Monday 6 August 2012

Sakit Membawa Nikmat


Assalamualaikum sahabat…

Ramadhan udah lewat setengah jalan. Whuaa saya sadar dengan list target saya, beberapa masih melenceng, gak sesuai target :’( *nangis di pojokan*
Bismillah.. Semoga masih ada kesempatan untuk mengejar di sisa waktu yang ada. Dan semoga masih ada umur ya untuk menikmati Ramadhan hingga akhir.

Oia… Kabar saya sedikit kurang baik. *meski ga ada yang nanya* :p
Sudah beberapa hari ini saya bedrest karena sakit tipes.
Sebenarnya memang kondisi saya udah sakit sejak saya pulang ke Bogor tanggal 25 Juli kemarin, tapi gak dirasa aja. Cuma setelah seminggu, perut kerasa sakit banget dan demam naik turun, ya udah deh saya ke dokter. Di dokter, saya diminta untuk tes darah, dan ternyata setelah hasilnya keluar saya positif tipes dan harus bedrest total di rumah.

Pada mulanya, saya diminta dokter untuk dirawat di rumah sakit. Dokternya bilang, “Saya khawatir gak ada makanan yang masuk ke tubuh kamu.” Lalu saya bilang, “Dokter, Alhamdulillah perasaan saya mah nafsu-nafsu aja makan pas buka shaum. Hehehe…” Eh si dokternya malah ketawa. Setelah dinego, akhirnya saya diperbolehkan untuk istirahat di rumah saja, dengan syarat harus istirahat, gak keluar rumah, dan tetap makan. Oke deh Dokter, I love you… :D

Eh tapi saya tetap shaum lho. Karena obat antibiotic-nya diminum hanya 2x satu hari, jadinya bisa dimakan saat sahur dan buka shaum, Alhamdulillah saya tetap merasa kuat meski kondisinya gak 100% on. Hehehe… Oia.. Saat tulisan ini dibuat, saya sudah 4 hari bedrest.

Semoga sakitnya saya ini menjadi penggugur dosa-dosa saya ya. Amin…
Jadi inget, terlalu banyak dosa dan kesalahan yang saya lakukan hingga saat ini. Semoga Allah mengampuni dan memaafkan saya ya… :’( Mungkin inilah salah satu hikmah sakit, memberikan kesempatan kita untuk terus bermuhasabah dan terus mengevaluasi diri kita.

“Tidaklah seorang Muslim menderita kelelahan, sakit, kesusahan, dan kesedihan, gangguan, dan kegelapan hati bahkan terkena duri (sekalipun), melainkan semua kejadian itu, merupakan penebus bagi dosa-dosanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jadi ingat, tahun 2009 saat Ayah saya terkena serangan jantung yang mengharuskan beliau untuk operasi bypass. Tahun 2009 tersebut dirasakan cukup berat bagi keluarga kami, karena selain ayah sakit, saat itu pun Nenek dari ibu saya sakit selama berbulan-bulan dan pada akhirnya dipanggil Allah SWT untuk selama-lamanya. Ya… Di tahun 2009 tersebut, mungkin cukup penuh dengan air mata.

Tapi… Yang saya pelajari dari pengalaman sakitnya Ayah saya, beliau selalu dapat mengambil hikmah di balik ujian tersebut. Hingga pada saat beliau pulih dan sembuh, beliau menulis sebuah buku tentang pengalaman beliau selama beliau sakit. Buku tersebut berjudul “Sakit Membawa Nikmat: Renungan dan Hikmah di Balik Ujian Sakit” yang diterbitkan oleh Gema Insani Pers tahun 2010. Boleh lho dibeli kalau nemu bukunya di toko buku… :D Hehehe… *sekalian promosi*

Di buku tersebut, ditulis beberapa hikmah yang beliau dan keluarga kami rasakan saat Allah memberikan sakit kepada beliau. Saya akan share sebagian ya untuk kita jadikan pelajaran, semoga kita bisa menyikapi segala sesuatu dengan sikap dan pikiran yang positif :)

Sakit merupakan salah satu ujian keimanan agar kita sabar dan ikhlas.

“Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan.” (Huud: 115)

Ya… Sakit merupakan salah satu ujian bagi keimanan seseorang. Apakah dengan sakit itu kita semakin mendekatkan diri kita pada Allah atau apakah kita dapat menyikapinya dengan kesabaran dan keikhlasan? Ya… Sesungguhnya ujian tersebut tidak lain adalah untuk mendidik kita agar bisa lebih kuat dan bisa bersikap sabar serta ikhlas :)

Sakit adalah salah satu bukti cinta Allah kepada hamba-Nya.

Cinta dari Allah-lah yang benar-benar kami rasakan saat Ayah sakit tahun 2009 yang lalu.  Saat itu kami benar-benar merasakan nikmatnya berdoa, memohon, dan meminta kepada Allah, agar Allah berikan kesembuhan bagi Ayah dan agar Allah senantiasa memberikan kekuatan bagi kami. Saat itu, yang saya pribadi  rasakan, antara sesama anggota keluarga saling menguatkan, saling mendoakan, dan saling support, terutama untuk proses penyembuhan Ayah. Sikap saling mendukung tersebut tentu saja gak akan pernah ada tanpa cinta dari Allah kan? Karena cinta-Nya kami kuat, karena cinta-Nya kami bisa tetap tersenyum, dan karena cinta-Nya kami tetap optimis menghadapi segalanya.

“Apabila Allah mencintai (mengasihi) hamba-Nya, maka Ia akan mengujinya untuk mendengar rintihannya.” (HR. al-Baihaqi dari Abu Hurairah)

Ketika sehat harus bersyukur, ketika sakit harus bersabar.

Apapun kondisi yang dialami oleh kita, baik senang maupun susah, sehat maupun sakit, atau lapang maupun sempit, kita seharusnya menyikapinya dengan dua hal yaitu syukur dan sabar. Syukur membuat Allah terus menambah nikmat-Nya kepada kita, sedangkan sabar akan akan menguatkan kita serta membuahkan pahala kebaikan bagi kita. Ya… Semuanya kembali kepada “how we react towards things happen in our life.”  Karena apapun situasinya, bagi seorang yang beriman ujungnya pasti kebaikan. Pasti. Dengan syarat, sikap syukur dan sabar selalu menjadi pakaian kita.

“Sungguh sangat mengagumkan urusan orang yang beriman; sesungguhnya setiap urusannya itu akan bernilai kebaikan, dan semuanya itu tidak diperuntukkan kecuali hanya bagi orang mukmin saja. Jika kesenangan itu menimpa kepadanya, maka dia bersyukur, maka hal itu merupakan kebaikan buatnya; dan jika kesengsaraan itu menimpanya, maka dia bersabar, dan hal itu juga merupakan kebaikan baginya.” (HR. Ahmad)

Pengalaman sakit yang dialami ayah beberapa tahun lalu memberikan pelajaran untuk kami agar senantiasa untuk selalu bersyukur dan bersabar. Saat Allah berikan sakit, maka sikap sabarlah yang menguatkan kami. Sabar di sini tentunya tidak lepas dari segala ikhtiar kita untuk sembuh lho ya, baik itu usaha untuk berobat, juga berdoa minta kesembuhan kepada Allah. Bukannya hanya diam saja tanpa berbuat apapun. Karena sabar sesungguhnya adalah terus berikhtiar dan menyerahkan segala urusannya kepada Allah :)

“Ingatlah, setiap penyakit pasti ada obatnya. Karena itu (jika kalian sakit), berobatlah kalian. Tetapi janganlah berobat dengan barang yang haram.” (HR. an-Nasa’i)

Nikmat ukhuwah Islamiyyah.

Nah, nikmatnya sebuah persaudaraan dalam Islam benar-benar kami rasakan saat itu. Betapa banyak orang yang menjenguk Ayah saat beliau sakit, sampai-sampai pihak rumah sakit harus dengan “tega” membatasi para penjenguk. Dari mereka yang menjenguk yaitu keluarga, kerabat, dan jamaah pengajian ayah, saya sadar bahwa begitu banyak orang yang mencintai Ayah saya. Dari wajah mereka terpancar keikhlasan dan kepedulian mereka. Tak jarang mereka menangis saat menjenguk ayah, seolah-olah ikut merasakan rasa sakit yang sama. Doa-doa pun senantiasa mereka panjatkan demi kesehatan Ayah. Hubungan yang terjadi di antara mereka dengan ayah tidak mungkin ada tanpa disatukan oleh “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim”. Dialah yang menumbuhkan ukhuwah di antara kami. Alhamdulillah :’) Dukungan moril hingga materil pun datang pada saat itu. Subhanallah…

“Engkau akan melihat orang-orang yang beriman dalam kasih sayang mereka, dalam kecintaan mereka dan dalam keakraban mereka antara sesamanya adalah bagaikan satu tubuh. Apabila salah satu anggotanya merasakan sakit, maka sakitnya itu akan merembet ke seluruh tubuhnya, sehingga (semua anggota tubuhnya) merasa sakit dan merasa demam (karenanya).” (HR. Bukhari)

Begitulah pengalaman tiga tahun yang lalu yang kami alami. Saya berdoa semoga saya dan keluarga tetap diberikan kesehatan oleh Allah SWT serta dapat menjadi pribadi yang selalu mampu untuk bersyukur dan bersabar. Bagaimana pun, dengan nikmat sehat, kita dapat lebih mengoptimalkan kebaikan yang dapat kita lakukan. Semoga Ayah pun sehat selalu dan dapat menjalankan segala amanah yang beliau emban saat ini dengan sebaik-baiknya. Amin…

Sekian tulisan dari saya untuk saat ini. Panjang ya… Hehehe…. Terima kasih ya sudah mau baca… Tetap semangat!! :)

No comments:

Post a Comment