Saturday, 22 March 2014

Pernikahan (Part 2)


Gimana-gimana?
Masih mau denger kisah pernikahan saya? Mau ya… Please mau donk… *narik-narik ujung baju. Hehehehe…

Yup. Jadi setelah bertukar CV, saya pun melanjutkan proses taaruf saya ini dengan pertemuan langsung dengan suami saya sekarang. Tempatnya adalah di rumah guru ngaji saya. Beliau pun didampingi guru ngajinya.

Pertemuan Pertama dalam Forum Bersejarah

Hehehehe… Judulnya… >.<
Jadi, di kampus, saya jarang ketemu beliau. Karena memang jurusan kami berbeda. Saya jurusan ekonomi, beliau jurusan Fiqih (Syariah). Beliau pagi-sore kerja, sore-malem kuliah. Jadi saya curiga sepertinya beliau jatuh cinta pada pandangan pertama sama saya pada pertemuan kami yang amat jarang itu. Ataukah radar saya yang terlalu kuat sehingga narik-narik radarnya beliau? *kemudian semuanya muntah berjamaah. Hehehe… Bercanda ^_^v

Akhirnya ditentukanlah waktu pertemuan kami. Saya ingat, paginya saya diberi amanah untuk menjadi MC di acara seminar kampus. Saat jadi MC, saya udah ga konsen karena fokus saya ada pada acara penting siang nanti.

Tujuan pertemuan langsung kedua belah pihak adalah untuk mengkonfirmasi isi CV, menanyakan hal-hal yang tidak dicantumkan di dalam CV, dan untuk menguatkan keputusan. Karena dari pertemuan tersebut kita bisa tau hati kita sreg ga sih sama calon pasangan kita. Well, our heart cannot lie.

Saya ingat. Hari itu hari Minggu tanggal 10 Maret 2013.
Jam 3 sore pun ditentapkan sebagai waktu pertemuan kami.
Jam 2.30 saya sampai di rumah guru ngaji saya. Saya ingin curhat dulu sebentar sama guru ngaji saya. Wajar lah perempuan, pasti perlu curhat.
Sebenarnya saya bukan curhat sih, saya ingin bertanya ke beliau apakah pertanyaan-pertanyaan yang akan saya ajukan nanti boleh apa engga? Sekitar 10 pertanyaan yang saya siapkan. Kata guru saya, “Qorry, justru saat ini adalah kesempatan kamu untuk lebih mengenal siapa dia. Manfaatkan kesempatan ini. Tanyakan saja semuanya, jangan ragu-ragu.” #okesip

Gak lama, pintu rumah guru ngaji saya pun diketuk.
Datanglah ia. Memakai kemeja putih, celana hitam. Adem sih liatnya. Rasa #nyes gitu dalam hati. Hehehe.. Saya tetiba deg-degan. Haduh… Gimana ini?
Tidaaaaakkkkk…. *lebay :D

Beberapa menit kemudian pun, guru ngaji beliau pun yang merupakan dosen di Madinah International University, Shah Alam, datang bersama istri dan anaknya yang masih kecil. Oh ya, suami guru ngaji saya dan anaknya yang masih kecil pun ada di rumah tersebut. Jadi, total kami berdelapan berada di dalam ruangan tersebut.

Btw… Kok adegan ini mirip di scene Ayat-Ayat Cinta ya? Hehehehe… *tiba-tiba ngerasa kaya Aisyah dan Fahri.

Sekitar pukul 3 acara pun dimulai. Yang memimpin jalannya sidang, eh kok sidang… hehehe… maksudnya diskusi adalah guru ngaji beliau. Acara pun dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Quran. Ini serius. Kata Ustadnya agar lebih berkah pertemuan saat itu.

Mulailah kami yang saling berdiskusi. (Calon) Suami memulai dengan memaparkan tentang dirinya sekali lagi. Kemudian, setelah beliau selesai berbicara, saya diberikan kesempatan untuk bertanya. Cukup banyak yang saya tanyakan, misalnya, “Ingin istri berada di rumah atau boleh berkarier?”, “Bagaimana cara mendidik anak?”, “Kakak orangnya sabar ga?” dan masih banyak pertanyaan (yang menurut saya) penting lainnya. (Calon) Suami pun menjawab satu per satu pertanyaan yang saya ajukan. Hmm… So far jawabannya bikin saya tenang. Hehehe…

Lalu giliran saya yang ditanya. Saya udah siapin mental mau ditanya-tanya ini itu. Eh ternyata, pertanyaan dari beliau cuma, “Apakah Qorry mau menerima saya apa adanya?” #Doeng! Hihi… Entah karena beliau memang tidak neko-neko, atau karena udah percaya, atau karena apa, tidak ada pertanyaan lain yang diajukan.

Sesi diskusi pun selesai. Ustad kemudian mengambil alih kendali diskusi. Kata beliau, “Alhamdulillah… Diskusi antara Hambari dan Qorry  sudah selesai. Sekarang saya ingin menanyakan apakah proses ini mau dilanjutkan ke tahap khitbah dan pernikahan? Bisa diutarakan saat ini, ataupun bisa meminta waktu untuk berpikir.”

(Calon) Suami pun diminta untuk menjawab terlebih dahulu. “Saya sudah mantap, Ustad. Insya Allah saya siap lanjutkan proses ini.” katanya. Mantap. Gak ragu-ragu. Wuih… Boleh juga keyakinannnya.

Kalau saya? Saya jawab, “Ustad, tapi saya belum yakin, saya masih harus berpikir lagi. Satu minggu insya Allah paling lambat saya berikan keputusan.”

“Baik, insya Allah, dalam satu minggu kita akan mendapatkan keputusan apakah proses ini berlanjut atau tidak. Jika berlanjut, maka tugas kami sebagai mediator untuk memperkenalkan cukup sampai di sini. Libatkan keluarga untuk proses selanjutnya, yaitu lamaran dan pernikahan. Kami doakan yang terbaik.” kata Ustadz.

Begitulah. Proses pertemuan saya dengan (calon) suami berjalan lancar, Alhamdulillah. Saya dapatkan beberapa gambaran lebih jelas tentang dirinya. Tapi satu hal yang begitu terekam dalam ingatan saya, bahwa dia begitu yakin untuk menikahi saya. Satu point plus buat beliau.

*to be continued

No comments:

Post a Comment