Thursday 13 March 2014

Wisuda, 16 November 2013


Tidak pernah terbayangkan sebelumnya pada hari Sabtu tanggal 16 November 2013 yang lalu, orang tua saya menitikkan air mata karena merasa bangga dan terharu atas prestasi yang saya raih sebagai “Best Graduate of Master of Economics winner” pada acara wisuda ke-­‐29 di International Islamic University Malaysia. Jujur, saya tidak menyangka bahwa orang tua saya akan merasa terharu sedemikian sehingga benar-­‐benar terpancar dari ekspresi wajah mereka saat penghargaan tersebut diberikan kepada saya. Belum pernah saya melihat mereka begitu terharu atas apa yang saya capai. Belum pernah.

Merasa Dihargai

Menurut cerita mereka, salah satu yang membuat orang tua saya terharu, selain prestasi yang saya raih, adalah perlakukan panitia yang benar-­‐benar menghargai dan menghormati mereka. Saat orang tua saya masuk ruangan, panitia langsung menyambut mereka dan berkata, “Selamat ya Ibu dan Bapak karena telah berhasil mendidik putri terbaik.” Deg! Seketika hati Ibu dan Ayah saya terenyuh. Mereka merasa universitas memiliki pandangan bahwa prestasi yang dicapai oleh para mahasiswa bukan semata-­‐mata karena kerja keras dan doa dari mahasiswa sendiri, tetapi tidak lain adalah terutama berkat jasa para orang tua. Oleh karena itu, apresiasi prestasi para mahasiswa, tidak hanya ditujukan kepada mahasiswa yang bersangkutan saja, tetapi juga ditujukan kepada para orang tua yang telah berkorban tenaga, harta, benda, bahkan air mata demi keberhasilan mereka.

Setelah masuk ke dalam ruangan, kemudian orang tua saya dipersilahkan untuk menduduki tempat VIP yang posisinya berada di paling depan ruang wisuda, sehingga mereka dapat menikmati prosesi wisuda dengan lebih nyaman dan jelas. Setelah acara selesai, Ayah dan Ibu saya beserta para orang tua peraih penghargaan dijamu khusus oleh rektor untuk menikmati hidangan bersama para mahasiswa berprestasi tersebut.

Jika menilik ke belakang, saya menyadari bahwa memang peran orang tua saya di dalam mendidik saya dan kakak-­‐kakak saya sangat memotivasi saya untuk mempersembahkan yang terbaik di dalam apapun yang saya lakukan. Ayah dan Ibu saya menanamkan nilai “orientasi proses”, bukannya “orientasi hasil” di dalam belajar dan berusaha. Menurut mereka, yang penting adalah berusaha dan berdoa dengan jalan yang benar, jujur, dan sungguh-­‐sungguh, karena hasil terbaik pun akan mengikuti. Hasil adalah urusan Allah, sedangkan porsi manusia hanya sebatas mengikhtiarkan dengan usaha yang terbaik. Sikap berharap namun disertai dengan kepasrahan atas usaha yang dilakukan harus ditanamkan di dalam diri kami masing-­‐masing. Jika demikian, maka kita tidak akan pernah kecewa, karena kita yakin bahwa apapun hasilnya, itulah yang terbaik menurut pandangan-­‐Nya, sekalipun terkadang tidak sesuai dengan apa yang direncanakan.

Sebaliknya, Ibu dan Ayah saya sangat keras kepada anak-­‐anak mereka untuk tidak berorientasi pada hasil. Karena menurut mereka, jika hasil yang menjadi
satu-­‐satunya tujuan, maka manusia akan menghalalkan segala macam cara demi mendapatkan hasil yang diidamkan, terlepas dari cara tersebut benar ataupun salah. Mereka tegas mengingatkan kami untuk bersikap jujur dan tidak mencontek saat ujian. Mereka mendidik kami agar berusaha dengan cara yang memang Allah ridhai. Karena itulah hakikat kesuksesan yang hakiki, yaitu keberhasilan di dalam mempersembahkan yang terbaik di dalam ikhtiar dan doa yang sesuai dengan apa yang dikehendaki Sang Pemilik Rezeki.
Maka, biasanya penghargaan kepada kami diberikan bukan karena apa yang kami raih, tapi karena apa yang telah kami jalani. Seringkali kami diberikan hadiah setelah ujian selesai, padahal hasil ujian tersebut belum keluar. Kata mereka, “Hadiah karena kalian sudah belajar dan berdoa sungguh-­‐sungguh.” Begitulah orang tua saya mendidik para anak mereka. Penanaman nilai tersebut begitu terpatri di dalam diri saya, dan saya akan terus berusaha untuk memenuhi amanah ini.

Alhamdulillah... Penghargaan yang baru saya terima ini saya dapatkan melalui proses yang Insya Allah jujur dan sungguh-­‐sungguh. Terasa berat memang saat dijalaninya, tapi selalu saja ada pertolongan dari-­‐Nya dari jalan yang tidak disangka-­‐sangka. Saya belajar, membaca buku, membaca jurnal, diskusi kelompok dengan teman-­‐teman, sampai pulang ke Indonesia hanya demi mempelajari materi yang tidak saya paham kepada seorang guru di Bogor yang memiliki pemahaman baik atas materi kuliah yang saya anggap susah. Dan kesemuanya itu didukung oleh kedua orang tua saya. Mereka menyemangati, memotivasi, dan mendorong saya untuk terus belajar sekuat tenaga agar memiliki ilmu yang bermanfaat.

Membawa Nama Indonesia

Penghargaan kemarin pun terasa lain karena saya membawa nama Indonesia. Penerima penghargaan berasal dari berbagai negara seperti Malaysia, Palestina, India, Bangladesh, Cina, Somalia, dan sebagainya. Ketika nama saya dipanggil, “Qurroh Ayuniyyah from Indonesia”, di layar besar pun terpampang tulisan “INDONESIA”. Saat rektor menyalami dan memberikan penghargaan, beliau berkata, “Oh... So you are from Indonesia? So great. Keep up with the good work.” Ada rasa haru dan bangga menyeruak dalam hati saya pada saat itu. Meski mungkin tidak terlalu banyak memberikan arti menurut sebagian orang, tapi membawa nama Indonesia di hadapan mahasiswa dan orang tua dari berbagai negara sangat berarti bagi saya. Semoga kelak akan ada kesempatan lagi bagi saya membawa nama Indonesia di dunia internasional dan memberikan manfaat nyata bagi negara ini. Aamiin... 

Kumpulan Foto saat Wisuda



Bersama Mamah, Papah, Kak Sumayyah, Ibu Kak Sumayyah setelah wisuda


Bersama Kak Sumayyah, sahabat selama S2

No comments:

Post a Comment