bahwa kami adalah orang yang sangat ditunggu cerita dan kabarnya.

Dari teknologi telekomunikasi yang belum canggih, hingga saat ini, saya rasa esensi sikap Papah yang selalu mengabari dan menanyakan kabar menyimpan berjuta pelajaran. Pelajaran yang amat berharga. Contoh yang sangat nyata.

Alhamdulillah…
Dari beliau saya belajar.
Dari beliau saya menjadi tau.
Bahwa menjaga komunikasi dalam keluarga amatlah penting.
Bahwa dari sikap menjaga komunikasi, akan timbul rasa percaya, akan timbul rasa tanggung jawab, dan akan timbul rasa cinta.

Sekarang, yang saya dan suami lakukan pun seperti itu.
Kami selalu membiasakan saling memberikan kabar. Sebelum berangkat, kami akan saling tau apa agenda kami pada hari itu. Kalau suami sudah sampai sekolah, pasti beliau mengabari. Kalau saya berangkat ke kampus dan sudah sampai kampus pun saya pasti mengabari. Suami pun sering sekali menelepon saya di sela-sela waktu kosongnya, hanya untuk menanyakan, “Sayang lagi apa? Udah makan belum? Hati-hati ya. Kalau ada apa-apa kabari ya.” Jujur hal tersebut akan membuat kami saling terbuka dan saling percaya. Dari rasa “saling” tersebut akan timbul kesadaran untuk menjaga sikap kami. Bahwa saya sudah bersuami, dan bahwa beliau beristri.

Pun kami selalu menjadwalkan untuk menelepon keluarga di tanah air minimal satu minggu dua kali. Memberikan kabar kami kepada keluarga, dan in return, kami pun mengetahui kabar mereka..


Semoga bermanfaat.

Friday 4 April 2014

Pemilu oh Pemilu

Akhir-akhir ini Indonesia tengah hangat dengan berita Pemilu. Bukan hangat lagi, tapi sedikit panas malahan. Ehehehe.. Yup, gimana engga, udah tinggal menghitung hari, negara kita akan "berpesta" demokrasi dengan memilih para calon wakil rakyat yang akan duduk di bangku legislatif tanggal 9 April besok. Mereka yang terpilih kelak, akan mewakili "suara-suara" kita, inspirasi kita, ide-ide kita. They actually will represent us for our country. Ngeri ya? Hehehe..

Kalau di luar negeri, Pemilu diadakan sebelum tanggal 9 April.
Misalnya di Canberra, informasi dari Ais temen saya di sana, Pemilu diadakan tanggal 5 April hari ini. Kalau di sebagian Kuala Kumpur, insya Allah Pemilu legislatif ini diadakan besok. Iyaaa... Saya besok akan nyoblos! Yeayy! *kegirangan sendiri

Akan ada 12 partai yang "bertarung" untuk mendapatkan tempat di kursi legislatif. Tiap partai tersebut mengusung calon-calon mereka berdasarkan daerah pemilihan, mulai dari tingkat kota, kabupaten, hingga tingkat nasional. 

Kalau saya perhatikan lewat media massa atau social media kaya twitter, FB, path, dll, tiap-tiap partai tersebut punya aksi kampanye untuk mengusung calon-calon dari partai mereka. Ditambah ada juga kritikan-kritikan bagi partai atau calon yang diusung partai dengan kritikan yang beraneka ragam, mulai dari kritikan halus, sampe kritikan pedes kaya cabe rawit.

Tapi ada pula sekelompok orang-orang yang memilih bersikap apatis. Dengan alasan tidak ada partai yang cocok, kelompok ini memilih jalur lain yaitu untuk tidak memilih saat Pemilu nanti. Menurut mereka, "tidak memilih" ini pun merupakan hak politik.

Hmm.. Kalau menurut saya, aktif berpartisipasi dalam Pemilu tadi merupakan hak sekaligus kewajiban bagi pribadi masing-masing sebagai bentuk rasa tanggung jawab kita terhadap keberlangsungan negara kita. Kenapa? Bayangkan para caleg yang bertarung di ajang Pemilu ini adalah mereka yang kelak akan menentukan kebijakan strategis di negara kita. Nantinya kebijakan ini tentunya akan berpengaruh nyata bagi kehidupan kita, dan juga bagi anak cucu kita kelak.. *elus-elus perut.

Misalnya, UU tentang pendidikan, agama, hak bernegara, politik, dll akan ditentukan oleh para wakil rakyat kita di DPR. Kira-kira penting ga sih? Apakah kita mau tidak peduli dan bersikap ignorant dengan sesuatu yang nantinya akan sangat berkaitan dan berpengaruh buat kehidupan kita dan manusia Indonesia saat ini dan saat nanti? Well, ask our heart, and we must already know the answer.

Jadi, saya rasa, alangkah tidak bijaknya kalau kita tidak memanfaatkan hak pilih kita.
Janganlah ngaku-ngaku cinta Indonesia, punya nasionalisme tinggi, tapi giliran dikasih hak yang sangat krusial, tapi ga dipake. Iya kan? ;)

Nah, tapi tentunya, untuk memanfaatkan pilihan tersebut, kita harus jadi pemilih yang cerdas. Yaitu pemilih yang memilih berdasarkan ilmu. Gak percaya buta gitu aja, atau malah ikut-ikutan. Jadi, kita paham betul apa yang kita pilih, siapa yang kita percayakan untuk duduk di DPR mewakili kita.

Iya benar memang ga ada partai yang sempurna saat ini. Namanya kumpulan manusia, pasti sumbernya salah. Kalau ideal terus, bener terus, itu mah malaikat. Kita manusia kan, bukan malaikat? Coba cek punggungnya, ada sayap apa engga? :p

Nah, menurut saya, ada tiga hal yang bisa kita persiapkan untuk menjadi pemilih cerdas. 

Pertama, pelajari dulu partai-partai yang ada. 
Mulai dari ideologi yang mereka miliki, visi dan misi yang mereka usung. Sesuai ga sih dengan keyakinan dan worldview kita?  Pelajari juga sepak terjang mereka. Apa yang udah mereka lakukan selama ini? Korupsikah mereka? Banyak merugikan kah mereka? Rasanya informasi saat ini udah banyak menampilkan fakta-fakta tentang hal tersebut. Masa masih percaya sama partai yang kasus korupsinya banyak? Iya ga sih? ;) Pelajari juga kontribusi mereka selama ini. Apa hanya selama Pemilu aja jadi tetiba baik, ataukah whatever happen they still contribute regardless of any thinking would it give any benefit in return form them?

Kedua, liat cara kampanye dari partai-partai tersebut.
Apakah cara kampanyenya sesuai atau tidak? Misalnya, cara kampanye dengan kasih suap uang ke calon pemilih. Percaya deh, kalau udah kampanyenya bagi-bagi uang, pasti saat mereka terpilih nanti, mereka akan cari cara untuk membalikan "modal" yang mereka keuarkan saat kampanye. Ya iyalah, rugi bandar lah. Ya wajar kalau yang kaya gitu tetep dipilih, korupsi pasti akan merajalela nantinya. Maka kalau ada yang mau kasih uang, jangan pilih orangnya, terus laporin deh :D contoh lain, kalau kampanyenya hanya menggembor-gemborkan aksi-aksi yang (maaf) berbau-bau pornografi, udah deh say goodbye. Apa sih yang diharapkan dari aksi kampanye seperti itu? Liatnya aja saya malu dan sedih :(

Ketiga, istikharahlah sama Allah.
Emangnya cuma cari jodoh aja yang perlu istikharah? Hhehe... Memilih pemimpin dan wakil kita pun harus donk. Karena Allah lah yang paling tau apa yang terbaik. Dialah sumber dari segala sumber kebenaran. Jadi, melibatkan Allah dalam setiap pilihan kita merupakan kebutuhan kita. Iya kan?

Kalau kata Aa Gym, "Partai tidak ada yang sempurna. Maka pilihlah yang banyak patuhnya, yang sedikit pelanggarannya, dan yang tidak tergantung pada figur."

Kalau kata Dr. M. Natsir, "Umat Islam tidak boleh buta politik. Siapa yang buta politik, akan dimakan politik itu."

Jadi, buat seluruh sahabatku setanah air, yuk kita manfaatkan suara dan hak pilih kita untuk  Pemilu nanti. Yuk jadi pemilih yang cerdas. Semoga Indonesia kelak akan memiliki pemimpin yang adil, jujur, dan sayang sama rakyatnya. Aamiin..

Happy voting! ;)



Saturday 22 March 2014

Pernikahan (Part 5 - Selesai)


Tanggal 22 Desember pun datang begitu cepat.
Semua persiapan dijalankan dengan sepenuh hati dan semaksimal yang kami dapat lakukan.
Kami tidak menggunakan jasa wedding organizer, karena pihak keluarga dan sahabat-sahabat Papah Mamah siap membantu. Alhamdulillah… Banyak sekali pihak yang membantu keberlangsungan acara pernikahan kami. Atas jasa mereka yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, saya ucapkan terima kasih.  Semoga Allah yang senantiasa membalas kebaikan mereka dengan balasan yang berlipat ganda. Aamiin…


Para Vendor

Vendor yang kami gunakan kebanyakan yang pernah menjadi vendor pernikahan Teh Okty tanggal 4 Juli 2011 yang lalu. Saya akan berikan list para vendor pernikahan saya sebagai bahan referensi temen-temen. Siapa tau diperlukan.  Alhamdulillah saya merasa puas dengan hasil kerja para vendor. They did their job amazingly professional.

Pertama, tempat. Kami gunakan tempat di IPB International Convention Center, karena letaknya yang startegis sehingga mudah dijangkau oleh tamu-tamu dari Bogor, Jakarta, Sukabumi, Bandung, dan kota-kota lainya. Acara akad dan resepsi pun dilakukan di tempat ini.

Kedua, catering. Nah… Catering merupakan salah satu “nyawa” utama di dalam resepsi pernikahan, karena inilah salah satu bentuk penghargaan kami kepada tamu yang telah rela menyempatkan hadir ke acara pernikahan kami. Pilihan jatuh kepada Dwi Tunggal Citra catering.

Ketiga, dekorasi. Vendor yang dipilih adalah Gutama. Alhamdulillah, Om Ino sebagai CP dari Gutama berhasil membuat dekorasi yang sesuai dengan harapan kami.

Keempat, dokumentasi. Berdasarkan rekomendasi Teh Okty, saya menggunakan jasa apa yaa…. Oh ya... GLpicture dari Bogor. They did well too.

Kelima, rias pengantin dan keluarga. Kami menggunakan jasa tante Daisy dan tim dari Rumah Pengantin, Bogor untuk mempercantik kami. Alhamdulillah kami selalu puas dengan jasa tante Daisy and the gank.

Keenam, baju pengantin dan keluarga inti. Kami menggunakan jasa Mba Ayu Dyah Andari. Saya “menemukan” Mba Ayu ini pada acara festival Jakarta Islamic Fashion Week di JCC. Saya langsung merasa klik saat melihat koleksi-koleksinya. Akhirnya kami janjian di showroom-nya yang berlokasi di Cibubur. Baju pernikahan saya sewa, sedangkan untuk keluarga inti didesign dan dijait baru. You may also see her through twitter.

Ketujuh, jilbab pengantin. Saya gunakan jasa Cahya Meytasari atas rekomendasi Mba Ayu. I was satisfied with her work. She’s still young yet shining. Hihihi… You may also see her twitter as well ;)


Para Pengisi Acara

Keberlangsungan acara pun tentunya karena didukung oleh para pengisi acara. Alhamdulillah Pak Waladan selaku MC selalu memberikan performanya yang terbaik. Beliau telah menjadi MC pernikahan keluarga kami sejak pernikahan A Irfan. Jadi lima kali sudah kami menggunakan jasa beliau.

Kekhidmatan acara akad nikah diawali dengan pembacaan Al-Quran dari Ustad Drs. H. Mahfudz Quraisy, seorang al-hafidz. Masya Allah, suaranya begitu merdu, sehingga suasana sakral pun berhasil diciptakan sedari awal acara. Saritilawah adalah A Imad.

Ijab Kabul pun dilaksanakan dan dipandu oleh Na’ib Bapak Drs. Jamaluddin dari KUA Kota Bogor. Atas permintaan Papah, pembacaan Ijab Kabul dilakukan menggunakan bahasa Arab. Alhamdulillah, semuanya berjalan lancar. Saat sah, dan saya resmi menjadi istri dari Hambari Nursalam, na’ib pun mendoakan agar keberkahan senantiasa melimpahkan keberkahan atas pernikahan kami.

Selain emas, suami pun memberikan hafalan QS. Ar-Rahman sebagai mahar pernikahan. Oleh karena itu, begitu ijab Kabul selesai dilaksanakan, beliau segera membacakan QS. Ar-Rahman yang diperdengarkan pada acara tersebut. Alhamdulillah… Ternyata suami lancar membacakan ayat-ayat cinta tersebut.

Yang tidak kalah penting tentunya adalah nasihat pernikahan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Nassaruddin Umar (Wakil Menteri Agama RI) setelah proses penyerahan mahar dan penandatangan dokumen pernikahan. Masya Allah... Begitu indah nasihat-nasihat yang beliau paparkan.

“Selesaikanlah semua masalah yang Ananda berdua hadapi di atas sajadah...
Jadikan keturunan Ananda berdua tidak hanya sebagai keturunan biologis, tetapi juga sebagai keturunan ideologis, yaitu keturunan yang dapat menjadi pendakwah, penyampai nilai-nilai agama dan kebaikan.”

Bahkan saat beliau menyampaikan nasihat tersebut, saya mendengar beberapa tamu menyerukan takbir, karena merasa begitu hanyut dalam nasihat yang beliau sampaikan. Masya Allah...

Acara akad pun disempurnakan oleh pembacaan doa khutbah nikah yang disampaikan oleh Ustad Yusuf Mansur. Masya Allah... Doa yang beliau sampaikan begitu indah, lengkap, dan menyeluruh. Yang didoakan tidak hanya pengantin, tapi juga yang hadir di acara kami, bahkan seluruh masyarakat Indonesia dan umat sedunia.

Ada satu moment lucu ketika Ustad YM membaca doa. Saat Ustad YM berdoa yang isinya, “Ya Allah... Semoga yang belum memiliki jodoh segera dipertemukan dengan jodohnya...” Seketika para tamu undangan yang banyak terdiri dari para bujang yang masih single and available pun merespon, “Aamiin...” dengan volume yang membahana seluruh ruangan. Hehehehe lucu deh. Alhamdulillah prosesi akad nikah berjalan lancar dan khidmat sesuai dengan apa yang kami impikan.

Selang kira-kira dua jam pasca akad nikah, resepsi pernikahan pun diadakan. Saat resepsi dimulai, pemberi sambutan atas nama keluarga adalah A Irfan dan dilanjutkan dengan pembacaan doa oleh Ustad Ibdalsyah. Subhanallah, doa dari Ustad Ibdalsyah pun tidak kalah indah dan menyentuh. Alhamdulillah...

Selama resepsi berlangsung, mulai dari kami masuk, kami diiringi oleh pemain musik yang terdiri dari satu vokalis, pianis, violist, and pemain bas betot yang kesemuanya laki-laki. Alhamdulillah, lagu-lagu religi pun menemani selama tiga jam resepsi berlangsung.

Para Tamu

Alhamdulillah... Yang paling membahagiakan tentu saja doa dan kehadiran para tamu undangan. Sekitar 300 orang hadir saat akad, dan hampir 2000 orang hadir saat resepsi. Data ini kami terima setelah acara, dari vendor gedung yang memang menghitung menggunakan checker setiap para tamu yang hadir. Souvenir 1000 buah buku al-matsurat pun habis, bahkan sebagian tamu ada yang tidak kebagian...

Tamu yang hadir mulai dari keluarga besar dari Papah, Mamah, dan keluarga Kak Hambari.  Keluarga dari Amerika dan Qatar pun bahkan menyempatkan hadir. Sengaja mereka pulang beberapa minggu hanya untuk menghadiri acara pernikahan kami. Terharu. Keluarga dari Sukabumi, Bandung, dan luar kota lainnya pun hadir. Belum lagi keluarga dan kerabat dari Bogor.

Rasa haru pun lagi-lagi muncul saat tau para sahabat dan kerabat banyak sekali yang hadir. Keluarga Bunda Ning dari KL yang sengaja datang ke Bogor selama 3 hari khusus menghadiri acara pernikahan kami. Begitu pula Kak Sumayyah Abdul Azis dan kedua orang tuanya dari Melaka, Malaysia hadir khusus untuk kami. Ada juga Tita dari KL, Mba Sist dari Yogjakarta, Secha dari Jakarta dan sahabat-sahabat IIUM lainnya.

Sahabat lainnya pun hadir, seperti the Mafia, Ka Renny, C6, sahabat dari SD, SMP, SMA, dan IPB. Bahkan sebagian ada yang hadir bersama dengan orang tua dan keluarga mereka. Berasa reuni. Para guru dan dosen yang kami undang pun sebagian besar pun hadir. Lalu beberapa teman dari group ODOJ 119 pun hadir. Teman-teman dari Jakarta dan Bandung pun turut hadir. Terharu. Terharu sekali.

Tamu undangan Papah pun hadir, seperti para pengurus dan amilin BAZNAS, BRI Syariah, IPB, UIKA, MUI, Bapak Ary Ginanjar Agustian dan keluarga, Bapak Sandiaga S. Uno, dan masiiihhh banyak lagi pun hadir. Alhamdulillah... All paraise is to Allah..

Moment yang membuat saya bahagia saat resepsi salah satunya adalah saat adzan dzuhur, alhamdulillah kami bisa break sekitar 10 menit. Kami yang berada di pelaminan pun berkesempatan untuk shalat dzuhur sehingga kami tidak mengundur-ngundurkan waktu shalat. Alhamdulillah...

Epilog

Begitulah ceritanya mulai dari proses kami taaruf hingga menuju pelaminan.
Alhamdulillah, dua minggu setelah kami menikah, saya turut suami ke Kuala Lumpur. Saya melanjutkan kuliah S3 di IIUM, dan suami sedang mengerjakan thesisnya sambil mengajar.

Sengaja saya ceritakan kepada teman-teman semua untuk memberikan gambaran bahwa melalui proses yang seperti kami lakukan pun insya Allah bisa sampai ke pelaminan, asalkan kita selalu berniat baik dan melibatkan Allah di dalam setiap hal.

Tiga bulan. Masih seumur jagung pernikahan kami. Kami masih sama-sama belajar dalam mebangun rumah tangga kami. Saling adaptasi, saling menerima, dan saling mengingatkan satu sama lain.

Mudah-mudahan saya dan suami menjadi keluarga sakinah mawadah wa rahmah, dan berjodoh tidak hanya di dunia ini, tapi kelak hingga di syurga-Nya nanti. Aamiin...

*the end

Pernikahan (Part 4)


Pertemuan dengan Keluarga di bulan April

Bulan April pun datang. Keluarga saya dari Bogor pun tiba.
Saya menjemput mereka di KLIA. Bahagia rasanya dikunjungi keluarga lengkap, ditambah tiga keponakan yang cantik dan shalihah.

Kak Hambari diminta untuk datang ke hotel tempat kami menginap, Pacific Regency Hotel, tepat seberang KL Tower. *bukan promosi, tapi kami puas deh sama pelayanan hotelnya. Ternyata beliau datang on time, bahkan before time. Biar ga deg-degan kali ya? Hehehe… Oia… Koordinasi dan komunikasi dengan Ka Hambari dilakukan oleh A Irfan. Jadi A Irfan yang menghubungkan pihak keluarga saya dengannya.

Saat keluarga pergi menemui (calon) suami, saya diminta Papah untuk tetap di kamar hotel. Saya sih nurut aja. Toh kan sekarang it’s their turn to get know about him directly, not mine anymore. Saya hanya berdoa dari dalam kamar, semoga diberikan yang terbaik. Jika keluarga saya sreg, saya semakin mantap dengan keputusan saya ini. Jika sebaliknya, tentu saja ini menjadi pertimbangan besar buat saya.

Kira-kira satu hingga dua jam mereka berbincang. Lama juga…
Akhirnya semua keluarga saya pun kembali ke kamar. Apa reaksi mereka?
A Irfan, “Kalau gw setuju dari awal. Bagus ko…” *yayayaya…
A Iman, “Gw cocok qor. Tinggi dan ganteng lagi…” *pegangin idung suami biar ga terbang ;P
A Imad, “Qor, keliatannya ikhwan banget. Nanti ngomongnya “Ana tsiqoh ke antum.” lagi..” *hahahaha ini bikin ngakak banget.
Teh Okty, “Ya gw mah oke oke aja Qor. Gw malah di pojokan foto-foto sama Amira dan A Ipunk.” *okelah >.<
Kalau para kakak ipar sih senada dengan kakak-kakak saya. Intinya semua menilai positif. Oia maaf ya, saya dan kakak-kakak saya memang membahasakan “gw” untuk memanggil diri kami masing-masing. Tapi kami saling mencintai dan menghormati kooo ;)

Lalu bagaimana dengan Papah dan Mamah?
Kata Papah, “Insya Allah Papah setuju. Papah minta keluarganya resmi datang melamar ke Bogor.”
Kata Mamah, “De… Orangnya pede banget ya. Pas di awal langsung bilang ke Papah kalau dia mau melamar kamu…” *oalah Kakakkkkkk…. Meuni to the point banget :p

Begitulah… Akhirnya disimpulkan bahwa keluarga termasuk tiga keponakan lucu menerima Kak Hambari sebagai calon suami saya. Lalu direncanakan bulan Juni pun keluarganya atau perwakilannya akan datang melamar saya secara resmi ke Bogor.

Khitbah

Tanggal 10 Juni 2013, Kak Hambari pun datang bersama kakak pertamanya, Kak Hanafi sebagai perwakilan kedua orang tuanya yang tidak dapat datang ke Bogor dikarenakan jarak Selat Pajang – Bogor bukanlah jarak yang dekat. Butuh perjuangan besar untuk sampai ke Bogor ini. Inilah yang saya sukai darinya. Beliau menunjukkan keseriusannya dari sejak pertama kali kami melakukan proses ini. Alhamdulillah…

Kira-kira jam 10 pagi hingga dzuhur Kak Hambari dan Kak Hanafi bertamu ke rumah sederhana kami di UIKA untuk melamar saya. Alhamdulillah semuanya berjalan lancar, tidak ada satu kekurangan apapun juga. Mulai hari itu saya resmi menjadi calon istri seseorang. No man can ask me anymore related my status. I am single but unavailable. Maaf Anda belum beruntung ;P Hehehehe…

Oia… Selama proses taaruf hingga khitbah ini, sengaja kami rahasiakan dari khalayak umum. Bukan apa-apa, selain karena agama mengajarkan untuk merahasiakan khitbah dan mengumumkan walimah, juga agar kami dapat saling menjaga kehormatan masing-masing. Jika di pertengahan jalan gagal (naudzubillah) dalam proses ini, maka izzah dan perasaan masing-masing insya Allah akan lebih terjaga. Jadi, proses ini pun hanya diketahui keluarga dan sahabat terdekat saja.

Saling Menjaga Diri dan Menjaga Hati

Selama proses menuju pernikahan, kami sama-sama berusaha untuk saling menjaga hati kami masing-masing. Tidak ada komunikasi secara langsung yang kami lakukan. Jika pun ada, yang dibahas pun hanya masalah koordinasi menjelang hari pernikahan. Hal itu pun diketahui oleh pihak lain, seperti orang tua atau para kakak. Misalnya, jika saya perlu untuk email beliau, pasti email tersebut saya cc-kan ke A Irfan sebagai pemantau isi komunikasi kami. Intinya kami tidak boleh lengah. Meski sudah pada tahap khitbah, tapi bukan berarti hubungan kami sudah halal. Jadi kami berusaha menjaga itu semua.

Komunikasi yang kami jalani terutama lewat doa. Saya tiada henti-hentinya berdoa agar Allah terus meridhoi segala langkah kami. Karena tanpa ridho-Nya, maka sia-sialah semuanya.

Sempat Kak Hambari datang ke Bogor dua kali setelah pelamaran. Pertama untuk diukur baju untuk walimah. Kedua untuk mengambil undangan pernikahan. Malah yang kali kedua beliau ke Bogor, kami tidak berjumpa karena saya menemani kedua orang tua saya dinas ke Tegal. Sehingga Kak Hambari hanya bertemu A Ipunk saja. *Sabar ya ka ;P

Nasihat Papah dan Mamah

Kesempatan pertemuan lainnya adalah saat saya diwisuda bulan November. Papah ingin bertemu dengan Kak Hambari dan saya di satu tempat bersama-sama untuk diberikan nasihat prapernikahan. Hal ini memang menjadi kebiasan Papah sejak proses pernikahan kakak saya yang pertama. Pasti calon pasangan dipanggil ke rumah untuk diberikan nasihat bersama-sama dengan kakak-kakak saya.

Akhirnya Kak Hambari datang ke hotel tempat kami menginap, Royale Chulan Hotel. Kami pun mengambil spot di café hotel. Posisi duduknya: Mamah, saya, Papah, lalu Kak Hambari. Meskipun Papah memberikan nasihat, tapi dibungkus dengan suasana yang santai dan nyaman.

Nasihat-nasihat Papah antara lain sebagai berikut.

“Pernikahan harus dilandasi dengan agama. Karena itu adalah satu-satunya pegangan hidup. Hiasi rumah tangga dengan banyak-banyak bersujud kepada Allah. Terangi malam-malam dengan shalat tahajjud. Ramaikan rumah dengan bacaan Al-Quran karena rumah yang sering dibacakan Al-Quran akan diberkahi oleh Allah. Percayalah, masalah apapun akan ada penyelesaiannya.”

“Antara suami dan istri harus saling menjaga dan mendukung dalam kebaikan. Misalnya istri tidak menghalang-halangi jika suami ingin berbuat baik kepada keluarganya, pun suami tidak boleh melarang jika istri ingin berbuat baik kepada keluarganya juga. Percayalah, sifat dermawan justru akan melapangkan kehidupan kita.”

“Selain itu, pastikan bahwa rezeki yang didapat adalah rezeki yang halal. Itu yang menjadi sumber kebaikan ataukah keburukan bagi rumah tangga. Pastikan apa yang dimakan oleh anak dan istri bersumber dari yang Allah ridhoi.”

“Jangan ditunda-tunda untuk punya keturunan, karena salah satu tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan anak yang sholeh dan sholehah.”

“Hambari jangan pernah berhenti untuk menuntut ilmu. Karena tantangan dakwah di Indonesia semakin besar. Insya Allah Allah akan berikan ilmu yang bermanfaat.”

Banyak lagi nasihat dari Papah yang kesemuanya itu amat bermanfaat buat kami kelak. Mamah pun turut berikan nasihat.

“Mamah ingin tenang melepaskan Qorry ke tangan Hambari. Saling menerima aja atas kekurangan masing-masing, karena ga ada yang sempurna. Misalnya, Hambari tolong maklum sama Qorry. Qorry belum bisa masak. Salah Mamah sih yang ga ngajarin Qorry masak. Qorry juga anak terakhir, jadi suka ogo (manja). Tapi Qorry bisa kok kalau beresin rumah. Sayangi Qorry ya…” *Di sini justru air mata saya tiba-tiba jatuh mengalir…

Alhamdulillah… Kurang lebih satu jam lamanya kami bertemu dan saling bertukar cerita. Tentang rencana-rencana kami. Tentang impian kami. Semuanya. Tak lupa Papah dan Mamah pun menceritakan pengalaman-pengalaman hidup mereka yang penuh dengan pelajaran.

*to be continued

Pernikahan (Part 3)


Istikharah dan Musyawarah yang Berkelanjutan

Waktu berjalan cepet banget pasca pertemuan di rumah guru ngaji saya.
Pengen rasanya saya hentikan waktu. Tapi hal tersebut tidak mungkin kan? Life goes on and we have to move on.

Maka hal yang saya lakukan setelahnya adalah “laporan” kepada keluarga tentang pertemuan saya dengan Hambari. Saya jelaskan detail kepada mereka jawaban-jawaban beliau, karena ada beberapa pertanyaan “titipan” dari Mamah saya. Tentu saja jawaban inilah yang akan memberatkan “iya” atau “tidak” sebagai keputusan akhir.

Saya meminta keluarga saya terus bermusyawarah dan istikharah agar saya diberikan yang terbaik. Dalam waktu bersamaan, saya pun bertanya kepada 3 orang yang dapat saya percaya sebagai referensi tambahan penilaian atas dirinya. Ini penting, karena mereka adalah orang-orang yang lebih kenal dekat dengan (calon) suami saya tersebut.

Saya memilih dua orang dari daftar referensi yang beliau berikan. Saya memilih yang telah saya kenal, karena membuat saya lebih nyaman. Lalu saya email mereka berdua. Apa jawaban mereka?

Kira-kira inilah jawaban mereka. Agak lupa-lupa inget sih, tapi intinya seperti ini…

“Masya Allah Qorry. Hambari adalah orang yang baik. Jika saya ditanya siapakah orang yang paling saya cintai di IIUM ini, maka saya akan jawab, ‘Dia adalah Hambari..’.” ~Mr. X, dosen IIUM

“Hambari yang saya kenal adalah seorang yang penyabar. Tidak pernah saya melihatnya tidak dapat mengendalikan emosinya...” ~Mr. Y, karyawan di salah satu bank syariah di Indonesia

Hmmm… Meski dua jawaban tersebut sangat positif, saya merasa belum ‘puas’. Akhirnya saya cari referensi lain yang saya percayai. Seorang perempuan yang saya tau seringkali kerja bareng dengannya di organisasi.  Alhamdulillah… Darinya saya melihat gambaran yang juga objektif tentang seorang Hambari ini. Apa kelebihannya, juga kekurangannya. Sampai pada kesimpulan darinya, “Ka… Namanya pasangan justru bukannya lebih baik saling melengkapi ya? Kalau satu ada kekurangannya, yang lain harusnya menyempurnakan.”

Tiga referensi saya dapatkan.
Masih rasanya belum yakin. Saya terus memohon kepada Allah untuk dibukakan petunjuk-Nya. Ada perasaan takut. Takut salah pilih. Ada perasaan ragu. Ragu apakah dia yang terbaik buat saya? Dilema rasanya…
Akhirnya saya bertanya kembali kepada Papah dan Mamah. Jika mereka ridho, maka saya akan menerimanya. Bukankah ridho Allah ada pada ridho kedua orang tua?

Lalu apa jawaban mereka?
Kata Papah, “De, kalau Papah merasa Hambari ini orang yang baik. Ditambah dia punya ilmu agama yang baik. Insya Allah dia akan bisa jadi imam yang baik buat kamu…” Kata Mamah, “Kalau Mamah, ikut aja keputusan Dede. Mamah doakan yang terbaik buat kamu, apapun itu.”

Saat itu hati saya pun berdoa…
“Ya Allah, inikah petunjuk-Mu?
Inikah jawaban dari-Mu?
Jika memang ia adalah imam terbaik untukku, maka ridhoilah dan mudahkanlah langkah kami ke depan. Aamiin…”
*Kemudian saya menangis

When I say, “I do.”

Akhirnya, pada hari Jumat tanggal 15 Maret, keputusan itu bulat sudah. Ya… Insya Allah saya bersedia untuk melanjutkan proses ini ke tahap lamaran dan pernikahan, dengan syarat :

1.     Saya ingin beliau bertemu dengan keluarga saya dulu pada bulan April. Karena memang keluarga saya dengan formasi lengkap (termasuk tiga bidadari Atqiya, Aufa, dan Amira) akan jalan-jalan ke KL pada bulan tersebut. Rencana ini memang sudah dibuat jauh sebelum proses kami taaruf. Kalau keluarga saya merasa sreg, maka insya Allah saya bersedia.
2.     Pernikahan tidak dapat dilangsungkan dalam waktu dekat (satu atau dua bulan ke depan). Kedua orang tua saya perlu berbagai persiapan. Karena bulan Oktober kami sekeluarga akan melaksanakan ibadah haji, yang sudah direncanakan dua tahun sebelumnya. Kemungkinan pernikahan baru dilaksanakan antara dua pilihan waktu: September atau Desember. Karena hanya di dua bulan tersebut yang gedung kami inginkan kosong. Sisanya fully booked.
*Ps: Akhirnya pernikahan diputuskan tanggal 22 Desember 2013 setelah kami melaksanakan haji.
3.     Saya ingin tetap mengejar impian saya menjadi dosen. Jadi jika di awal-awal pernikahan harus LDM (long distanced marriage), semoga beliau dapat menerimanya.
*Ps: meski akhirnya setelah berbagai pertimbangan, saya ikut suami ke KL setelah menikah :p

Saya menginfokan ini kepada guru ngaji saya via email. Dan akhirnya respon dari (calon) suami pun saya dapatkan. Beliau menerima semua syarat yang saya ajukan. Masya Allah, saat itu perasaan saya campur aduk. Antara bahagia dan deg-degan karena akan menikah. Tapi juga tetap saja ada perasaan ragu. Tapi yang saya salut dari (calon) suami saya adalah sikapnya yang sama sekali jauh dari ragu-ragu selama proses ini. “Mudah-mudahan Kau berikan yang terbaik, ya Rab.” begitu doa saya dalam hati.

*to be continued