Saturday 22 March 2014

Pernikahan (Part 4)


Pertemuan dengan Keluarga di bulan April

Bulan April pun datang. Keluarga saya dari Bogor pun tiba.
Saya menjemput mereka di KLIA. Bahagia rasanya dikunjungi keluarga lengkap, ditambah tiga keponakan yang cantik dan shalihah.

Kak Hambari diminta untuk datang ke hotel tempat kami menginap, Pacific Regency Hotel, tepat seberang KL Tower. *bukan promosi, tapi kami puas deh sama pelayanan hotelnya. Ternyata beliau datang on time, bahkan before time. Biar ga deg-degan kali ya? Hehehe… Oia… Koordinasi dan komunikasi dengan Ka Hambari dilakukan oleh A Irfan. Jadi A Irfan yang menghubungkan pihak keluarga saya dengannya.

Saat keluarga pergi menemui (calon) suami, saya diminta Papah untuk tetap di kamar hotel. Saya sih nurut aja. Toh kan sekarang it’s their turn to get know about him directly, not mine anymore. Saya hanya berdoa dari dalam kamar, semoga diberikan yang terbaik. Jika keluarga saya sreg, saya semakin mantap dengan keputusan saya ini. Jika sebaliknya, tentu saja ini menjadi pertimbangan besar buat saya.

Kira-kira satu hingga dua jam mereka berbincang. Lama juga…
Akhirnya semua keluarga saya pun kembali ke kamar. Apa reaksi mereka?
A Irfan, “Kalau gw setuju dari awal. Bagus ko…” *yayayaya…
A Iman, “Gw cocok qor. Tinggi dan ganteng lagi…” *pegangin idung suami biar ga terbang ;P
A Imad, “Qor, keliatannya ikhwan banget. Nanti ngomongnya “Ana tsiqoh ke antum.” lagi..” *hahahaha ini bikin ngakak banget.
Teh Okty, “Ya gw mah oke oke aja Qor. Gw malah di pojokan foto-foto sama Amira dan A Ipunk.” *okelah >.<
Kalau para kakak ipar sih senada dengan kakak-kakak saya. Intinya semua menilai positif. Oia maaf ya, saya dan kakak-kakak saya memang membahasakan “gw” untuk memanggil diri kami masing-masing. Tapi kami saling mencintai dan menghormati kooo ;)

Lalu bagaimana dengan Papah dan Mamah?
Kata Papah, “Insya Allah Papah setuju. Papah minta keluarganya resmi datang melamar ke Bogor.”
Kata Mamah, “De… Orangnya pede banget ya. Pas di awal langsung bilang ke Papah kalau dia mau melamar kamu…” *oalah Kakakkkkkk…. Meuni to the point banget :p

Begitulah… Akhirnya disimpulkan bahwa keluarga termasuk tiga keponakan lucu menerima Kak Hambari sebagai calon suami saya. Lalu direncanakan bulan Juni pun keluarganya atau perwakilannya akan datang melamar saya secara resmi ke Bogor.

Khitbah

Tanggal 10 Juni 2013, Kak Hambari pun datang bersama kakak pertamanya, Kak Hanafi sebagai perwakilan kedua orang tuanya yang tidak dapat datang ke Bogor dikarenakan jarak Selat Pajang – Bogor bukanlah jarak yang dekat. Butuh perjuangan besar untuk sampai ke Bogor ini. Inilah yang saya sukai darinya. Beliau menunjukkan keseriusannya dari sejak pertama kali kami melakukan proses ini. Alhamdulillah…

Kira-kira jam 10 pagi hingga dzuhur Kak Hambari dan Kak Hanafi bertamu ke rumah sederhana kami di UIKA untuk melamar saya. Alhamdulillah semuanya berjalan lancar, tidak ada satu kekurangan apapun juga. Mulai hari itu saya resmi menjadi calon istri seseorang. No man can ask me anymore related my status. I am single but unavailable. Maaf Anda belum beruntung ;P Hehehehe…

Oia… Selama proses taaruf hingga khitbah ini, sengaja kami rahasiakan dari khalayak umum. Bukan apa-apa, selain karena agama mengajarkan untuk merahasiakan khitbah dan mengumumkan walimah, juga agar kami dapat saling menjaga kehormatan masing-masing. Jika di pertengahan jalan gagal (naudzubillah) dalam proses ini, maka izzah dan perasaan masing-masing insya Allah akan lebih terjaga. Jadi, proses ini pun hanya diketahui keluarga dan sahabat terdekat saja.

Saling Menjaga Diri dan Menjaga Hati

Selama proses menuju pernikahan, kami sama-sama berusaha untuk saling menjaga hati kami masing-masing. Tidak ada komunikasi secara langsung yang kami lakukan. Jika pun ada, yang dibahas pun hanya masalah koordinasi menjelang hari pernikahan. Hal itu pun diketahui oleh pihak lain, seperti orang tua atau para kakak. Misalnya, jika saya perlu untuk email beliau, pasti email tersebut saya cc-kan ke A Irfan sebagai pemantau isi komunikasi kami. Intinya kami tidak boleh lengah. Meski sudah pada tahap khitbah, tapi bukan berarti hubungan kami sudah halal. Jadi kami berusaha menjaga itu semua.

Komunikasi yang kami jalani terutama lewat doa. Saya tiada henti-hentinya berdoa agar Allah terus meridhoi segala langkah kami. Karena tanpa ridho-Nya, maka sia-sialah semuanya.

Sempat Kak Hambari datang ke Bogor dua kali setelah pelamaran. Pertama untuk diukur baju untuk walimah. Kedua untuk mengambil undangan pernikahan. Malah yang kali kedua beliau ke Bogor, kami tidak berjumpa karena saya menemani kedua orang tua saya dinas ke Tegal. Sehingga Kak Hambari hanya bertemu A Ipunk saja. *Sabar ya ka ;P

Nasihat Papah dan Mamah

Kesempatan pertemuan lainnya adalah saat saya diwisuda bulan November. Papah ingin bertemu dengan Kak Hambari dan saya di satu tempat bersama-sama untuk diberikan nasihat prapernikahan. Hal ini memang menjadi kebiasan Papah sejak proses pernikahan kakak saya yang pertama. Pasti calon pasangan dipanggil ke rumah untuk diberikan nasihat bersama-sama dengan kakak-kakak saya.

Akhirnya Kak Hambari datang ke hotel tempat kami menginap, Royale Chulan Hotel. Kami pun mengambil spot di café hotel. Posisi duduknya: Mamah, saya, Papah, lalu Kak Hambari. Meskipun Papah memberikan nasihat, tapi dibungkus dengan suasana yang santai dan nyaman.

Nasihat-nasihat Papah antara lain sebagai berikut.

“Pernikahan harus dilandasi dengan agama. Karena itu adalah satu-satunya pegangan hidup. Hiasi rumah tangga dengan banyak-banyak bersujud kepada Allah. Terangi malam-malam dengan shalat tahajjud. Ramaikan rumah dengan bacaan Al-Quran karena rumah yang sering dibacakan Al-Quran akan diberkahi oleh Allah. Percayalah, masalah apapun akan ada penyelesaiannya.”

“Antara suami dan istri harus saling menjaga dan mendukung dalam kebaikan. Misalnya istri tidak menghalang-halangi jika suami ingin berbuat baik kepada keluarganya, pun suami tidak boleh melarang jika istri ingin berbuat baik kepada keluarganya juga. Percayalah, sifat dermawan justru akan melapangkan kehidupan kita.”

“Selain itu, pastikan bahwa rezeki yang didapat adalah rezeki yang halal. Itu yang menjadi sumber kebaikan ataukah keburukan bagi rumah tangga. Pastikan apa yang dimakan oleh anak dan istri bersumber dari yang Allah ridhoi.”

“Jangan ditunda-tunda untuk punya keturunan, karena salah satu tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan anak yang sholeh dan sholehah.”

“Hambari jangan pernah berhenti untuk menuntut ilmu. Karena tantangan dakwah di Indonesia semakin besar. Insya Allah Allah akan berikan ilmu yang bermanfaat.”

Banyak lagi nasihat dari Papah yang kesemuanya itu amat bermanfaat buat kami kelak. Mamah pun turut berikan nasihat.

“Mamah ingin tenang melepaskan Qorry ke tangan Hambari. Saling menerima aja atas kekurangan masing-masing, karena ga ada yang sempurna. Misalnya, Hambari tolong maklum sama Qorry. Qorry belum bisa masak. Salah Mamah sih yang ga ngajarin Qorry masak. Qorry juga anak terakhir, jadi suka ogo (manja). Tapi Qorry bisa kok kalau beresin rumah. Sayangi Qorry ya…” *Di sini justru air mata saya tiba-tiba jatuh mengalir…

Alhamdulillah… Kurang lebih satu jam lamanya kami bertemu dan saling bertukar cerita. Tentang rencana-rencana kami. Tentang impian kami. Semuanya. Tak lupa Papah dan Mamah pun menceritakan pengalaman-pengalaman hidup mereka yang penuh dengan pelajaran.

*to be continued

1 comment: