Gimana-gimana?
Masih mau denger kisah pernikahan saya? Mau ya… Please mau donk… *narik-narik ujung baju. Hehehehe…
Masih mau denger kisah pernikahan saya? Mau ya… Please mau donk… *narik-narik ujung baju. Hehehehe…
Yup. Jadi setelah bertukar CV, saya pun melanjutkan proses
taaruf saya ini dengan pertemuan langsung dengan suami saya sekarang. Tempatnya
adalah di rumah guru ngaji saya. Beliau pun didampingi guru ngajinya.
Pertemuan Pertama
dalam Forum Bersejarah
Hehehehe… Judulnya… >.<
Jadi, di kampus, saya jarang ketemu beliau. Karena memang
jurusan kami berbeda. Saya jurusan ekonomi, beliau jurusan Fiqih (Syariah). Beliau
pagi-sore kerja, sore-malem kuliah. Jadi saya curiga sepertinya beliau jatuh
cinta pada pandangan pertama sama saya pada pertemuan kami yang amat jarang
itu. Ataukah radar saya yang terlalu kuat sehingga narik-narik radarnya beliau?
*kemudian semuanya muntah berjamaah. Hehehe… Bercanda ^_^v
Akhirnya ditentukanlah waktu pertemuan kami. Saya ingat,
paginya saya diberi amanah untuk menjadi MC di acara seminar kampus. Saat jadi
MC, saya udah ga konsen karena fokus saya ada pada acara penting siang nanti.
Tujuan pertemuan langsung kedua belah pihak adalah untuk
mengkonfirmasi isi CV, menanyakan hal-hal yang tidak dicantumkan di dalam CV,
dan untuk menguatkan keputusan. Karena dari pertemuan tersebut kita bisa tau
hati kita sreg ga sih sama calon pasangan kita. Well, our heart cannot lie.
Saya ingat. Hari itu hari Minggu tanggal 10 Maret 2013.
Jam 3 sore pun ditentapkan sebagai waktu pertemuan kami.
Jam 2.30 saya sampai di rumah guru ngaji saya. Saya ingin
curhat dulu sebentar sama guru ngaji saya. Wajar lah perempuan, pasti perlu
curhat.
Sebenarnya saya bukan curhat sih, saya ingin bertanya ke
beliau apakah pertanyaan-pertanyaan yang akan saya ajukan nanti boleh apa
engga? Sekitar 10 pertanyaan yang saya siapkan. Kata guru saya, “Qorry, justru
saat ini adalah kesempatan kamu untuk lebih mengenal siapa dia. Manfaatkan
kesempatan ini. Tanyakan saja semuanya, jangan ragu-ragu.” #okesip
Gak lama, pintu rumah guru ngaji saya pun diketuk.
Datanglah ia. Memakai kemeja putih, celana hitam. Adem sih
liatnya. Rasa #nyes gitu dalam hati. Hehehe.. Saya tetiba deg-degan. Haduh…
Gimana ini?
Tidaaaaakkkkk…. *lebay :D
Beberapa menit kemudian pun, guru ngaji beliau pun yang
merupakan dosen di Madinah International University, Shah Alam, datang bersama
istri dan anaknya yang masih kecil. Oh ya, suami guru ngaji saya dan anaknya
yang masih kecil pun ada di rumah tersebut. Jadi, total kami berdelapan berada
di dalam ruangan tersebut.
Btw… Kok adegan ini mirip di scene Ayat-Ayat Cinta ya?
Hehehehe… *tiba-tiba ngerasa kaya Aisyah dan Fahri.
Sekitar pukul 3 acara pun dimulai. Yang memimpin jalannya
sidang, eh kok sidang… hehehe… maksudnya diskusi adalah guru ngaji beliau.
Acara pun dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Quran. Ini serius. Kata
Ustadnya agar lebih berkah pertemuan saat itu.
Mulailah kami yang saling berdiskusi. (Calon) Suami memulai
dengan memaparkan tentang dirinya sekali lagi. Kemudian, setelah beliau selesai
berbicara, saya diberikan kesempatan untuk bertanya. Cukup banyak yang saya
tanyakan, misalnya, “Ingin istri berada di rumah atau boleh berkarier?”,
“Bagaimana cara mendidik anak?”, “Kakak orangnya sabar ga?” dan masih banyak
pertanyaan (yang menurut saya) penting lainnya. (Calon) Suami pun menjawab satu
per satu pertanyaan yang saya ajukan. Hmm… So far jawabannya bikin saya tenang.
Hehehe…
Lalu giliran saya yang ditanya. Saya udah siapin mental mau
ditanya-tanya ini itu. Eh ternyata, pertanyaan dari beliau cuma, “Apakah Qorry mau menerima saya apa adanya?”
#Doeng! Hihi… Entah karena beliau memang tidak neko-neko, atau karena udah
percaya, atau karena apa, tidak ada pertanyaan lain yang diajukan.
Sesi diskusi pun selesai. Ustad kemudian mengambil alih
kendali diskusi. Kata beliau, “Alhamdulillah… Diskusi antara Hambari dan
Qorry sudah selesai. Sekarang saya ingin
menanyakan apakah proses ini mau dilanjutkan ke tahap khitbah dan pernikahan?
Bisa diutarakan saat ini, ataupun bisa meminta waktu untuk berpikir.”
(Calon) Suami pun diminta untuk menjawab terlebih dahulu. “Saya sudah mantap, Ustad. Insya Allah saya
siap lanjutkan proses ini.” katanya. Mantap. Gak ragu-ragu. Wuih… Boleh
juga keyakinannnya.
Kalau saya? Saya jawab, “Ustad, tapi saya belum yakin, saya
masih harus berpikir lagi. Satu minggu insya Allah paling lambat saya berikan
keputusan.”
“Baik, insya Allah, dalam satu minggu kita akan mendapatkan
keputusan apakah proses ini berlanjut atau tidak. Jika berlanjut, maka tugas
kami sebagai mediator untuk memperkenalkan cukup sampai di sini. Libatkan
keluarga untuk proses selanjutnya, yaitu lamaran dan pernikahan. Kami doakan
yang terbaik.” kata Ustadz.
Begitulah. Proses pertemuan saya dengan (calon) suami
berjalan lancar, Alhamdulillah. Saya dapatkan beberapa gambaran lebih jelas
tentang dirinya. Tapi satu hal yang begitu terekam dalam ingatan saya, bahwa
dia begitu yakin untuk menikahi saya. Satu point plus buat beliau.
*to be continued
No comments:
Post a Comment