Pertemuan dengan
Keluarga di bulan April
Bulan April pun datang. Keluarga saya dari Bogor pun tiba.
Saya menjemput mereka di KLIA. Bahagia rasanya dikunjungi
keluarga lengkap, ditambah tiga keponakan yang cantik dan shalihah.
Kak Hambari diminta untuk datang ke hotel tempat kami
menginap, Pacific Regency Hotel, tepat seberang KL Tower. *bukan promosi, tapi
kami puas deh sama pelayanan hotelnya. Ternyata beliau datang on time, bahkan
before time. Biar ga deg-degan kali ya? Hehehe… Oia… Koordinasi dan komunikasi
dengan Ka Hambari dilakukan oleh A Irfan. Jadi A Irfan yang menghubungkan pihak
keluarga saya dengannya.
Saat keluarga pergi menemui (calon) suami, saya diminta
Papah untuk tetap di kamar hotel. Saya sih nurut aja. Toh kan sekarang it’s their turn to get know about him
directly, not mine anymore. Saya hanya berdoa dari dalam kamar, semoga
diberikan yang terbaik. Jika keluarga saya sreg, saya semakin mantap dengan
keputusan saya ini. Jika sebaliknya, tentu saja ini menjadi pertimbangan besar buat
saya.
Kira-kira satu hingga dua jam mereka berbincang. Lama juga…
Akhirnya semua keluarga saya pun kembali ke kamar. Apa
reaksi mereka?
A Irfan, “Kalau gw setuju dari awal. Bagus ko…” *yayayaya…
A Iman, “Gw cocok qor. Tinggi dan ganteng lagi…” *pegangin
idung suami biar ga terbang ;P
A Imad, “Qor, keliatannya ikhwan banget. Nanti ngomongnya
“Ana tsiqoh ke antum.” lagi..” *hahahaha ini bikin ngakak banget.
Teh Okty, “Ya gw mah oke oke aja Qor. Gw malah di pojokan
foto-foto sama Amira dan A Ipunk.” *okelah >.<
Kalau para kakak ipar sih senada dengan kakak-kakak saya.
Intinya semua menilai positif. Oia maaf ya, saya dan kakak-kakak saya memang
membahasakan “gw” untuk memanggil diri kami masing-masing. Tapi kami saling
mencintai dan menghormati kooo ;)
Lalu bagaimana dengan Papah dan Mamah?
Kata Papah, “Insya Allah Papah setuju. Papah minta
keluarganya resmi datang melamar ke Bogor.”
Kata Mamah, “De… Orangnya pede banget ya. Pas di awal
langsung bilang ke Papah kalau dia mau melamar kamu…” *oalah Kakakkkkkk…. Meuni
to the point banget :p
Begitulah… Akhirnya disimpulkan bahwa keluarga termasuk tiga
keponakan lucu menerima Kak Hambari sebagai calon suami saya. Lalu direncanakan
bulan Juni pun keluarganya atau perwakilannya akan datang melamar saya secara
resmi ke Bogor.
Khitbah
Tanggal 10 Juni 2013, Kak Hambari pun datang bersama kakak
pertamanya, Kak Hanafi sebagai perwakilan kedua orang tuanya yang tidak dapat
datang ke Bogor dikarenakan jarak Selat Pajang – Bogor bukanlah jarak yang
dekat. Butuh perjuangan besar untuk sampai ke Bogor ini. Inilah yang saya sukai
darinya. Beliau menunjukkan keseriusannya dari sejak pertama kali kami melakukan
proses ini. Alhamdulillah…
Kira-kira jam 10 pagi hingga dzuhur Kak Hambari dan Kak
Hanafi bertamu ke rumah sederhana kami di UIKA untuk melamar saya.
Alhamdulillah semuanya berjalan lancar, tidak ada satu kekurangan apapun juga. Mulai
hari itu saya resmi menjadi calon istri seseorang. No man can ask me anymore related my status. I am single but
unavailable. Maaf Anda belum beruntung ;P Hehehehe…
Oia… Selama proses taaruf hingga khitbah ini, sengaja kami
rahasiakan dari khalayak umum. Bukan apa-apa, selain karena agama mengajarkan untuk
merahasiakan khitbah dan mengumumkan walimah, juga agar kami dapat saling
menjaga kehormatan masing-masing. Jika di pertengahan jalan gagal
(naudzubillah) dalam proses ini, maka izzah
dan perasaan masing-masing insya Allah akan lebih terjaga. Jadi, proses ini
pun hanya diketahui keluarga dan sahabat terdekat saja.
Saling Menjaga Diri
dan Menjaga Hati
Selama proses menuju pernikahan, kami sama-sama berusaha untuk
saling menjaga hati kami masing-masing. Tidak ada komunikasi secara langsung yang
kami lakukan. Jika pun ada, yang dibahas pun hanya masalah koordinasi menjelang
hari pernikahan. Hal itu pun diketahui oleh pihak lain, seperti orang tua atau
para kakak. Misalnya, jika saya perlu untuk email beliau, pasti email tersebut saya
cc-kan ke A Irfan sebagai pemantau isi komunikasi kami. Intinya kami tidak
boleh lengah. Meski sudah pada tahap khitbah, tapi bukan berarti hubungan kami sudah
halal. Jadi kami berusaha menjaga itu semua.
Komunikasi yang kami jalani terutama lewat doa. Saya tiada
henti-hentinya berdoa agar Allah terus meridhoi segala langkah kami. Karena
tanpa ridho-Nya, maka sia-sialah semuanya.
Sempat Kak Hambari datang ke Bogor dua kali setelah
pelamaran. Pertama untuk diukur baju untuk walimah. Kedua untuk mengambil
undangan pernikahan. Malah yang kali kedua beliau ke Bogor, kami tidak berjumpa
karena saya menemani kedua orang tua saya dinas ke Tegal. Sehingga Kak Hambari
hanya bertemu A Ipunk saja. *Sabar ya ka ;P
Nasihat Papah dan
Mamah
Kesempatan pertemuan lainnya adalah saat saya diwisuda bulan
November. Papah ingin bertemu dengan Kak Hambari dan saya di satu tempat
bersama-sama untuk diberikan nasihat prapernikahan. Hal ini memang menjadi
kebiasan Papah sejak proses pernikahan kakak saya yang pertama. Pasti calon
pasangan dipanggil ke rumah untuk diberikan nasihat bersama-sama dengan kakak-kakak
saya.
Akhirnya Kak Hambari datang ke hotel tempat kami menginap,
Royale Chulan Hotel. Kami pun mengambil spot di café hotel. Posisi duduknya:
Mamah, saya, Papah, lalu Kak Hambari. Meskipun Papah memberikan nasihat, tapi
dibungkus dengan suasana yang santai dan nyaman.
Nasihat-nasihat Papah antara lain sebagai berikut.
“Pernikahan harus
dilandasi dengan agama. Karena itu adalah satu-satunya pegangan hidup. Hiasi
rumah tangga dengan banyak-banyak bersujud kepada Allah. Terangi malam-malam
dengan shalat tahajjud. Ramaikan rumah dengan bacaan Al-Quran karena rumah yang
sering dibacakan Al-Quran akan diberkahi oleh Allah. Percayalah, masalah apapun
akan ada penyelesaiannya.”
“Antara suami dan
istri harus saling menjaga dan mendukung dalam kebaikan. Misalnya istri tidak
menghalang-halangi jika suami ingin berbuat baik kepada keluarganya, pun suami
tidak boleh melarang jika istri ingin berbuat baik kepada keluarganya juga. Percayalah,
sifat dermawan justru akan melapangkan kehidupan kita.”
“Selain itu, pastikan bahwa
rezeki yang didapat adalah rezeki yang halal. Itu yang menjadi sumber kebaikan
ataukah keburukan bagi rumah tangga. Pastikan apa yang dimakan oleh anak dan
istri bersumber dari yang Allah ridhoi.”
“Jangan ditunda-tunda
untuk punya keturunan, karena salah satu tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan
anak yang sholeh dan sholehah.”
“Hambari jangan pernah
berhenti untuk menuntut ilmu. Karena tantangan dakwah di Indonesia semakin
besar. Insya Allah Allah akan berikan ilmu yang bermanfaat.”
Banyak lagi nasihat dari Papah yang kesemuanya itu amat
bermanfaat buat kami kelak. Mamah pun turut berikan nasihat.
“Mamah ingin tenang
melepaskan Qorry ke tangan Hambari. Saling menerima aja atas kekurangan
masing-masing, karena ga ada yang sempurna. Misalnya, Hambari tolong maklum sama
Qorry. Qorry belum bisa masak. Salah Mamah sih yang ga ngajarin Qorry masak. Qorry
juga anak terakhir, jadi suka ogo (manja). Tapi Qorry bisa kok kalau beresin
rumah. Sayangi Qorry ya…” *Di sini justru air mata saya tiba-tiba jatuh
mengalir…
Alhamdulillah… Kurang lebih satu jam lamanya kami bertemu
dan saling bertukar cerita. Tentang rencana-rencana kami. Tentang impian kami.
Semuanya. Tak lupa Papah dan Mamah pun menceritakan pengalaman-pengalaman hidup
mereka yang penuh dengan pelajaran.
*to be continued
hehe beda ya nasihat ayah n ibu pada umumnya ^_^
ReplyDelete