Monday, 29 October 2012

Comfort Zone


Assalamualaikum sahabat...
Saya sering mendengar pernyataan dari beberapa orang motivator bahwa untuk menjadi seorang pribadi yang sukses, kita harus mampu keluar dari zona nyaman hidup kita, atau istilah kerennya 'comfort zone' :D
Kata mereka, kalau kita tetap berada di dalam zona nyaman tersebut, maka akan ada kecenderungan kita menjadi seseorang yang statis, gak berkembang, 'gitu-gitu aja', dan semua istilah yang menggambarkan stagnansi di dalam hidup kita. Padahal kita tau bahwa hidup begitu dinamis, berubah setiap saat. Jika kita tidak mampu mengejar perubahan yang terjadi, maka kita akan menjadi pihak yang ketinggalan. Ibaratnya, yang lain sudah berlari, kita malah asik berjalan lambat, bahkan bisa jadi kita gak move on alias jalan di tempat.

Well... Sebenarnya saya punya pendapat lain terkait hal ini.
Mungkin istilah 'comfort zone' ini multitafsir dan sifatnya subjektif, sehingga berbeda orang akan memiliki pemahaman yang berbeda pula.
Menurut pemahaman saya, zona nyaman merupakan area di dalam diri kita yang membuat apa yang kita lakukan itu terasa nyaman, terasa baik, dan terasa positif.
Jadi jika mengikuti penafsiran saya tentang zona nyaman ini, justru kita seharusnya selalu berada di zona nyaman dalam diri kita. Kenapa? Karena setiap apa yang kita lakukan, dengan berbagai macam tantangan yang ada, kita akan selalu merasa nyaman melakukannya. Justru rasa nyaman dalam melakukan sesuatu di dalam hidup kita merupakan sebuah keniscayaan.

Saya ambil contoh seorang bisnisman pemilik frenchise Roti John, yang bernama Hafidz Suradiharja. Saya pernah menonton kisahnya beberapa waktu yang lalu di salah satu stasiun televisi swasta. Hafidz ini kalau gak salah salah satu pemenang ajang kompetisi Wirausaha Bank Mandiri. Ternyata untuk menjadi sesukses sekarang, dia sempat mengalami beberapa kegagalan dulu. Namun dengan tekad kuat dan kreatifitas yang terus berkembang, akhirnya usaha Roti John ini berkembang pesat dan sekarang sudah memiliki puluhan outlet yang tersebar di Indonesia.

Ada satu statement menarik yang dia sampaikan. "Saat gagal, saya gak menyerah, saya tetap berusaha. Ibaratnya saya sudah kecemplung di dunia bisnis ini, daripada mencoba keluar dari lautan bisnis ini, lebih baik sekalian aja berenang. Toh dua-duanya sama-sama basah."

Lalu dia menceritakan kisah awal dia berbisnis. Dan dia mengatakan bahwa dia menemukan keasikan tersendiri dalam menggeluti usaha ini. Dia bilang dia enjoy di dunia bisnis ini. Bisa saya hubungkan bahwa ada kenyamanan dalam dirinya untuk tetap melakukan usahanya, meski banyak aral melintang di hadapan. itulah yang akan membuat seseorang terus berusaha, terus berjuang...

Nah... The point that i wanna share is that the comfortable feeling in doing something is necessary, although it is not sufficient enough (i am sure there are  more other factors). Kenyamanan saat melakukan apapun justru dibutuhkan. Artinya kita selalu bersikap positif di dalam memandang kehidupan ini. Kita enjoy melakukan apapun yang menjadi usaha pencapaian cita-cita kita. Jika sudah enjoy, maka kita akan menjadi pribadi yang penuh rasa syukur, penuh rasa sabar di dalam proses ini. Sabar di sini maksudnya adalah tahan uji, gak bermental lemah, dan gak cepet putus asa dalam berusaha. Bukankah syukur dan sabar adalah kunci kebahagiaan di dalam hidup kita?

Tentunya, Syukur dan sabar ini akan sempurna saat kita lengkapi dengan tawakkal kepada Allah, alias pemasrahan segala hasilnya setelah doa dan usaha yang maksimal kita lakukan.

Banyak orang stress dalam meraih cita-citanya, bisa jadi karena dia gak enjoy dalam proses pencapaiannya. Bisa jadi karena dia belum menemukan kenyamanan dalam dirinya untuk merealisasikan mimpinya.

Jadi, berada di dalam zona nyaman menurut saya justru dibutuhkan bagi kita untuk mengembangkan diri kita, untuk membuat perbaikan di dalam diri kita, untuk terus mengevaluasi diri kita sehingga kita tau apa yang mesti dipertahankan, ditambah, diperbaiki, atau bahkan dihilangkan dari cara-cara kita meraih impian kita.

Yang harus dihindarkan adalah 'no progress zone'. Artinya, diri kita gak berkembang. Gak ada perubahan ke arah yang lebih baik setiap saatnya. Istilah inilah yang mungkin tepat untuk menggambarkan bahwa tiada sukses bagi orang yang tetap berada di dalam 'no progress zone' di dalam hidupnya.
Jadi bukannya malah menghilangkan rasa nyaman, tapi yang harus dihindari adalah saat diri kita tidak memiliki progress, tidak berusaha untuk berkembang, tidak menchallenge diri kita untuk menjadi lebih baik lagi.

So... Do you still wanna be in your comfort zone? :D

Friday, 26 October 2012

Dimensi Ekonomi Qurban (oleh Irfan Syauqi Beik)

Assalamualaikum sahabat...

Selamat hari raya Idul Adha 1433 H. Semoga kita dapat meneladani keluarga Nabi Ibrahim as sehingga kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Amin..

Oia.. Berikut saya akan share tulisan dari Irfan Syauqi Beik tentang implikasi ekonomi dari ibadah qurban yang kita lakukan tanggal 10-13 Dzulhijjah ini. Tulisan beliau bagus, menambah pengetahuan kita bahwa ibadah yang kita lakukan ini pasti memiliki manfaat yang sifatnya sosial (horizontal dengan sesama manusia). Semoga bermanfaat :)



Dimensi Ekonomi Qurban

Dr Irfan Syauqi Beik
Ketua Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB

Salah satu karakteristik ibadah dalam ajaran Islam adalah setiap ibadah pasti memiliki sisi sosial ekonomi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga, manfaat suatu ibadah, bukan hanya dirasakan dalam konteks hubungan vertikal seorang hamba dengan Allah SWT, namun juga memiliki implikasi secara horizontal dengan sesama manusia. Beberapa ibadah bahkan memberi dampak ekonomi secara langsung (direct effect). Sebagai contoh adalah zakat dan ibadah haji, dimana pelaksanaan kedua ibadah tersebut secara langsung dapat menstimulasi kegiatan ekonomi dan bisnis masyarakat, mulai dari pemberian akses permodalan berbasis zakat produktif kepada kaum dhuafa untuk memulai usaha mereka, hingga industri transportasi, jasa komunikasi dan jasa layanan catering kepada jemaah haji.
Contoh ibadah lain, yang juga sangat istimewa, karena dilaksanakan pada hari yang sangat spesial, adalah ibadah qurban. Qurban adalah suatu ibadah yang sangat dicintai oleh Allah SWT, yang dilaksanakan mulai tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah. Secara spiritual, semangat berqurban mencerminkan ketundukan dan keridhoan terhadap segala ketentuan-Nya. Diharapkan, dampak dari ibadah qurban ini akan melahirkan pribadi yang memiliki komitmen dan semangat untuk mengorbankan segala yang dimiliki, demi tegaknya kalimat Allah di muka bumi. Qurban merupakan salah satu jalan untuk meraih predikat taqwa, dan merupakan bentuk dari rasa syukur terhadap nikmat yang telah Allah berikan (QS 108 : 1-2).

Aspek ekonomi
Secara ekonomi, pelaksanaan ibadah qurban ini juga memiliki empat implikasi. Pertama, dari sisi demand dan supply. Pada sisi permintaan, ibadah qurban ini menjamin adanya permintaan terhadap hewan qurban, baik kambing/domba maupun sapi/kerbau. Bahkan permintaan ini memiliki kecenderungan untuk meningkat dari waktu ke waktu, seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan, serta peningkatan kesadaran masyarakat untuk menunaikan ibadah ini. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan RI Syukur Iwantoro menyatakan bahwa kenaikan permintaan hewan qurban pada tahun 1433 H ini bervariasi. Khusus wilayah Jabodetabek, kenaikan ini mencapai angka 10-15 persen.
Kondisi permintaan yang seperti ini memberikan sinyal kepada kita untuk melakukan penataan dari sisi supply. Sisi penawaran ini harus bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk menggerakkan roda perekonomian masyarakat, terutama industri peternakan rakyat, yang notabene termasuk ke dalam kategori UMKM. Pertanyaannya sekarang, siapa yang lebih menikmati kenaikan penjualan domba dan sapi selama ini? Inilah tantangan besar bagi umat ini, bagaimana caranya agar penjualan domba dan sapi ini lebih banyak dinikmati oleh umat.
Kedua, dari sisi ketahanan ekonomi. Ibadah qurban ini bisa menjadi instrumen untuk menjaga keseimbangan perekonomian domestik dalam menghadapi tekanan krisis global. Tentu saja dengan catatan bahwa hewan qurban tersebut merupakan hasil produksi dalam negeri. Jika pasokan hewan qurban tersebut berasal dari impor, maka yang akan menikmati adalah perekonomian negara eksportir hewan qurban. Permintaan domestik yang tinggi, akan sangat menguntungkan negara mereka, seperti Australia yang menjadi eksportir sapi terbesar ke tanah air. Oleh karena itu, perlu dipikirkan secara lebih serius, bagaimana caranya meningkatkan produksi dalam negeri, sehingga pengadaan hewan qurban ini bisa dipenuhi oleh para peternak lokal.
Salah satunya adalah dengan membangun dan mengembangkan sentra industri peternakan rakyat. Beberapa upaya lembaga zakat, baik BAZNAS dan LAZ, untuk membangun sentra usaha ternak yang dikelola oleh kaum dhuafa, perlu didukung. Keberadaan sentra-sentra ini harus diperbanyak, dan kelompok masyarakat calon pequrban perlu didorong untuk membeli dari ternak usaha rakyat tersebut. Jika usaha membangun sentra peternakan rakyat ini mengalami kendala permodalan, maka perbankan syariah dapat ikut terlibat dalam pembiayaannya. Untuk itu, inovasi model bisnis yang menguntungkan semua pihak perlu diciptakan.  
Ketiga,  qurban dapat membantu memperkuat ketahanan pangan nasional, dimana kelompok dhuafa mendapatkan tambahan pasokan daging yang siap dikonsumsi. Meskipun sifatnya sangat temporer, tapi paling tidak, qurban ini diharapkan dapat meningkatkan konsumsi daging per kapita masyarakat, yang saat ini baru mencapai angka tujuh kilogram per kapita per tahun. Masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi daging warga Malaysia yang mencapai angka 44 kg per kapita per tahun. Rendahnya konsumsi daging ini antara lain disebabkan oleh banyaknya jumlah warga yang tidak memiliki kemampuan untuk membeli daging. Dengan qurban, minimal mereka memiliki kesempatan untuk mengkonsumsi daging. Keempat, qurban dapat meningkatkan produktivitas perekonomian. Semangat berqurban akan melahirkan pribadi-pribadi yang produktif. Jika tidak produktif, maka seseorang tidak mungkin memiliki kemampuan untuk  berqurban. Produktivitas individu dan masyarakat merupakan modal sosial yang sangat berharga dalam upaya membangun peradaban ekonomi syariah. Wallahu a’lam.

Saturday, 29 September 2012

Tulisan Tere Liye tentang "Perasaan"

Assalamualaikum sahabat...

I have subscribed my self as one of fans of Tere Liye's book, after reading 6 of his novels.
Later on I will a little bit tell you why I love his writing so much.. :)

I found his fan page on Facebook here: https://www.facebook.com/darwistereliye
And directly I scroll his page... You know... I read lots of great feeling of him.. It is just easily seen from the way he chooses words.. And the way he expresses what inside his mind really inspires me a lot. He does really make me breathless.

Okay friends, here I post Tere Liye's note about hmmm... some love stuffs. But he explained it in a simple way. Trust me, you're gonna like it :)

Urusan perasaan, perasaan, dan perasaan (By Tere Liye)

Saya akhirnya menulis tentang ini, sebenarnya akan lebih baik jika kalian berproses menemukan pemahaman ini, proses yg kelok-kelok, terjaga, penuh kehormatan, selamat tiba di ujungnya. Itu akan lebih spesial, membekas, lantas mengenang semuanya sambil tertawa, ah, dulu ternyata semua itu lucu ya.

Tapi baiklah, karena page sy ini persentase anggota remaja

hingga usia 22-nya tinggi sekali, dan jika sy tdk hati2, malah bisa salah paham, ada yg seolah2 mendapatkan pembenaran, maka akan sy rangkum beberapa poin penting urusan perasaan menurut versi tere liye (yg akan kalian jumpai paralel konsepnya dgn di novel, buku2).

1. Jatuh cinta itu manusiawi. Urusan perasaan, urusan membolak-balik hati itu adalah milik Allah. Boleh jatuh cinta? Ya boleh, tidak ada ulama dari mazhab manapun yg melarang jatuh cinta lawan jenis, mengharamkannya. Apalagi, duhai, seperti terjatuh, kita tdk pernah tahu kapan jatuh cinta itu terjadi. Tiba2 perasaan itu sudah mekar tak berbilang.

2. Lantas, kalau kalian jatuh cinta, so what? Nah, ini bagian yg menariknya. Kalian mau menyatakan perasaan itu? Lantas so what? Kalian mau dekat2 dgn seseorang itu? Kalian mau telpon2an, tahu dia sedang apa, apakah bisulnya sudah sembuh, apakah panunya tidak melebar, apakah konstipasinya sudah hilang, sudah bisa ke belakang? Kebanyakan di usia remaja, hingga 20-an something, lantas kemudiannya ini yg tidak jelas. Pacaran? Tidak pacaran? Langsung menikah?

3. Ketahuilah, kita hidup dalam norma2, nilai2, batasan2 yg harus dihormati. Kecuali kalau kalian menolak norma2, nilai2, batasan2 tersebut, silahkan (dan berhenti sudah meneruskan membaca notes ini, karena kalian sudah tdk se-zona waktu lg dgn tulisan ini). Itu benar, memiliki perasaan itu kadang serba salah, makan tak enak, tidur tak enak. Itu benar, ada keinginan utk tahu apakah seseorang itu balik menyukai, keinginan utk bilang, cemas nanti dia digaet orang. Tapi kalau hanya ini argumen kalian, oh dear, orang2 sakau, ngobat, lebih tersiksa lagi saat dipisahkan dr hobinya tersebut. Mereka bisa mencakar2, bahkan melukai diri sendiri hingga begitu mengenaskan dan (maaf) is dead. Sy rasa, seingin apapun kalian jumpa dia, paling cuma nangis, tidak akan mati. Itulah kenapa hidup kita ini punya peraturan, agar semua orang bisa punya pegangan, selamat dr merusak dirinya sendiri. Sy tdk akan menggunakan dalil2 agama dalam notes ini--karena orang2 yg pacaran, kadang risih mendengarnya. Jadi kita sama2 kuat, sy pakai logika kalian sj.

4. Tapi saya harus bilang agar lega, bagaimana dong? Ya silahkan saja kalau mau bilang. Tapi camkan ini baik2, cinta sejati adalah melepaskan. Catat itu baik2, tanyakan pd pujangga kelas dunia, hingga pujangga amatiran narsis tere liye, semua bersepakat, cinta sejati adalah melepaskan, lepaskan dia jauh2, maka kalau memang berjodoh, skenario menakjubkan akan terjadi. Jadi? Kalau kalian belum jelas so what-nya, lantas kemudian mau apa setelah bilang, maka mending ditahan, disimpan dalam hati. Tuhan itu mendengar, bahkan desah tersembunyi anak manusia di pojok kamar paling gelap, paling sudut, di salah-satu kampung paling terpencil, paling jauh dari peradaban, paling tdk ada aksesnya. Jodoh itu misteri. Kalau nggak pakai usaha, nanti nggak dapat, gimana dong? Tentu saja usaha, tapi bukan dengan pacaran. Usaha terbaik mencari jodoh adalah: dgn terus memperbaiki diri. Nggak paham, kok malah aneh, malah disuruh memperbaiki diri. Ya itulah, dalam banyak hal, kalau kita nggak nyambung, memang nggak ngerti. Misalnya, banyak orang yg mikir kalau mau dapat ikan itu harus mancing di sungai. Padahal sebenarnya sih, kalau mau ikan, ya tinggal pergi ke pasar ikan. Lebih tinggi kemungkinan dapat ikannya--asumsinya punya uang.

5. Tapi apa salahnya pacaran? Boleh2 saja dong? Saya justeru merasa lebih semangat, lebih kreatif, lebih apa gitu setelah pacaran? Nah itu dia, kalian benar2 menyimpan bom waktu jika meyakini pacaran itu memberikan energi positif. Pacaran itu bentuk hubungan, dan sebagaimana sebuah bentuk hubungan antar manusia, posisinya rentan rusak, gagal, dan binasa. Boleh jadi betul, riset canggih akademik membuktikan orang2 pacaran bisa memperoleh motivasi baik, tapi saya, tidak akan memilih menggunakan 'pacaran' sbg sumber energi, mengingat sifatnya yg temporer sekali. Mending sy milih kekuatan bulan, jelas2 bulan itu sudah ada milyaran tahun, pacaran paling mentok hitungan jari tangan bertahannya.

6. Baik, baik, lantas kalau tidak boleh pacaran, gimana dong? Kongkretnya apa yg harus sy lakukan? jawabannya mudah: Tidak ada yg perlu dilakukan. jatuh cinta, alhamdulillah, itu berarti tanda kita normal. lantas? Biarkan saja. Sibukkan diri sendiri dgn hal2 positif, isi waktu bersama teman2, keluarga. Belajar banyak hal, mempersiapkan banyak hal. Hanya itu. Nggak seru, dong? Lah, memangnya kalau pacaran seru? Paling juga cuma nonton ke manalah, pergi kemanalah. Pacaran itu seolah seru, karena dunia telah menjadi etalase industri entertainment. Pesohor2 menjadi teladan--padahal akal sehat siapapun tahu itu bahkan rendah sekali nilainya. Dari jaman batu, hingga kelak dunia ini game over, pegang kata2 saya: menghabiskan waktu bersama orang tua, kakak, adik, teman2 terbaik selalu paling seru. Apalagi jika ditambah dgn terus belajar, produktif, dsbgnya.

7. Lantas bagaimana sy melewati masa2 galau ini? Lewati seperti kebanyakan remaja lainnya. Lurus. Boleh kalau kalian mau menulis diary tentang perasaan2 kalian. Boleh galau menatap langit2 kamar. Boleh cerita2 curhat sama teman dekat dan orang tua. Boleh, tapi ingatlah selalu perasaan itu punya kehormatan. Kalian pasti sebal kan lihat teman sekelas yg tiba2 datang ke sebuah pesta ultah (padahal dia tidak diundang), sudah tdk diundang, makannya paling banyak, teriakannya paling kencang, paling gaya, norak, tidak tahu malu. Nah, ada loh--bahkan banyak-- orang2 yg tdk sadar kalau dia sebenarnya juga norak dan tidak tahu malu dalam urusan perasaan. Ya, kita sih kadang tdk merasa kalau sudah genit, ganjen, lebay. Sy tahu, istilah menjaga kehormatan perasaan ini boleh jd susah dipahami, tapi itu nyata, orang2 yg bisa menjaga perasaannya, maka se galau apapun dia, sesengsara apapun dia menanggung semua perasaan, besok lusa, kemungkinan untuk tiba di ujungnya dgn selamat akan lebih besar. Jangan coba2 berdua2an, jangan coba2 pergi kemanalah hanya berdua, bergandengan tangan, dsbgnya. Itu benar2 menghabisi kehormatan kalian.

8. Nah, bersabarlah. Tunggu hingga kalian memang telah siap. Jika sudah yakin, silahkan kirim sinyal2, menyatakan perasaan, lantas silahkan libatkan orang tua. Btw (masih ngeyel), tapi banyak juga orang2 yg menikah tanpa pacaran bercerai, kok. Dan sebaliknya, orang2 yg pacaran malah langgeng? Itu benar. Sama benarnya dgn banyak orang2 yg mabuk2an, ngobat, tetap saja umurnya panjang. Eh, ada tetangga, alimnya ampun2an, malah meninggal lebih dulu. Harusnya kan kalau mereka melanggar peraturan, langsung ada petir menyambar. Menikah, membina keluarga, langgeng atau tdk, bahagia atau tidak, boleh jadi tdk ada korelasinya dgn pacaran atau tidak. Kita mungkin tdk pernah tahu misteri ini, tapi dengan menjalani prosesnya dgn baik, mengakhirinya dgn baik, semoga fase berikutnya berjalan dgn baik.

Sy konsen sekali masalah pacaran ini, karena sy tdk ingin kalian menghabiskan masa2 penting kalian utk urusan perasaan yg sebenarnya di usia kalian tdk penting2 amat. Dan sy harus bilang, orang2 yg paham, mengerti benar bahwa pacaran adalah pintu gerbang pergaulan bebas. Itu mengerikan. Masa' kalian mau dekat2 dengan pintu yg ada tandanya 'pergaulan bebas'. Saya bisa menjaga diri kok, tenang saja. Well, rasa2nya tidak ada orang di muka bumi ini, di zaman sekarang, yg bisa bilang dia sempurna bisa menjaga dirinya. Kalau bisa, maka setan akan gigit jari.

Sy membuat beberapa novel tentang perasaan, semoga itu bisa menjadi salah-satu alternatif kalian memahami beberapa poin di atas, hidup ini memiliki batasan2 yg tdk bisa dilanggar, bahkan sekuat apapun cinta tsb. Selalu ambil sisi positif dlm cerita2 tsb, lihat dr sudut pandang berbeda, maka boleh jd kalian akan menemukan pemahaman baru yg baik. Bukan sebaliknya, mengambil yg bisa memberikan argumen buat kalian--karena namanya novel, tentu sj sy harus memasukkan tokoh2 buruk, jahat. Sy juga menumpahkan banyak postingan soal ini, konsen saya.

Sy benar2 tdk bisa melakukan hal yg lebih kongkret dalam urusan ini, selain dgn tulisan2. Tapi itu hanya tulisan2. Itulah kenapa sy sangat menghormati guru2, orang2 dewasa, orang tua di sekitar remaja yg lebih kongkret, secara terus menerus menanamkan pemahaman itu ke remaja2 mereka. Dan di atas segalanya, yg akan membuat itu berhasil atau tidak, adalah kalian sendiri.

Mari kita janjian, yuks, hari ini, 13 September 2012, maka dua puluh tahun lagi, 2032, kalau umur kita panjang, dan kalian masih ingat postingan ini, kenanglah kembali masa remaja, masa usia 20-an something kalian. Rasa2nya sy bisa menebak, kalian akan nyengir mengingatnya. Boleh, nanti tiba2 mengirimkan email ke saya, Bang tere, sy masih ingat postingan 20 tahun lalu itu--asumsi sy masih ber narsis ria di mana2. Dan Bang tere ternyata salah. Boleh. Atau kalau sebaliknya, tentu saja boleh, kirim email, bilang, ternyata Bang tere benar.

Night, night.



Monday, 24 September 2012

What is Love, actually?

What does love mean?

Love means heart. It is something related to what we feel, inside our heart for sure. Sometimes, words cannot explain, we just feel it. Then we directly can conclude that it is called love.

Love means mind. It is something that can dominate what we think, although we've tried to erase it from our head, but it keeps there. No matter how hard we put effort to push it away, then it just does exist. It might be love.

Love means words. When we think we feel so into love, our words can be affected by saying something such romantic thingy. All the love songs in the world seem so rational, even we think that they are made for us, as the soundtrack of our story, isn't it? It could be love.

Love means action. This is the most important, I guess. All of the aforementioned sentences above would be nothing, if there is no action, in order to prove it. Action speaks louder than words. No matter how deep we feel it, how often we think about it, or how romantic we say about it, if we never do something real on behalf of love, just forget about it. Is it love?

So... what is love, actually?

Me? I don't know it too... :D Please explain it to me... 

Monday, 6 August 2012

Ayo, Tumbuhkan Semangat Berbagimu!


Yonchai Benkler, seorang Profesor dari Havard University, menyatakan bahwa sharing spirit alias semangat untuk berbagi merupakan modal yang paling penting untuk meningkatkan produksi ekonomi di sebuah negara. Pernyataan ini begitu menarik karena diisyaratkan bahwa ternyata perekonomian ditopang oleh aktivitas berbagi di antara sesama aktor ekonomi baik secara individu maupun kelompok. Sikap yang hanya semata-mata berbasiskan pada profit and self-centric oriented, ternyata diyakini bukanlah sikap yang dapat memaksimalkan output di dalam perekonomian.
Di dalam Islam, semangat berbagi ini merupakan aspek penting yang Allah SWT amat dorong kepada para hamba-Nya. Zakat, yang merupakan rukun Islam ketiga, merupakan cara seorang Muslim untuk mensucikan harta dan bahkan menentramkan jiwanya (QS. At-Taubah ayat 103). Jika seorang Muslim tidak mau mengeluarkan zakat atas hartanya, padahal ia telah mencapai nisab, maka Muslim tersebut dikatakan sebagai Muslim yang bakhil dan akan Allah berikan balasannya karena ada hak orang lain yang tidak mau dia tunaikan (QS. At-Taubah ayat 35). Ditambah lagi, Allah SWT menjanjikan balasan kebaikan yang luar biasa bagi mereka yang secara ikhlas menginfakkan sebagian hartanya di jalan Allah (QS. Al-Baqarah ayat 261).

Ramadhan dan Semangat Berbagi
            Ramadhan yang sedang kita hadapi saat ini semestinya dapat dijadikan sebagai latihan untuk menumbuhkembangkan semangat berbagi di dalam kehidupan kita. Rasa lapar dan haus yang kita rasakan selama menjalankan ibadah shaum ini seharusnya dapat mengetuk kepekaan sosial kita terhadap kaum dhuafa yang mungkin setiap harinya merasakan rasa lapar dan haus tersebut.
            Salah satu indikator seorang alumnus Ramadhan yang sukses adalah apakah setelahnya dia dapat menjadi seorang pribadi yang mudah berbagi, yang selalu berusaha untuk mengeluarkan zakat, infak, dan sedekah pada harta yang dimilikinya, serta yang mau menjadikan sikap berbagi ini sebagai “lifestyle” di dalam kehidupannya. Karena sesungguhnya apa yang dia keluarkan merupakan perwujudan dari kepeduliannya terhadap sesama manusia sebagai bentuk nyata rasa syukurnya kepada Allah SWT.
            Sebenarnya, keuntungan yang diperoleh bagi orang yang berzakat, berinfak, dan bersedekah jauh lebih besar dibandingkan dengan apa yang diperoleh orang yang menerimanya. Karena sesungguhnya harta yang dia keluarkan pastilah akan diberkahi dan dilipatgandakan oleh Allah SWT. Tidak pernah sejarah mencatat tentang kisah seseorang yang bangkrut dan jatuh miskin karena berzakat, berinfak, dan bersedekah. Justru mereka yang gemar berinfak adalah mereka yang sukses di dalam hidupnya. Sebut saja Abdurrahman bin Auf, sahabat Rasulullah yang kaya raya dan dijamin masuk surga. Setelah Rasulullah wafat, beliau selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan para ummahatul mukminin. Sebaliknya, sifat kikir dan bakhil justru akan menghancurkan kehidupan manusia seperti yang terjadi pada kisah Karun.
Rasulullah SAW bersabda, “Maa naqoso maalun min shodaqotin (tidak akan pernah berkurang harta yang dikeluarkan sedekahnya).” Juga di dalam hadist yang lain, Rasullullah SAW pun bersabda, “Al sakhiyu qoriibun min Allah qoriibun min annas qoriibun min al jannah ba ’idun min an naar (orang yang pemurah/selalu berinfak adalah dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dekat dengan surga, dan jauh dari neraka).”

Jadi, tunggu apa lagi? Ayo bangkitkan semangat berbagimu! :)

Wallahua'lam bi ash shawwab.

Ramadhan dan Ekonomi

Assalamualaikum sahabat...

Kali ini saya ingin postingkan wawancara singkat saya (2 pertanyaan saja) dengan Dr. Irfan Syauqi Beik terkait dengan dampak moment Ramadhan dan Idul Fitri terhadap perekonomian. Simak yuk. Semoga bermanfaat :)

Apa sih dampak moment Ramadhan dan hari raya Idul Fitri bagi perekonomian?


Pertama, momen Ramadhan dan Idul Fitri ini akan menaikkan tingkat konsumsi dan belanja masyarakat, baik belanja untuk keperluan sahu dan buka puasa, belanja barang-barang lain, sampai belanja barang untuk keperluan mudik. Tidak heran jika Bank Indonesia menyiapkan tambahan uang yang beredar atau money supply sebesar Rp 84 Trilyun khusus untuk mengantisipasi lonjakan permintaan uang.

Kedua, momen puasa dan lebaran akan menaikkan “people to people” transfer. Ini dikarenakan biasaya orang akan terdorong untuk berzakat, berinfak, dan bersedekah selama bulan suci ini. Aliran dana dari pusat ke daerah juga akan naik, sebagai akibat mudik dan transfer dalam bentuk infak dan sedekah.

Mengapa setiap bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri, tingkat harga cenderung naik?

Naiknya permintaan bisa menyebabkan tekanan inflasi. Tapi sekjen asosiasi perdagang se-Indonesia sudah menyatakan bahwa kenaikan harga barang pokok lebih disebabkan oleh aktivitas para spekulan. Mereka menahan barang untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi. Kegiatan ini sama dengan “ihtikar” (menimbun) yang jelas-jelas dilarang dalam ajaran agama Islam. 

Jadi, sebenarnya faktor spekulan dan ihtikar itu yang lebih dominan dalam kenaikan tingkat harga secara umum. Mestinya kalangan pebisnis mengetahui, saat puasa dan lebaran, mereka seharusnya menaikkan supply. Tapi, dengan ihtikar ini keuntungannya bisa berlipat ganda. Maka ini adalah PR umat. Kita perlu memperbanyak pengusaha muslim yang professional dan peduli terhadap sesama.



Sakit Membawa Nikmat


Assalamualaikum sahabat…

Ramadhan udah lewat setengah jalan. Whuaa saya sadar dengan list target saya, beberapa masih melenceng, gak sesuai target :’( *nangis di pojokan*
Bismillah.. Semoga masih ada kesempatan untuk mengejar di sisa waktu yang ada. Dan semoga masih ada umur ya untuk menikmati Ramadhan hingga akhir.

Oia… Kabar saya sedikit kurang baik. *meski ga ada yang nanya* :p
Sudah beberapa hari ini saya bedrest karena sakit tipes.
Sebenarnya memang kondisi saya udah sakit sejak saya pulang ke Bogor tanggal 25 Juli kemarin, tapi gak dirasa aja. Cuma setelah seminggu, perut kerasa sakit banget dan demam naik turun, ya udah deh saya ke dokter. Di dokter, saya diminta untuk tes darah, dan ternyata setelah hasilnya keluar saya positif tipes dan harus bedrest total di rumah.

Pada mulanya, saya diminta dokter untuk dirawat di rumah sakit. Dokternya bilang, “Saya khawatir gak ada makanan yang masuk ke tubuh kamu.” Lalu saya bilang, “Dokter, Alhamdulillah perasaan saya mah nafsu-nafsu aja makan pas buka shaum. Hehehe…” Eh si dokternya malah ketawa. Setelah dinego, akhirnya saya diperbolehkan untuk istirahat di rumah saja, dengan syarat harus istirahat, gak keluar rumah, dan tetap makan. Oke deh Dokter, I love you… :D

Eh tapi saya tetap shaum lho. Karena obat antibiotic-nya diminum hanya 2x satu hari, jadinya bisa dimakan saat sahur dan buka shaum, Alhamdulillah saya tetap merasa kuat meski kondisinya gak 100% on. Hehehe… Oia.. Saat tulisan ini dibuat, saya sudah 4 hari bedrest.

Semoga sakitnya saya ini menjadi penggugur dosa-dosa saya ya. Amin…
Jadi inget, terlalu banyak dosa dan kesalahan yang saya lakukan hingga saat ini. Semoga Allah mengampuni dan memaafkan saya ya… :’( Mungkin inilah salah satu hikmah sakit, memberikan kesempatan kita untuk terus bermuhasabah dan terus mengevaluasi diri kita.

“Tidaklah seorang Muslim menderita kelelahan, sakit, kesusahan, dan kesedihan, gangguan, dan kegelapan hati bahkan terkena duri (sekalipun), melainkan semua kejadian itu, merupakan penebus bagi dosa-dosanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jadi ingat, tahun 2009 saat Ayah saya terkena serangan jantung yang mengharuskan beliau untuk operasi bypass. Tahun 2009 tersebut dirasakan cukup berat bagi keluarga kami, karena selain ayah sakit, saat itu pun Nenek dari ibu saya sakit selama berbulan-bulan dan pada akhirnya dipanggil Allah SWT untuk selama-lamanya. Ya… Di tahun 2009 tersebut, mungkin cukup penuh dengan air mata.

Tapi… Yang saya pelajari dari pengalaman sakitnya Ayah saya, beliau selalu dapat mengambil hikmah di balik ujian tersebut. Hingga pada saat beliau pulih dan sembuh, beliau menulis sebuah buku tentang pengalaman beliau selama beliau sakit. Buku tersebut berjudul “Sakit Membawa Nikmat: Renungan dan Hikmah di Balik Ujian Sakit” yang diterbitkan oleh Gema Insani Pers tahun 2010. Boleh lho dibeli kalau nemu bukunya di toko buku… :D Hehehe… *sekalian promosi*

Di buku tersebut, ditulis beberapa hikmah yang beliau dan keluarga kami rasakan saat Allah memberikan sakit kepada beliau. Saya akan share sebagian ya untuk kita jadikan pelajaran, semoga kita bisa menyikapi segala sesuatu dengan sikap dan pikiran yang positif :)

Sakit merupakan salah satu ujian keimanan agar kita sabar dan ikhlas.

“Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan.” (Huud: 115)

Ya… Sakit merupakan salah satu ujian bagi keimanan seseorang. Apakah dengan sakit itu kita semakin mendekatkan diri kita pada Allah atau apakah kita dapat menyikapinya dengan kesabaran dan keikhlasan? Ya… Sesungguhnya ujian tersebut tidak lain adalah untuk mendidik kita agar bisa lebih kuat dan bisa bersikap sabar serta ikhlas :)

Sakit adalah salah satu bukti cinta Allah kepada hamba-Nya.

Cinta dari Allah-lah yang benar-benar kami rasakan saat Ayah sakit tahun 2009 yang lalu.  Saat itu kami benar-benar merasakan nikmatnya berdoa, memohon, dan meminta kepada Allah, agar Allah berikan kesembuhan bagi Ayah dan agar Allah senantiasa memberikan kekuatan bagi kami. Saat itu, yang saya pribadi  rasakan, antara sesama anggota keluarga saling menguatkan, saling mendoakan, dan saling support, terutama untuk proses penyembuhan Ayah. Sikap saling mendukung tersebut tentu saja gak akan pernah ada tanpa cinta dari Allah kan? Karena cinta-Nya kami kuat, karena cinta-Nya kami bisa tetap tersenyum, dan karena cinta-Nya kami tetap optimis menghadapi segalanya.

“Apabila Allah mencintai (mengasihi) hamba-Nya, maka Ia akan mengujinya untuk mendengar rintihannya.” (HR. al-Baihaqi dari Abu Hurairah)

Ketika sehat harus bersyukur, ketika sakit harus bersabar.

Apapun kondisi yang dialami oleh kita, baik senang maupun susah, sehat maupun sakit, atau lapang maupun sempit, kita seharusnya menyikapinya dengan dua hal yaitu syukur dan sabar. Syukur membuat Allah terus menambah nikmat-Nya kepada kita, sedangkan sabar akan akan menguatkan kita serta membuahkan pahala kebaikan bagi kita. Ya… Semuanya kembali kepada “how we react towards things happen in our life.”  Karena apapun situasinya, bagi seorang yang beriman ujungnya pasti kebaikan. Pasti. Dengan syarat, sikap syukur dan sabar selalu menjadi pakaian kita.

“Sungguh sangat mengagumkan urusan orang yang beriman; sesungguhnya setiap urusannya itu akan bernilai kebaikan, dan semuanya itu tidak diperuntukkan kecuali hanya bagi orang mukmin saja. Jika kesenangan itu menimpa kepadanya, maka dia bersyukur, maka hal itu merupakan kebaikan buatnya; dan jika kesengsaraan itu menimpanya, maka dia bersabar, dan hal itu juga merupakan kebaikan baginya.” (HR. Ahmad)

Pengalaman sakit yang dialami ayah beberapa tahun lalu memberikan pelajaran untuk kami agar senantiasa untuk selalu bersyukur dan bersabar. Saat Allah berikan sakit, maka sikap sabarlah yang menguatkan kami. Sabar di sini tentunya tidak lepas dari segala ikhtiar kita untuk sembuh lho ya, baik itu usaha untuk berobat, juga berdoa minta kesembuhan kepada Allah. Bukannya hanya diam saja tanpa berbuat apapun. Karena sabar sesungguhnya adalah terus berikhtiar dan menyerahkan segala urusannya kepada Allah :)

“Ingatlah, setiap penyakit pasti ada obatnya. Karena itu (jika kalian sakit), berobatlah kalian. Tetapi janganlah berobat dengan barang yang haram.” (HR. an-Nasa’i)

Nikmat ukhuwah Islamiyyah.

Nah, nikmatnya sebuah persaudaraan dalam Islam benar-benar kami rasakan saat itu. Betapa banyak orang yang menjenguk Ayah saat beliau sakit, sampai-sampai pihak rumah sakit harus dengan “tega” membatasi para penjenguk. Dari mereka yang menjenguk yaitu keluarga, kerabat, dan jamaah pengajian ayah, saya sadar bahwa begitu banyak orang yang mencintai Ayah saya. Dari wajah mereka terpancar keikhlasan dan kepedulian mereka. Tak jarang mereka menangis saat menjenguk ayah, seolah-olah ikut merasakan rasa sakit yang sama. Doa-doa pun senantiasa mereka panjatkan demi kesehatan Ayah. Hubungan yang terjadi di antara mereka dengan ayah tidak mungkin ada tanpa disatukan oleh “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim”. Dialah yang menumbuhkan ukhuwah di antara kami. Alhamdulillah :’) Dukungan moril hingga materil pun datang pada saat itu. Subhanallah…

“Engkau akan melihat orang-orang yang beriman dalam kasih sayang mereka, dalam kecintaan mereka dan dalam keakraban mereka antara sesamanya adalah bagaikan satu tubuh. Apabila salah satu anggotanya merasakan sakit, maka sakitnya itu akan merembet ke seluruh tubuhnya, sehingga (semua anggota tubuhnya) merasa sakit dan merasa demam (karenanya).” (HR. Bukhari)

Begitulah pengalaman tiga tahun yang lalu yang kami alami. Saya berdoa semoga saya dan keluarga tetap diberikan kesehatan oleh Allah SWT serta dapat menjadi pribadi yang selalu mampu untuk bersyukur dan bersabar. Bagaimana pun, dengan nikmat sehat, kita dapat lebih mengoptimalkan kebaikan yang dapat kita lakukan. Semoga Ayah pun sehat selalu dan dapat menjalankan segala amanah yang beliau emban saat ini dengan sebaik-baiknya. Amin…

Sekian tulisan dari saya untuk saat ini. Panjang ya… Hehehe…. Terima kasih ya sudah mau baca… Tetap semangat!! :)

Tuesday, 24 July 2012

Bulan untuk Kita

Assalamualaikum sahabat...

Semoga di hari ke-4 shaum ini, semangat kita terus dan tetap terjaga ya. Semangat untuk "berburu" segala keutamaan di bulan Ramadhan ini. Semangat untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Dan tentunya semangat untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Pada hari pertama bulan Ramadhan, saya mendengarkan ceramah menjelang buka shaum oleh teman saya di IIUM ini. Salah satu nasihat yang sangat ingat adalah: "Sesungguhnya, puasa yang kita jalankan ini adalah untuk kebaikan kita sendiri. Puasa bisa menyehatkan, itu keuntungan buat kita. Pahala berpuasa pun ya untuk siapa lagi kalau bukan untuk kita?"

Saat itu saya berpikir... Iya juga ya...
Memang benar, puasa ini adalah kewajiban kita sebagai umat Islam. Ia adalah salah satu pilar yang membangun rukun Islam, yang jika ditinggalkan karena alasannya gak "syar'i" maka tidak akan sempurna keislaman seseorang. Tapi kalau dipikir-pikir, kewajiban ini ternyata dampak positifnya memang lebih besar dirasakan oleh kita sendiri. Bukan untuk orang lain, apalagi untuk sang Maha Pemberi Kewajiban. Bukan... Bukan untuk mereka, tapi untuk diri kita sendiri.

Puasa itu menyehatkan.
Kalau tentang dampak positif puasa bagi kesehatan, pasti banyak banget deh. Bisa digoogling sendiri kali ya.. :) Dan kesehatan itu merupakan investasi kita seumur hidup. Bayangkan kalau kita sakit, berapa banyak aktivitas kita yang tertunda atau bahkan terganggu. Kalau kita sakit, pasti produktivitas kita menurun. Kalau kita sakit, potensi kita menyusahkan orang lain menjadi lebih besar. Jadi... Kesahatan ini memang super penting bagi kehidupan kita. Bahkan ada seseorang yang berkata, "If you take granted for your health, you take granted for your life."

Puasa itu media kita memohon pertolongan kepada Allah.

"Dan mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan salat.."
 (QS Al-Baqarah ayat 45).

Puasa itu ibarat media komunikasi kita dengan Allah. Karena di dalam sebuah hadist Qudsi dikatakan bahwa sesungguhnya ibadah shaum itu hanya untuk Allah, bukan untuk makhluk-Nya. Karena hanya Allah yang mengetahui apakah kita benar-benar puasa atau engga.
Nah... dalam ayat di atas, dikatakan bahwa sabar dan shalat merupakan cara manusia untuk memohon pertolongan kepada-Nya. Dan salah satu implementasi dari sabar adalah dengan puasa. Mengapa? Karena puasa ini sesungguhnya ajang bagi manusia untuk melatih kesabaran, mengendalikan hawa nafsu kita, juga menahan diri kita dari hal-hal yang tidak bermanfaat. Jadi, sabar merupakan indikator keberhasilan shaum kita dan merupakan sarana kita untuk memohon pertolongan-Nya.

Puasa itu membangun empati dan simpati sosial.
Sesungguhnya rasa lapar dan haus yang kita rasakan saat puasa sejatinya dapat mengetuk hati kita, membuka perasaan kita bagaimana kaum dhuafa (yang tidak mampu) bingung mau makan apa. Rasa lapar dan haus mungkin sudah menjadi keseharian mereka. Lalu... Bagaimana kita menanggapi itu semua? Kita mungkin jarang-jarang merasakan apa yang mereka rasakan, kita nyaman makan sehari tiga kali dengan makanan yang sesuai dengan selera kita. Maka... orang cerdas pasti akan terketuk hatinya untuk dapat berbagi dengan saudara-saudara mereka yang kelaparan, kekurangan, dan tidak seberuntung mereka.
Oleh karena itu, jika ibadah puasa ini  benar-benar kita pahami dan maknai secara lebih mendalam, maka rasa empati dan simpati sosial kita terhadap sesama pasti akan dapat terbangun yang diiringi dengan langkah nyata kita untuk saling berbagi. Ayo kita sisihkan sebagian harta kita untuk membantu saudara-saudara kita... :)

Nah... Jadi bulan Ramadhan adalah bulan kita. Bulan yang berikan begitu banyak kebaikan buat kita. Kita bisa menjadi seorang pribadi yang seimbang, baik secara fisik (sehat) maupun spiritual kita. Kita juga akan dapat mengundang pertolongan Allah melalui ibadah puasa yang kita jalani ini. Mau kan dapat pertolongan Allah? ;)

"Jika Allah menolong kamu, maka tidak ada yang dapat mengalahkanmu, tapi jika Allah membiarkanmu (tidak menolongmu), maka siapa yang dapat menolongmu setelah itu?"
(QS. Ali Imran ayat 160)


*masih terus belajar*


Saturday, 21 July 2012

Apa Target Ramadhan-mu? :D

Assalamualaikum sahabatku… :)

Alhamdulillah wa syukurilah..
Allah masih memberikan kesempatan bagi kita untuk bertemu lagi dengan Ramadhan, bulan yang jauh lebih mulia dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Sebuah bulan, yang setiap detiknya kita diberikan balasan yang berlipat ganda. Ibarat di mall, di bulan suci ini, Allah sedang memberikan “mega sale” pahala… Sekecil apapun perbuatan baik kita di bulan Ramadhan, maka Allah akan membalasanya dengan lebih extraordinary dibandingkan di bulan-bulan lainnya…

Maka pantasalah di dalam sebuah hadist dikatakan bahwa, jika saja manusia mengetahui keutamaan, “keuntungan”, atau balasan di bulan Ramadhan, maka manusia pasti akan menginginkan Ramadhan sepanjang tahunnya… Luar biasa.

Tapi… Karena ini semua “ghaib”, maka hanya orang-orang yang percaya saja yang akan merasakan “gegap gempita” dari bulan Ramadhan ini. Mereka meyakini bahwa apa yang dilakukannya memang untuk Allah, untuk persiapan kehidupan yang abadi, yaitu di akhirat. Cuma karena sebagian dari kita “kadar keimanannya” bervariasi, maka kadang kita gak memaksimalkan semua keutamaan itu…

Coba kalau setiap pahala itu bisa meningkatkan kadar kecantikan kita 10%, pasti orang akan berlomba-lomba deh nyari pahala… Hehehe… Atau coba bayangkan, kalau dosa itu tercermin dari bisul yang keluar di tubuh kita, pasti kita akan berusaha sekuat tenaga untuk menghindari dosa tersebut. Karena kita melihat fisiknya…

Tapi… Allah menyeleksi kadar keimanan manusia. Bahwa memang benar, beriman kepada sesuatu yang ghaib adalah yang membedakan apakah manusia itu bertakwa atau tidak…  Yuk kita lihat di QS Al-Baqarah ayat 1-5.

“Alif Laam Miim (1) Kitab Al-Quran ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa (2) Yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka (3) Dan mereka yang beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepadamu Muhammad dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat (4) Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung (5)” (QS. Al-Baqarah ayat 1-5)

Nah… Yuk kita jadi golongan yang percaya pada yang ghaib, percaya pada Allah, percaya pada janji-janji Allah, percaya pada takdir-Nya, percaya pada qada dan qadar, percaya pada balasan Allah, dan percaya pada kehidupan akhirat….

Jadi, ayo kita manfaatkan momentum Ramadhan ini sebagai ajang bagi diri kita untuk meraih keridhaan Allah, untuk meraih “tempat special” di sisi Allah, untuk mendekatkan diri kita pada-Nya, meraih syurga-Nya, dan menjauhi siksa-Nya. Percaya deh, rahmat dan sayang Allah pada manusia beriman itu jauuuuhh lebih luar daripada murka-Nya…


Kalau gitu, biar Ramadhan kita maksimal, kita pasang target Ramadhan kita secara tertulis. Secara tertulis lho ya… Kenapa? Biar kita bisa mengevaluasi lagi apakah kita sudah bisa mencapai target-target kita.

Nah target itu kita bagi-bagi ke dalam target harian, mingguan, dan target 1 bulan. Misalnya, di bulan Ramadhan ini, target harian saya adalah membaca Al-Quran minimal 2 juz,  tahajjud 8 rakaat, dan tidak meninggalkan shalat tarawih. Lalu target mingguan, saya ingin menambah hafalan Al-Quran 1.5 lembar dan memberi makan kepada yang berbuka puasa 3 orang. Lalu target 1 bulan di bulan Ramadhan ini saya ingin berinfak Rp 10 juta. Misalnya lho yaa… Ini cuma contoh… Nah semua target itu ditulis. Kemudian, target tersebut dievaluasi. Kalau target harian, ya evaluasi setiap hari, target mingguan setiap minggu, dan target 1 bulan evaluasi di akhir Ramadhan.

Beneran deh, dengan target-target ini, kita akan lebih “terarah” dalam beribadah. Target tersebut, cukup kita, Allah, dan para malaikat saja yang tau. Atau boleh juga seorang sahabat yang benar-benar dipercaya, agar bisa mengingatkan kita, apakah target kita tercapai atau tidak. “Nah itu jadi riya donk…” Masalah riya, silahkan balikkan ke niat masing-masing. Kalau khawatir riya, ya jagalah kerahasiaan target kita jangan ampe ketauan orang lain… Yang jangan, takut riya, malah ga berbuat… Itu mah rugi atuh yaaa… :p Hehehe…

Jadi… Yok pasang target Ramadhan kita. Mumpung baru hari ke-2 di bulan Ramadhan. Sebelum terlambat. Sebelum kita “menyesal” karena gak bisa memanfaatkan kesempatan emas ini… Tunggu apa lagi??? :D

Wednesday, 18 July 2012

Do more. Action more. Less complain.

Assalamualaikum sahabat...


Entahlah, saya melihat sekarang ini banyak kecenderungan kebanyakan dari kita (termasuk saya), seringkali complain, mengeluh, kritik sana, kritik sini...
Oke... kritik yang membangun bagi saya sangat dibutuhkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Tanpa adanya kritik, masukan, atau saran, maka perubahan ke arah yang lebih baik mungkin akan susah untuk direalisasikan...


Tapi...
Kalau yang saya liat, kok ya tendensinya, orang lebih suka untuk mengkritik sampai ke tahap menjelek-jelekkan. Hmm... Lalu saya berpikir, tipe orang seperti ini apakah sudah memiliki karya nyata bagi orang lain? Atau membagikan ilmu bermanfaat bagi sesama?


Saya pun berpikir, jangan-jangan saya juga tipe orang yang seperti ini. Bisanya hanya mengeluh, mengkritik, tanpa memiliki solusi yang nyata atas kesalahan yang dilakukan orang lain tersebut.


When we want to point on someone's nose, let's take a look a mirror first.
Are we good enough to do such things?
What have we done for our society?
What contribution have we given for others?


Kita seringkali mengkritik kebijakan pemerintah. Tentang pendidikan, misalnya.
Lalu apakah kita siap menjadi bagian dari perbaikan pendidikan tersebut?
Seperti teman-teman dari Pengajar Muda yang bersedia dikirim ke daerah pelosok untuk memberikan tenaga, pikiran, bahkan hatinya untuk mendidik adik-adik kita di daerah terpencil tersebut. Saya salut pada mereka...


Lalu kita mengeluh macet. Sementara kita masih duduk enak di dalam mobil ber-AC. Mengutuk sana, mengutuk sini... Mengutuk pemerintah gak becus urusi masalah kemacetan.


Lalu masalah banjir, lingkungan yang kotor, global warming... Kita pun protes seprotes-protesnya. Lalu apakah kita sudah buang sampah pada tempatnya? Saat melihat sampah di hadapan kita, apakah kita rela mengambilnya lalu kita letakkan sampah tersebut di tong sampah? Lalu banyak sebagian dari kita yang masih juga merokok. Menambah beban kerusakan lingkungan.


Kita pun mengutuk masalah kemiskinan. Sementara kita pun saat diminta untuk berinfak, mengeluarkan sebagian harta kita untuk orang-orang yang tidak mampu, kita masih berpikir lama. Atau saat melihat orang infaknya banyak, malah kita sebut "dia mah riya sih..." sementara kita sendiri ngasih uang Rp 100rb ke keropak masjid aja jarang-jarang... Atau bahkan mungkin belum pernah...


Kita benci korupsi. Ya... Saya juga benci korupsi. Benci banget.
Lalu bagaimana kita dalam menghargai waktu? Sudahkan kita menjadi pribadi disiplin?
Saat ujian, apakah masih menyontek? Kerja sama dengan teman yang lain padahal jelas-jelas itu dilarang? Bukankah kejahatan yang besar berawal dari kejahatan kecil yang kita biasakan dan anggap sepele?


Kita kritik orang-orang. 
Tapi... apakah nama orang yang kita kritik tersebut selalu kita ucapkan dalam doa-doa kita?
Apakah kita sudah menyalurkan kritikan kita secara bijaksana, yang memang tujuannya untuk berkontribusi pada kebaikan?


Jangan-jangan kita termasuk orang-orang yang hanya bermulut besar, beraksi kecil.
Tukang mengeluh, tanpa mau terlibat dalam memberikan solusi.


Therefore, in my humble opinion, let's lessen our complain, and at the same time increase our real action.
When we complain something towards people, do it in a proper manner.
Make sure what we do is intended for the sake of improvement, for the sake of Allah...
It is very easy to complain, but successful person will not do such way. Their act and contribution is louder than their talk.
Start it with ourselves, from the small things, and from now on...


*muhasabah diri sendiri menjelang Ramadhan*