Wednesday 30 May 2018

“Tazkiyyatun Nafs” : Review 15

Dalam diskusi di kelas Bunsay Gabungan 2 beberapa hari lalu, ada seorang Bunda yang mengatakan tentang urgensi memahami fitrah diri sendiri sebelum memahami fitrah anak.

Selama ini fokus pembahasan adalah bagaimana kita membangkitkan, merawat, memelihara, dan menjaga fitrah anak. Selalu pusat atensi kita adalah anak-anak dan anak.. padahal sesungguhnya fitrah diri kita sendiri pun amat penting. 

Bagaimana kita ingin benar-benar mengurusi fitrah anak kita secara benar, jika fitrah diri kita sendiri saja belum tentu benar? Maka dari itu dalam rangka memahami fitrah diri ini, saya membaca buku Sa’id Hawwa yang berjudul “Tazkiyyatun Nafs” (Pensucian Jiwa). Kebetulan buku ini menjadi salah satu target buku yang ingin saya selesaikan untuk dibaca selama Bulan Ramadhan ini.

Mungkin saya tidak akan mengulas secara keseluruhan dari isi buku ini, karena buku ini terdiri dari 4 bagian yaitu terkait adab guru dan murid, ibadah dan amal perbuatan, hakikat tazkiyyatun nafs, serta mengendalikan lisan dan adab berbagai hubungan.

Buku ini merupakan intisari dari kitab Ihya' Ulumuddin karya Imam al-Ghazali. Pada zamannya, Imam al-Ghazali menghadapi situasi dimana kemiskinan spiritual dialami oleh para muslimin dan muslimat. Sehingga pada zaman tersebut umat Islam banyak mengalami kemunduran di dalam berbagai bidang kehidupan.

Saya hanya akan merangkum beberapa poin penting di bagian mukadimah. Semoga dengan rangkuman super singkat ini, kita bisa memahami fitrah diri kita sehingga kita dapat secara benar menjaga fitrah anak dan keluarga kita insyaAllah.

Kenapa buku ini dipilih? Saya ingat di dalam buku Dr. Ary Ginanjar (ESQ 165) dikatakan bahwa di dalam diri setiap manusia ada satu titik fitrah yang selalu ingin menuju kepada Tuhan Sang Penciptanya. Maka saya berpikir bahwa jika titik fitrah ini benar, maka fitrah-fitrah yang lain insyaAllah akan terbawa benar juga. Karena landasan fitrahnya dikuatkan dulu.

Buku Tazkiyyatun Nafs karya Sa’id Hawwa dibuka dengan meng-highlight beberapa ayat di dalam Al-Quran yang menggambarkan pentingnya ikhtiar di dalam tazkiyyatun nafs. Misalnya pada tiga ayat berikut ini.

"Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikankamu dan mengajarkan al-Kitab dan hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa
 yang belum kamu ketahui. " (al-Baqarah: 151)

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (asy-Syams: 9-10)

Dari ketiga ayat di atas, dapat kita simpulkan bahwa mensucikan jiwa merupakan sesuatu yang sangat penting di dalam kehidupan seorang manusia. Mengapa? Karena jiwa yang bersih akan menghasilkan perilaku dan akhlak yang yang bersih pula.  Maka jiwalah yang menentukan suatu perbuatan itu baik atau buruk.

Lalu apa Tazkiyatun Nafs itu?

“Tazkiyah secara etimologis punya dua makna: Penyucian dan
 pertumbuhan. Demikian pula maknanya secara istilah. Zakatun-nafsi artinya penyucian (tathahhur) jiwa dari segala penyakit dan cacat, merealisasikan (tahaqquq) berbagai maqam padanya, dan menjadikan asma' dan shifat sebagai akhlaqnya (takhalluq).”

“Makna tazkiyatun-nafs secara istilah adalah penyucian jiwa dari segala penyakit dan cacat, merealisasikan berbagai maqam kepadanya, dan menjadikan asma' dan shifat sebagai akhlaqnya.”

Sa’id Hawwa menjelaskan bahwa jika dapat menjadi suci apabila kita melakukan berbagai ibadah dengan sesempurna mungkin yang dapat kita kerjakan. Ibadah tersebut diantaranya adalah shalat, infaq, puasa, haji, dzikir, dzikrul maut (mengingat kematian) dan tilawah al-Qur'an.

Hasil yang paling nyata dari jiwa yang tersucikan ialah adab dan mu'amalah yang baik kepada Allah (hablumminallah) dan manusia (hablumminannas). Artinya jiwa yang bersih ini akan memperbaiki hubungan kita tidak hanya secara vertikal kepada Allah, tetapi juga hubungan secara horizontal kepada manusia dan semua makhluk-Nya.

Hubungan baik kepada Allah terealisasi melalui pelaksanaan hak-hak-Nya. Termasuk di dalamnya mengorbankan jiwa dalam rangka jihad di jalan-Nya. Dan hak Allah ini merupakan hak yang paling utama di atas hak-hak apapun yang ada di dunia ini. Jadi, hak asasi manusia itu dibatasi oleh hak Allah. Dahulukan dulu di dalam penunaian hak Allah atas diri kita (kewajiban asasi) barulah hak manusia. Sedangkan hubungan baik kepada manusia terealisasi dengan akhlak dan adab sesuai dengan ajaran Islam.

Maka di antara pengaruh dari tazkiyyatun nafs yang benar ialah terealisisasinya tauhid, ikhlas, shabar, syukur, cemas, harap, santun, jujur kepada Allah dan cinta kepada-Nya di dalam hati. Selain itu, tazkiyyatun nafs pun akan menghindarkan diri kita dari hal-hal yang bertentangan dengan semua hal tersebut seperti riya', 'ujub, ghurur, marah karena nafsu atau karena syetan.
 
Dengan demikian jiwa menjadi tersucikan lalu hasil-hasilnya nampak pada terkendalikannya anggota badan sesuai peritah Allah dalam berhubungan dengan keluarga, tetangga, masyarakat dan manusia.

Maka sangat relevan sekali sebuah hadist Rasulullah SAW yang artinya,
“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Artinya kondisi hati dan jiwa di dalam diri kita akan sangat memengaruhi keseluruhan diri kita sendiri. Bagaimana kita bersikap, berbuat, beramal solih, berkontribusi.. itu semua sangat bergantung pada kondisi hati dan jiwa kita.

Seperti perkaatan terkenal dari Imam al-Ghazali “What comes from the heart goes to the heart” (apa yang berasal dari hati akan diterima oleh hati). Maksudnya jika kita memang benar-benar bersungguh-sungguh berkata-kata yang berasal dari hati akan juga diterima secara baik oleh hati yang mendengarnya. Indah ya..

Saya jadi ingat pengalaman pribadi saya sendiri bagaimana kondisi hati yang dijaga oleh ibadah-ibadah saya pada malam hingga pagi harinya akan berdampak pada bagaimana saya merespon apapun, termasuk perilaku anak dan pasangan.

Jika saya solat malam dengan baik, berkhalwat dan bermunajat kepada Allah dengan menghadirkan hati yang sesungguhnya.. kemudian membaca kalam-Nya disertai dengan pemahaman maknanya.. rasanya seperti dicharge kembali energi dan ruh saya, sehingga saya dapat bersikap lebih sabar dan syukur atas segalanya. Saya jadi lebih sabar ke Afifa dan suami. Saya jadi lebih bersyukur dan bisa mengambil semua sisi positif dari berbagai hal-hal yang mungkin bisa bikin saya kesal kalau energi saya gak dicharge dengan baik.

Afifa berantakin rumah, alhamdulillah saya bersyukur karena artinya ia sehat dan potensi energinya luar biasa karena anak sekecil itu bisa memindahkan banyak barang di rumah. Hehehhe..

Afifa nangis karena hal sepele, alhamdulillah saya juga bersyukur artinya ia adalah manusia normal yang bisa mengekspresikan perasaannya termasuk perasaan sedih dan kecewanya.

Afifa minta dibacakan buku berulang kali, atau gak mau ditinggal sedikit dan sebentar pun sampai saya susah untuk mengerjakan hal lain pun saya syukuri karena artinya ia memiliki bonding yang kuat dengan saya.. terlihat ia sayang dan cinta sama saya. Iya kan? Hehehe..

Afifa mulai banyak alesan kalau saya bilang A alias enggak langsung nurut.. itu pun harus disyukuri karena artinya ia punya potensi untuk mempertahankan apa yang menjadi pendapatnya. Hehehe.. Daaaan.. masih banyak lagi yang bisa disyukuri.

Itu semua bisa relatif lebih mudah dijalankan saat saya memang menjaga hubungan saya dengan Allah SWT. Makanya kalau saya merasa sedang banyak emosi, sumbu pendek, senggol kepret mode on... saya evaluasi lagi ibadah saya. Sudah dilakukankah? Sudah berkualitaskah? Apa yang terlewat? Karena insyaAllah dengan kita memperbaiki sarana-sarana tazkiyyatun nafs tsb, maka Allah akan membereskan pula urusan kita di dalam hal apapun, termasuk menjaga fitrah anak kita. InsyaAllah.

Mari kita jadikan momentum bulan Ramadhan ini sebagai latihan diri kita untuk ber-tazkiyyatun-nafs, agar fitrah diri kita dapat terjaga. Dengan terjaganya fitrah diri kita, insyaAllah kita akan mampu menjaga fitrah anak-anak kita kelak. Aamiin.. :”)

#Level11
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#FitrahSeksualitasAnak
#LearningbyTeaching
#Review15

Tuesday 29 May 2018

Kunci Syurga Perempuan: Review 14

Gak terasa akhirnya presentasi kelompok pun sampai pada kelompok terakhir yaitu Group 10 yang beranggotakan Bunda Anisa, Bunda Dery, Bunda Luthfita dan Bunda Sri. Kali ini mereka membahas mengenai Fitrah Seksualitas Anak pada Usia Pra-Aqil Baligh yaitu rentang usia antara 7-10 tahun dan 11-14 tahun.

Dua periode usia ini merupakan masa-masa krusial di dalam pendidikan fitrah seksualitas. Karena merupakan masa peralihan. Maka lagi-lagi peran orang tua amat krusial.

Bila anak pada usia ini tidak mendapatkan ilmu terkait fitrah seksualitas dari kedua orang tuanya langsung, maka para remaja ini akan mendapatkannya dari sumber lain seperti teman, buku, internet dan sebagainya.

Salah satu solusi yang ditawarkan oleh Group 10 adalah dengan melakukan edukasi kepada anak-anak terkait kisah-kisah zaman Rasulullah SAW dan para sahabat dengan kaitannya terhadap peran gender. Dan ini menjadi topik pembahasan yang menarik pada diskusi malam tadi.

Ternyata di zaman Rasul SAW peran perempuan pada ranah publik pun amat banyak. Misalnya bagaimana Shafiyyah binti Mutalib yang sigap di dalam membantu pasukan kaum Muslimin di saat Perang Uhud. Pun dengan Siti Khadijah ra yang melakukan ekspansi bisnis sehingga menjadi pebisnis sukses di masa itu. Belum lagi Siti Aisyah ra yang terkenal akan kecerdasannya pada bidang ilmu lintas disiplin, mulai dari perawi hadist Rasulullah SAW yang terbanyak hingga bidang kedokteran pun Siti Aisyah ra sangat ahli.

Ini menujukan bahwa Rasul SAW tidak melarang perempuan untuk berkontribusi pada ranah publik.
Namun jika dilihat di dalam Al-Quran, menurut Ust Budi Ashari porsi kiprah perempuan pada ranah ini hanya 20 persen. Yang mayoritas 50 persen adalah sebagai istri dan sisanya 30 persen adalah sebagai ibu.

Saya pun cukup tertegun mendengar pemaparan ini. Tapi kemudian saya teringat kembali nasihat Papa saya mengenai kunci syurga seorang perempuan.

 Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seorang perempuan (isteri) itu telah melakukan solat wajib lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dari yang haram baginya (marwah) dan menaati perintah suaminya, maka akan dipersilahkan baginya di akhirat untuk masuk Syurga melalui pintu mana saja yang disukainya.”
(Hadis Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban dan Thabrani)

Allahu akbar!!
*Merinding :(

Papa saya menasihati saya sebelum saya menikah.. “De, jika kamu solat wajib saja, gak ditambah solat sunnah lainnya, lalu kamu puasa wajib saja, gak ditambah puasa sunnah lainnya.. dan kamu jaga pergaulan kamu.. dede dijamin masuk syurga.. asalkan dede taat sama suami. Meski berat, taatlah sama suami dalam rangka ketaatan kepada Allah.. Selama suami gak menyuruh kepada kemaksiatan.”

“Apalagi kalau dede nambahin solat sunnahnya, dan juga shaum sunnahnya.. insyaAllah syurga balasannya.” 

MasyaAllah.. indah ya Islam. Betapa ia sangat memuliakan perempuan. Bahkan syarat seorang perempuan masuk syurga pun tidak dipersulit.

Semoga kita bisa semakin menjadi istri yang lebih shalihah, lebih taat, lebih mengayomi, lebih mencintai dan menghargai suami kita ya. Aamiin.. allahumma aamiin..

#Level11
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#FitrahSeksualitasAnak
#LearningbyTeaching
#Review14

Monday 28 May 2018

Youtube Ads : Review 13

Selesai sahur dan Sambil menunggu adzan subuh, saya membuka handphone. Kebetulan ada teman saya share link berita video youtube Hanum Rais tentang perjuangan beliau memiliki anak selama 11 tahun.

Karena penasaran saya klik lah.
Link tersebut langsung mengantarkan saya pada aplikasi youtube saya. Dan video pun dimulai. Baru beberapa detik, langsung muncul pop up youtube ads (advertisements) warrior ninja perempuan berpakaian sexy, yang diminta untuk dipegang. Saat ada yang memegang bagian (maaf) bokongnya, ia pun mengeluarkan suara genit mendesah.

Ya Rab..
Langsung saya screen shoot (SS). Lalu setelah solat subuh saya share lah SS tersebut ke ka Wina Risman via wa. 

Kami pun berdiskusi cukup panjang. Bagaimana keresahan saya yang tiba-tiba dimunculkan iklan tsb padahal yang saya tonton adalah video yang baik, dan related videosnya pun gak ada yang macem-macem.

Saya ceritakan bahwa saya langsung cek ads setting di aplikasi saya. Ternyata by default, semua category termasuk Blues category dicentang oleh setting Youtube akun saya. Artinya by default memang mungkin hampir semua akun youtube akan disuguhkan banyak ads dengan variasi porn ads. Itu saya yang melihat. Bagaimana jika anak-anak yang sedang melihat film kartun atau tayangan mendidik di youtube tiba-tiba disuguhkan ads tersebut dan mereka penasaran? Hiks tragedi zaman now😢

Ka Wina pun mengingatkan.. Bayangin berapa juta orang tua yang terlena? Sementara fenomena diluar sana, kita lihat balita sangat attached to gadget, terutama pas makan. Kalau gak dikasih, gak makan.

And the sad part is, those balita, will be our children's classmate, roommate, workmate....in life.

Sedih ya.. 

Lalu ka Wina kembali mengingatkan..
We keep trying to do our best. That is why it is EXTREMELY important, that our children have a good environment to grow up in. Until they are strong enough to decide which to follow which not. It takes villages to raise our children.

And that is why while doing out best at raising our children, we help others being aware and educate them as well.

Bukan krn kita sudah betul/bagus, tapi karena kita sudah tahu, walau masih berjuang. May Allah protect us always. Aamiin..

Saya pun berdoa..
Semoga Allah SWT senantiasa menjaga kita dan generasi penerus bangsa dan agama agar terhindar dari hal-hal yang tidak benar. Agar mereka memiliki self defense dan self filter yang baik untuk membedakan mana yang hak dan yang bathil. Aamiin..

Our enemy to protect our children is real. Let us be aware and educate as well as raise our children as best as we could..


#Level11
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#FitrahSeksualitasAnak
#LearningbyTeaching
#Review13

Fitrah Seksualitas Anak: Review 12

Gak terasa Ramadhan sudah memasuki malam ke 13. Setelah libur dua hari, kali ini kelompok 9 yang terdiri dari bunda Ade, bunda Mardhatillah, bunda Titik dan Bunda Zulfia mendapat giliran untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka yang membahas tentang “Fitrah Seksualitas Anak dalam Menangkal Kekerasan Seksual Pada Anak”.

Tema ini diangkat dilatarbelakangi oleh semakin meningkatnya kasus kekerasan seksualitas pada anak, terutama pada anak laki-laki. Bentuk kekerasan dan pelecehan seksual ini dilakukan di banyak tempat mulai dari lingkungan rumah, sekolah dan tempat anak bermain. Naudzubillah..

Dan biasanya pelaku adalah korban pelecehan seksual juga. Ibaratnya pelaku “membalas dendam” atas apa yang terjadi padanya di masa lalu, kemudian melakukan kembali hal tsb kepada orang lain. Kalau dipikir-pikir ini seperti lingkaran setan (vicious circle) yang terus berputar jika sedari awal tidak ada tindakan preventif apapun untuk mencegahnya.

Maka Group 9 sangat menganjurkan peran keluarga yang paling utama untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan tersebut. Orang tua harus membersamai anak, mengajak anak untuk berdiskusi, memperkenalkan batasan aurat, memperkuat keimanan dan doa agar anak keturunan kita dilindungi oleh Allah SWT. Aamiin..

Dan sebagai media edukasi, Group 9 menampilkan media edukasi berupa lagu untuk melindungi tubuh masing-masing karya bunda Ade dan komik karya bunda Titik. Super keren dan the best banget :”)

Barakallah Group 9. Really proud of you!!


#Level11
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#FitrahSeksualitasAnak
#LearningbyTeaching
#Review12

Friday 25 May 2018

Fitrah Seksualitas Anak: LGBT dalam Kehidupan Review 10

Group 8 yang beranggotakan Bunda Ita, Bunda Sanni, Bunda Suci dan Bunda Veve tadi malam membahas tentang bahaya LGBT bagi kehidupan. Pembahasan yang ditampilkan sangat menarik berikut dengan media edukasi yang ditawarkannya.

Saya jadi teringat ada sebuah video yang menarik terkait bahaya (akibat) zina, termasuk perilaku LGBT, yang dijelaskan oleh dr. Dewi Inong, spKK pada acara ILC (Indonesia Lawyer Club) di TV One beberapa waktu yang lalu. Lebih lengkapnya disini ya:

dr. Dewi Inong menjelaskan secara terperinci terkait bahaya apa yang terjadi dari sisi kesehatan jika manusia berperilaku LGBT. Tentunya yang paling jelas adalah adanya IMS (Infeksi Menular Seksual) dengan berbagai jenis wujud penyakit. Bahwa ternyata IMS ini paling banyak terjadi jika hubungan badan dilakukan melalui (maaf) kelamin dengan anal, bukan semata-mata kelamin dengan kelamin.

Saya mengurut dada saat dr. Inong membeberkan begitu banyak fakta mengejutkan terkait perilaku LGBT ini. Dan marahnya saya, para korban penyakit IMS karena perilakunya sendiri, yang memerhatikan kehidupan mereka adalah orang tua dan orang-orang yang memang concern menolak LGBT. Dr. Inong melakukan penyuluhan dan juga membekali mereka dengan keterampilan agar mereka mandiri. 

Dan program-program yang memanusiakan LGBT itu tidak dibantu orang-orang pro LGBT yang teriak sana sini mempromosikannya atas nama HAM. Sedih.. 😢

Apalagi ditambah penjelasan dari Prof. Euis Sunarti, seorang guru besar ilmu konsumen dan keluarga, Institut Pertanian Bogor. Ini dapat dilihat pada link berikut..

Memang Indonesia sudah darurat LGBT. Jangan sampai perilaku ini malah dibenarkan secara legal oleh negara. Jangan sampai atas nama hak asasi manusia yang terlewat batas hingga melupakan hak paling utama: hak Allah atas kehidupan kita. 

Apa hak Allah atas kita? Yaitu kewajiban kita untuk beribadah sesuai dengan apa yang Ia perintahkan. Kalau Allah menjelaskan bagaimana hancurnya Kaum Nabi Luth akibat perilaku sodom, maka itulah hak Allah yang harus kita jaga.. Artinya Allah melarang dengan keras perilaku tersebut.. 

Semoga anak keturunan kita dilindungi dari hal-hal yang Allah murkai. Aamiin..


#Level11
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#FitrahSeksualitasAnak
#LearningbyTeaching
#Review10

Thursday 24 May 2018

Fitrah Seksualitas Anak: Nasihat Papa dan Mama (Review 8)

Semakin ke sini, presentasi semakin menarik. Kali ini Group 6 yang beranggotakan Bunda Iffah, Bunda Maylani, Bunda Jilly, Bunda Fissa dan Bunda Resa membahas terkait fitrah seksualitas pada anak berusia sekolah.

Usia sekolah mereka definisikan berdasarkan usia dalam rentang awal hingga akhir perkembangan anak (Buku Kinder Practice Psychologie, 1949). Sehingga usia sekolah rentangnya mulai dari 0 hingga 19 tahun yang dibagi ke dalam 5 fase perkembangan.

Tantangan yang dihadapi oleh fitrah seksualitas anak usia sekolah Group 6 bagi dua yaitu faktor internal (berasal dari diri sendiri dan keluarga) serta faktor eksternal (berasal dari lingkungan). 

Faktor internal misalnya asupan gizi yang tidak seimbang, faktor hormonal hingga faktor dari orang tua. Lagi-lagi disini peran orang tua amat krusial bagi fitrah seksualitas anak. Rasa-rasanya dari presentasi pertama hingga keenam ini, peran orang tua dianggap sebagai faktor penting terhadap perkembangan fitrah seksualitas anak. Apapun landasan teorinya.

Faktor eksternal misalnya kemajuan teknologi, predator seksual yang semakin meraja lela dimana-mana dan lifestyle yang semakin bebas.

Lalu dimunculkan pula teori Freud yang ternyata menurut Bunda Azizah adalah teori negatif dari psikologis. Saya gak terlalu paham lebih jauh. Tapi yang menarik adalah penjelasan Bunda Nesri terkait bagaimana background Freud yang amat memengaruhi dirinya hingga teori tersebut dibuat. Peran keluarganya sangat besar berpengaruh.

Lebih jauh tentang Teori Freud bisa dilihat di link ini:

Saya jadi ingin sharing pengalaman bagaimana orang tua mendidik saya terkait fitrah seksualitas. 

Pertama, Papa dan Mama saya selalu menjaga keharmonisan hubungan mereka di depan anak-anak. Rasanya hampir tidak pernah saya melihat kedua orang tua saya bertengkar di depan saya. Bahkan mereka saling menjaga marwah satu sama lain di hadapan anak-anak mereka. Jika misalnya saya remaja adu argumen dengan Mama, maka Papa akan meminta saya untuk meminta maaf kepada Mama. Siapapun yang sebenarnya salah. Karena bagaimanapun Mama harus dihormati. Saya juga ingat bagaimana saya kecil saat kelas 1 SD bilang di depan kelas, “Bu Guru.. Papa Mama gak pernah berantem. Mereka pasangan emoy..” hahahaha entah darimana saya dapet ide kata “emoy” tsb. Yang jelas saya kecil hanya mengingat sebuah hubungan yang saling menjaga dan harmonis antara Papa dan Mama saya. Tentunya Papa dan Mama menjaga hijab mereka di depan anak-anaknya.

Kedua, saya merasakan keberadaan Mama dan Papa saya secara utuh. Alhamdulillah.. Mama adalah ibu rumah tangga full, sedangkan Papa adalah seseorang yang supeeer sibuk. Tapi di tengah kesibukannya Papa selalu menghadirkan dirinya di tengah keluarga meski jarak memisahkan. Saya ingat sekali bagaimana saat zamannya baru ada telepon, Papa selalu menelepon kami bergantian saat harus dinas ke luar kota dan negeri. Kami semua antri. Mulai dari abang saya paling besar sampai ke saya si bungsu nomor 5. Pertanyaannya sangat sederhana tapi so sweet. Misalnya, “Dede sehat?” Atau hanya sekedar menasihati, “Jangan lupa solat ya sayang..” Rasanya bahagia saat menerima telpon dari Papa.

Papa dan Mama pun tipe yang akan selalu berusaha menghadiri pembagian rapot kami. Kata Papa, itu bukti hormat Papa dan Mama kepada sekolah, para guru dan teman-teman saya.

Ketiga,  pengajaran ilmu agama terkait fitrah seksualitas pun diajarkan meskipun tidak se-revealed itu. Mulai dari saat saya baligh diajarkan bagaimana bersuci dari hadas besar yang benar. Saya ingat ada moment-moment dimana Papa akan membuka buku kitab Fiqh Wanita bahasa Arab dan menerjemahkan serta menjelaskannya kepada saya dan kakak perempuan saya.

Keempat, saya ingat nasihat yang selalu Mama saya katakan berulang kali terkait pacaran.. “De.. kalau Dede suka sama temen Dede itu wajar. Namanya fitrah dan artinya Dede normal. Tapi cukup sampai di hati aja ya sukanya. Gak usah diumbar, diungkapkan.. cukup di hati aja.” kata Mama saya sambil menunjuk dadanya. “Kenapa emang mamah?” Tanya saya. “Karena rasa suka yang sebenarnya itu cukup untuk suami Dede nanti. Makanya berdoa dari sekarang dapet jodoh soleh dunia akhirat.” Jawab Mama..

Dan.. sejak saat itu, doa jodoh sudah saya lantunkan bahkan saat saya belum baligh.. 😅😅😅 Alhamdulillah.. Allah menjaga saya dari aktivitas pacaran-pacaran.. Mungkin salah 1 faktornya karena nasihat Mama saya berkali-kali yang diucapkan “Kalau suka, sampai hati aja ya..”

Saya gak bilang kedua orang tua saya sempurna. Tapi paling tidak saya bersyukur, keteladanan itu nyata adanya dan sangat berpengaruh kepada diri saya. Minimal itu yang saya rasakan.

Sekarang adalah tugas saya, dan suami bagaimana bisa menjadi teladan yang baik.. agar Afifa bisa menjadi anak yang shalihah dan terjaga akhlak serta pergaulannya di dunia akhirat. Aamiin..

Terima kasih Group 6 atas ilmunya.. dari presentasi Group 6, saya banyak mengevaluasi diri saya sendiri dan suami bagaimana baiknya kami mendidik anak kami. 

Barakallah Group 6.. :)

#Level11
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#FitrahSeksualitasAnak
#LearningbyTeaching
#Review8

Wednesday 23 May 2018

Fitrah Seksualitas Anak: "Bersilaturahim dengan Ka Wina Risman" Review 7


Kemarin merupakan giliran kelompok kami yaitu Group 5 yang mempresentasikan hasil diskusi kami dengan tema "Bagaimana Fitrah Seksualitas Anak Menurut Pandangan Islam?". 

Tema ini diangkat karena berawal dari kekhawatiran kami akan berbagai tantangan dari dimensi fitrah seksualitas dihadapi oleh generasi saat ini. Sebut saja masalah LGBTQ (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender and Queer), paham liberal terkait kesetaraan gender, sampai bombardir virus pornografi dan pornoaksi yang tersedia di berbagai media online maupun offline yang sangat merusak kehidupan bangsa.

Kami melihat bahwa salah satu akar permasalahannya adalah kurangnya pemahaman dan aplikasi nilai-nilai agama di dalam kehidupan sehari-hari, baik pada orang tua, anak, masyarakat hingga tataran bangsa yang lebih luas.

Apalagi tantangan-tantangan tersebut memang sengaja di-design sedemikian rapi dan terstruktur oleh pihak-pihak tertentu sehingga semua permasalahan terkait seksualitas anak menjadi sebuah gerakan massif yang diterima menjadi sebuah lifestyle. Naudzubillah…

Saya tidak akan lebih panjang membahas apa yang kami presentasikan, karena biarlah kelompok lain yang mereview apa yang kami bahas. Tapi yang akan saya bahas sekarang adalah tentang pertemuan saya dengan Mba Wina Risman hari ini, Rabu 23 Mei 2018 bersama teman-teman dari IP Asia team Malaysia.

Alhamdulillah silaturahim berjalan dengan lancar. Setelah kami saling memperkenalkan diri masing-masing (kecuali saya yang memang sudah kenal dekat dengan Mba Wina), percakapan pun menjadi lebih menarik dan lebih serius.

Satu hal yang kami bahas adalah terkait kecanduan pornografi dan bahkan pornoaksi pada anak yang telah menjadi sebuah wabah yang telah memakan banyak korban generasi anak kita… Mba Wina memaparkan bahwa kecanduan pada pornografi dan pornoaksi diawali dari kelalaian kita sebagai orang tua di dalam memantau anak kita dengan baik dan benar. Kita lalai dengan siapa anak kita bergaul. Kita lalai di dalam memfasilitasi gadget tanpa ada pemantauan yang tepat. Kita lalai di dalam mengajarkan nilai-nilai agama pada anak kita. Dan kita lalai di dalam menerima kenyataan bahwa mungkin kesalahan utama adalah pada diri kita sebagai orang tua. Akhirnya saat anak sudah rusak, yang ada orang tua malah lari dari kenyataan dengan meng-sub-ordinate-kan tugas utama di dalam mendidik anak ke lembaga-lembaga pendidikan semata. Padahal basis utama pendidikan anak adalah orang tua.

Mba Wina bercerita bahwa mungkin relatif lebih mudah membiasakan ibadah fisik pada anak, seperti pembiasaan solat, mengaji, dan bahkan puasa pada anak-anak kita. Tapi yang lebih susah dan tentunya lebih penting adalah bagaimana menanamkan ketauhidan yang benar kepada anak. Misalnya adalah kesadaran bahwa ada yang senantiasa mengawasi dan melihat gerak gerik kita yaitu Allah SWT. Orang tua boleh saja luput dalam melihat anak, tapi ada Allah yang senantiasa mengawasi. Jika kesadaran tersebut sudah ditanamkan dari kecil, maka anak akan memiliki self-defense (pertahanan diri) dan self-filter (penyaring diri) jika ada godaan-godaan mendatangi diri anak. 

Mba Wina pun menjelaskan bahwa begitu banyak hal-hal yang sengaja dibuat untuk merusak anak, yang telah dilakukan risetnya selama 15 tahun oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab tersebut. Sebut saja iklan game (mohon maaf) warrior sexy dari Cina yang tiba-tiba pop up di layar video online dengan kata-kata “Try Me”. Disitu anak diminta untuk membuka baju sang warrior, atau hanya sekedar menyentuh (mohon maaf) buah dada dan bokong miliknya.. hiks naudzubillah… Belum lagi video kartun berkedok “Elsa Frozen dan Spiderman” yang ternyata memang benar-benar mempraktekan kehidupan suami dan istri. Ya Allah…

Mba Wina berkata bahwa saat sudah teradiksi terhadap pornografi dan pornoaksi, anak harus ditangani secara khusus. Mba Wina bercerita bahwa Yayasan Buah Hati bekerja sama dengan pemerintah melakukan terapi gratis untuk orang-orang yang sudah adiktif dan mereka tidak sanggup lagi keluar dari jerat pornografi dan pornoaksi. Ada 16 sesi dimana per sesi sang pasien harus didampingi 24 jam oleh pendamping dari keluarganya yang benar-benar membantunya keluar dari jerat tersebut. Dan ini merupakan proses terapi yang sangat melelahkan. 

Jadi… artinya, jika sudah terjerat, untuk merehabilitasinya akan susah dan berat. Maka lebih baik melindungi anak-anak kita dari bahaya pornografi dan pornoaksi tersebut.

Lalu bagaimana jika anak sudah terpapar video-video porno?
Pertama, selidiki hingga sejauh mana anak sudah menonton. Berapa kali ia menonton? Video apa saja yang dia tonton? Langkah ini penting untuk melihat kadar keparahan anak kita dalam terpapar hal tersebut. Tentu cara menyelidikinya dengan baik. Misalnya anak lelaki diajak safar (melakukan perjalananan) dengan Ayahnya berdua saja. Bangun bonding, tanyakan secara baik-baik hingga anak percaya dan mau terbuka pada kita. Jangan sampai ada pertahanan anak yang tidak mau terbuka pada orang tua.

Kedua, usahakan keluarkan anak dari lingkungan yang bisa membuatnya terpapar video-video tersebut. Misalnya jika disinyalir tetangganya yang mengenalkan sang anak pada video porno tersebut, maka ajaklah untuk meminta maaf pada tetatangganya untuk tidak bermain dulu karena ada kesibukan lain. Atau jika anak terpapar sendiri lewat handphone dan internet kepunyaannya, maka jangan fasilitasi dulu mereka dengan kedua hal itu. InsyaAllah, technology can wait but children can’t.

Intinya diperlukan peran aktif semua pihak agar anak-anak kita terlindungi dari bahaya candu pornografi dan pornoaksi. Mulai dari orang tua, anak, dan lingkungan. Ayo kita jaga anak-anak kita dari hal-hal yang merusak tersebut.

Jazakillah khair ka wina atas waktu dan ilmunya. Semoga berkah.. Dan semoga rencana kolaborasi kita ke depan dapat terealisasikan. Aamiin :)

#Tantangan10Hari
#KelasBunsayIIP
#Level11
#LearningbyTeaching
#FitrahSeksualitasAnak




Monday 21 May 2018

Fitrah Seksualitas Anak: “Tarbiyah Jinsiyah” Review 6

Memasuki hari ke-6 di Bulan Suci Ramadhan 1439H ini giliran Group 4 mempresentasikan hasil diskusi mereka. Kali ini Group 4 yang beranggotakan Bunda Nisa, Bunda Ella, Bunda Ninik, Bunda Dian dan Bunda Nasriani mempresentasikan perbandingan antara Sex Education ala Barat dan Tarbiyyah Jinsiyah alias Pendidikan Seksual dalam Pandangan Islam.

Apa itu Tarbiyyah Jinsiyah (TJ)?
TJ merupakan upaya mendidik nafsu syahwat agar sesuai dengan nilai-nilai Islam sehingga ia menjadi nafsu yang dirahmati Allah.

Hmm.. menarik ya.. dari pengertian itu saja sudah terlihat jelas bahwa manusia adalah makhluk yang “by default”-nya memiliki nafsu syahwat. Artinya Islam tidak mengajarkan bagaimana menghapus nafsu tsb secara total, tapi bagaimana mengatur serta mengendalikan sesuai dengan apa yang dikehendaki Sang Pencipta. Sangat manusiawi bukan? :”)

Perbedaannya dengan Sex Education (SE) ala Barat adalah pada SE selain diajarkan terkait anatomi tubuh, fisiologis dan psikologis tubuh, juga ditekankan terkait bagaimana “hubungan seks yang sehat”. Artinya selama seks itu tidak membuat hamil di luar nikah, tidak menularkan suatu penyakit kelamin atau penyakit lainnya, selama dilakukan atas dasar suka sama suka, everything is gonna be okay.. 

Padahal.. kalau dalam Islam hubungan seksual hanya diperbolehkan di atas hubungan yang halal, yang diikat oleh ijab sah antara sang suami dengan sang ayah atau yang mewakilinya. Artinya hubungan itu boleh terjadi antara suami-istri yang sah menurut pandangan agama. Di luar itu artinya zina.. naudzubillah :”(

Terlihat ya betapa Agama Islam sangat protektif dan memuliakan manusia? :”) Jangankan hubungan badan.. bersentuhan dengan non-muhrim saja dilarang.. mendekati zina saja dilarang, apalagi zina.. 

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS.Al Israa ayat 32)

Group 4 kemudian menjelaskan langkah-langkah di dalam mengaplikasikan TJ ini yaitu sebagai berikut:
1. Memperkenalkan konsep aurat.
2. Memisahkan tempat tidur anak dan menjelaskan adab-adab kesopanan di rumah & diluar rumah.
3. Mendidik adab-adab isti’zan dalam rumah tangga (QS An Nur:58).
4. Menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan feminine pada anak perempuan.
5. Memperkenalkan konsep mahrom sekaligus adab pergaulan diantara mahrom dan non mahrom.
6. Mendidik agar selalu menjaga pandangan mata (ghoddul bashar).
7. Mengenalkan sanksi-sanksi perzinahan dalam Islam.
8. Mendidik agar tidak melakukan ikhtilath (campur baur/pergaulan bebas) di antara laki-laki dan perempuan.
9. Mendidik agar tidak melakukan khalwat (berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom).
10. Mendidik etika berhias sehingga kaum muslimah tidak bertabarruj.
11. Mendidik konsep Thoharoh seperti menjaga kebersihan mulut, alat kelamin, cara wudhu, mandi dll.
12. Menjelaskan makna khitan, ihtilam dan haid secara bijaksana.
13. Menjelaskan ayat-ayat al-Quran dan Hadis Nabi yang berhubungan dengan proses kejadian manusia (Lihat QS Al Hajj:5).
14. Mengajarkan Puasa sunnah, dengan puasa itu akan mempersempit jalannya syaitan, dan lebih bisa dalam menahan gejolak nafsu syahwat.
15. Etika kehidupan bersuami istri secara Islam baru boleh di ajarkan kepada mereka yang benar-benar akan menikah.

Sangat indah bukan? Saya pun belajar banyak dari pemaparan yang dilakukan oleh Group 4. Sangat mencerahkan.. Group 4 pun lebih berfokus pada poin 1 yaitu mengenai batasan aurat laki-laki dan perempuan. Intinya pengenalan batasan aurat harus dilakukan sejak dini melalui pembiasaan yang baik dan benar.

Yang keren dari Group 4 ini mereka membuat video social experiment dengan mewawancari anak-anak usia 4 hingga 6.5 tahun terkait apa perbedaan laki-laki dan perempuan dan bagaimana batasan-batasan auratnya. Celoteh anak-anak sangat jujur, polos dan cerdas.. saya ikut tersenyum bahagia menonton video tersebut.. :”) 

Satu hal dari sekian banyak hikmah yang saya pelajari dari video ini: anak-anak itu super cerdas ya.. They learn what they see.
Seperti kata Mba Okina Fitriani: “Anak mungkin akan dapat salah mendengar, tapi ia tak mungkin salah melihat. Children see, children do.”
Keteladanan orang tua adalah yang utama. Hiks ini masih menjadi PR bagi saya di depan Afifa. Semoga bisa terus memperbaiki diri lagi. Aamiin.. :”)

Sebagai bahan media edukasi yang ditawarkan Group 4 adalah lagu Balonku yang diganti liriknya dengan lirik terkait batasan aurat laki-laki dan perempyan. Bunda Ella pun menyanyikan dengan bagus. Hehehehe.. cocok buat rekaman ya Bunda😘😆🙏

Dan untuk Group 4: Barakallah atas presentasinya yang luar biasa. Sangat inspiratif dan benar-benar memberikan hikmah serta pelajaran bagi saya pribadi dan mudah-mudahan bagi kami semua di kelas Bunsay Gabungan 2. Semoga Allah memberkahi dan menjadikan ilmu yang dibagikan sebagai amal soleh bagi Group 4. Aamiin Allahumma Aamiin.. :) 


#Level11
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#FitrahSeksualitasAnak
#LearningbyTeaching
#Review6

Fitrah Seksualitas Anak: “Tarawih” Review 5

Ramadhan merupakan bulan tarbiyyah (pendidikan) bagi keluarga. Juga bulan pembiasaan pada hal-hal yang baik.

Salah satu pembiasaan yang terus dilatih pada bulan ini adalah solat berjamaah. Setelah tahun lalu saya agak bolong-bolong shalat berjamaah tarawih di masjid karena belum bisa mengkondisikan Afifa, maka tahun ini bismillah dicoba lagi.
Alhamdulillah sudah 5 kali solat tarawih dijalankan.

Selain melatih konsep solat berjamaah dalam jumlah yang besar, saya pun mengenalkan konsep batasan laki-laki dan perempuan pada Afifa saat solat tarawih berjamaah di masjid ini.

Misalnya Afifa bertanya, “Kenapa Papa di depan? Tapi Afifa dan Mama di belakang?” (Maksudnya shaf-nya).

Saya menjawab, “Memang dicontohkan oleh Nabi Muhammad (s.a.w) seperti itu.. salah satu hikmahnya menjadi lebih rapi juga. Yang gak pakai mukena di depan, Mama dan Afifa pakai mukena di belakang.”

Saya pun menjelaskan bahwa yang boleh adzan (menjadi muadzin) dan iqamah jika jamaahnya ada laki-laki dan perempuan hanyalah laki-laki. Ini sesuai dengan hadist “Tidak ada adzan dan iqamah bagi kaum perempuan.” (HR. Baihaqi).

Ini juga saya tambahkan penjelasannya dengan buku cerita Nayla dan kawan-kawan seri Fiqih Anak yang berjudul “Adzan dan Iqamah” dan “Solat Berjamaah” terbitan Azmar Prima Enterprise agar penjelasan menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami oleh Afifa.

Alhamdulillah hal-hal di sekitar kita sebenarnya bisa menjadi media pembelajaran bagi anak, asal kita mau terlibat aktif mengajak diskusi, sabar menjelaskan dan terampil dalam memberikan pemahaman kepada anak kita.. apapun itu.. termasuk tentang fitrah seksualitas 😊🙏


#Level11
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#FitrahSeksualitasAnak
#LearningbyTeaching
#Review5

Saturday 19 May 2018

Fitrah Seksualitas Anak: “Afifa dan Kerudung” Review 4


Salah satu dari sekian pertanyaan yang cukup sering diberikan kepada saya adalah : “Qorry, kok Afifa bisa tahan sih pakai jilbab seharian?”

Atau : “Gak kasian dari kecil udah ditutupin? Kan belum aurat..”

Baik.. mungkin di hari ke 4 ini saya akan menceritakan berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut dan apa kaitannya dengan tema game level 11 ini.

Saya membiasakan Afifa memakai jilbab sejak usianya 3 bulan. Masih kecil banget. Beneran 3 bulan? Iya bener!! Hehehe..

Jadi saat itu ada temen saya yang jualan jilbab anak bayi. Lalu saya beli lah dua buah. Satu berwarna pink bentuknya kucing, dan satu berwarna merah bentuknya strawberry 🍓 

Kebetulan saat Afifa berusian 35 hari, saya dianter oleh suami saya pulang ke Bogor karena melihat kondisi saya yang sendirian tanpa teman di awal melahirkan dan itu gak baik buat kesehatan saya. Itu merupakan pengalaman pertama kalinya Afifa naik pesawat. Alhamdulillah ternyata semuanya lancar.

Singkat cerita, setelah dirasa cukup kuat, saat di Bogor Afifa perdana dibawa keluar saat usianya menjelang 3 bulan dan saya bawa ke pengajian tafsir binaan Ayah saya jam 5.30-6.00 pagi. Jadi kami berangkat jam 5.00 pagi dari rumah. Lalu awalnya saya mau memakaikan topi hingga menutup telinganya Afifa agar tidak masuk angin. Tapi setelah dipikir-pikir kenapa gak sekalian aja pakai jilbab? Toh jilbabnya pun sudah ada.

Alhamdulillah Afifa merasa nyaman selama menggunakan jilbab. Ketidaknyamanannya hanya pada saat saya pakaian pertama karena mungkin ada kain yang menutup mukanya sepersekian detik.

Sejak saat itu, saat saya merasa Afifa perlu terlindungi kepala hinggal telinganya, daripada memakai topi, lebih baik saya pakaikan jilbab. Dan itu berlanjut setiap kami mau keluar rumah pada akhirnya. Dan hingga sekarang.

Saat Afifa sudah bisa saya ajak ngobrol, saya pun mengajaknya diskusi. Kenapa saya pakai jilbab, kenapa Afifa pakai jilbab.
M: “Afifa, pakai kerudung itu untuk perempuan..” (saya belum mengenalkan istilah Muslimah).
A: “iya..”
M: “Kalau papah laki-laki engga boleh pakai kerudung..”
A: “pakai peci ya?”
M: “nah iya. Jadi kalau perempuan dan laki-laki itu salah satu bedanya itu dari bajunya. Perempuan pakai kerudung, laki-laki pakai peci..”
A: “Afifa perempuan, mama perempuan.. pakai kerudung?”
M: “Nah iya..”
A: “Papa laki-laki engga pake kerudung.. pakenya peci..”
M: “hehehe iya.. soalnya kerudung itu perintah Allah.. afifa sayang Allah?”
A: “Afifa sayang Allah, Allah sayang Afifa..”
M: “Aamiin.. nah bentuk sayang perempuan sama Allah adalah dengan pakai kerudung.”
A: “Afifa suka pake kerudung.”
M: “Sebenarnya Afifa harus pake kerudung itu nanti, kalau afifa udah 12 atau 13 tahun.” (Saya belum mengenalkan konsep aqil baligh)
A: “Oohh..”
M: “Tapi sekarang latihan aja dulu. Nanti pas udah diharusin pake, Afifa udah biasa. Okeh?”
A: “Okeh..”

Begitulah.. jadi sekarang setiap mau pergi sudah defaultnya afifa akan mencari kerudung. Dia gak akan pergi sebelum berkerudung. Pun dengan kerudungnya biasanya baru dibuka saat dia sudah sampai rumah kembali.

“Itu anaknya gak kepanasan?”
Ya tergantung cuaca. Kalau lagi panas ya panas, orang pake tanktop aja kalau lagi cuaca panas tetep kepanasan. Hehehe.

Kalau saya gak memaksakan. Kalau seandainya Afifa kegerahan dan berkeringan dan dia pengen buka kerudung ya silahkan. Nanti setelah ademan, saya tawarkan lagi pakai kerudung, ya baru dia pakai kerudung.

“Itu pemaksaan sebelum waktunya lho Qor..”
Kalau pemaksaan, kenapa dengan senang hati Afifa me-match-kan jilbab dengan bajunya? Bahkan dia sering bereksperimen pakai jilbab lapis-lapis. Hehehe.. she is happy!

“Itu gak kasian apa kecil-kecil udah ditutupin Qor?”
Yah urusan mamanya mau dandanin anaknya seperti apa, sebenarnya balik ke pribadi masing-masing ya. Mau buka-buka, mau tutup-tutup itu kembali kepada pilihan sang ibu. Iya kan? Apalagi sekarang Afifa selalu bilang “Malu” kalau engga pakai jilbab di tempat umum.


Harapan saya adalah sebenarnya kelak saat Afifa telah diwajibkan menutup aurat, dia memang sudah terbiasa sehingga tidak akan merasa berat lagi menjalankan kewajiban tersebut.

Dengan pembiasaan memakai jilbab sedari kecil pun merupakan metode saya di dalam mengenalkan cara berpakaian sesuai jenis kelamin. Bagaimana fitrah seksualitas anak dibangun melalui pembiasaan cara berpakaian ☺️☺️🙏🙏

#Level11
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#FitrahSeksualitasAnak
#LearningbyTeaching
#Review4