Saturday 11 March 2017

Seminar Parenting “Komunikasi Efektif untuk Generasi Gemilang” Bagian 2


MasyaAllah walhamdulillah, respon notulensi saya tentang seminar bagian 1 kemarin luar biasa. Jadi semangat untuk melanjutkan catatan materi yang telah disampaikan oleh ketiga pembicara secara lengkap dan utuh.

Ada pepatah yang mengatakan, “Ikatlah ilmu dengan tulisan.” Pepatah ini benar adanya. Kadangkala saat ilmu hanya didengar saja, seringkali di kemudian hari ilmu tersebut terlupakan begitu saja. Maka agar ilmu ini lebih menempel dan bahkan dapat dinikmati oleh lebih banyak orang, seharusnya saya tuliskan dan saya bagikan kepada orang banyak agar menjadi ilmu yang bermanfaat. Setuju?

Yuk kita lanjutkan ya… ;)

Prinsip Parenting
Bagian akhir dari materi yang disampaikan oleh Mba Chita adalah tentang prinsip parenting secara umum, yaitu sebagai berikut :

Pertama, menjaga potensi baik (fitrah). Setiap anak dilahirkan dengan keadaan memiliki fitrah yang baik. Allah SWT telah meniupkan ruh ketauhidan dalam setiap jiwa manusia sebelum mereka dilahirkan (lihat QS. Al-A’raf ayat 172). Fitrah baik inilah yang mesti dijaga dan diarahkan agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan apa yang Allah SWT inginkan. Mba Okina di dalam bukunya menjelaskan bahwa pintu pertama dan utama dari fitrah manusia adalah keimanan serta keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sejatinya inilah yang akan mengarahkan tentang apa tujuan hidup manusia di dunia ini… Untuk siapa mereka hidup? Untuk apa mereka hidup? Sehingga dengan adanya keyakinan yang benar ini, maka pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang kehidupan akan dapat terjawab. Hidup dan kehidupan sejatinya adalah untuk ketaatan kepada-Nya. Jadi, potensi baik dapat terealisasi baik melalui keimanan dan ter-refleksi pada ketaatan. Jadi antara iman dan taat ini merupakan dua bagian yang tidak dapat dipisahkan.

Nah.. bermula dari pintu ini, maka pengasuhan dan pendidikan bagi anak kita sejatinya harus difokuskan pada tiga hal yaitu bersyukur, bertumbuh menjadi lebih baik, serta kebermanfaatan. Bersyukur akan membuat kita memandang segala sesuatu dari sisi positif. Bertumbuh menjadi lebih baik sejatinya kita berusaha untuk membuat diri kita lebih baik menurut versi kita. Artinya kita tidak membandingkan diri kita dengan orang lain, tetapi kita membandingkan diri kita dengan diri kita sebelumnya. Apakah diri kita bisa lebih baik dari hari kemarin?  Kebermanfaatan merupakan sebuah kualitas terbaik dari seorang manusia sebagai makhluk sosial, sesuai dengan hadist Rasulullah SAW yang berbunyi, “Sebaik-baiknya di antara kamu adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.”. Jadi, menjadi sholeh/sholehah secara pribadi saja belum cukup, tetapi sholeh/sholehah secara sosial yang akan menyempurnakan peran kita sebagai hamba-Nya dan khalifah-Nya di dunia ini. Ibarat air wudhu, syaratnya tidak hanya suci, tapi ia juga harus dapat mensucikan. Maka, menjadi sholeh dan muslih (mensholehkan) merupakan dua tujuan yang harus dicapai.

Dalam menjaga fitrah atau potensi baik anak ini, sejatinya peran orang tua adalah menjadi teladan (role model) yang baik bagi anak. Anak mungkin salah mendengar, tapi ia tidak mungkin salah meniru. Maka jika kita ingin anak kita dapat menghafal Al-Quran, maka tunjukan dulu sebagai orang tua pun kita berusaha menghafal Al-Quran. Jika kita ingin anak kita rajin shalat, maka jadilah dulu sebagai orang-orang yang menjaga shalat. Apa yang diharapkan dari anak untuk menjadi ahli ibadah, tapi sebagai orang tua kita ibadahnya saja masih bolong-bolong? #makjleb. Selain itu, peran orang tua juga adalah mengingatkan (yang bukan didasarkan atas emosi dan hawa nafsu), menjaga serta memperbaiki ketika anak melangkah pada alur yang keliru. Ingat lagi cara memuji dan menegur yang efektif pada bagian sebelumnya. Peran inilah yang sejatinya diperlukan orang tua di dalam menjaga fitrah baik anak: menjadi teladan, mengingatkan, menjaga dan memperbaiki.

Kedua, kasih sayang dan kelembutan. Ternyata di dalam mendidik anak diperlukan kasing sayang dan kelembutan. Ingat, lembut bukan berarti tidak bisa tegas pada anak atau membiarkan anak ya :D Kelembutan dan kasih sayang ini amat penting sebagai dasar penanaman dan pembenahan akhlak anak. Kebayang kan, gimana bisa kita memperbaiki perilaku anak kalau yang mereka terima dari kita adalah teriakan, makian bahkan kontak fisik yang tidak mendidik? *hiks… :( What can we expect from our kids when we are evil and show no affection towards them?

Ketiga, sabar. Mba Chita menjelaskan bahwa sabar di dalam mendidik anak berarti kita menikmati segala prosesnya. Artinya, mendidik anak ini bukan sebuah hal yang instan. Tidak ada yang namanya mendadak dalam mendidik. Ia sejatinya merupakan sebuah proses yang panjang bahkan terjadi seumur hidup kita. Selama anak kita masih bersama kita di dunia, selama itu pula proses mendidik dan mengasuh anak (tentunya sesuai dengan tahapan usia anak) kita emban sebagai amanah yang akan kita pertanggungjawabkan kelak di hadapan-Nya. Mba Okina di dalam bukunya pun menjelaskan bahwa sabar di dalam mendidik anak berarti tidak mengedepankan emosi, nafsu, dan ego kita sebagai orang tua. Misalnya saat menyuruh solat anak kita yang belum akil baligh, kita mengatakan, “Pokonya shalat itu wajib, kalau engga kamu masuk neraka.” karena ketidaksabaran kita di dalam mendidik anak kita untuk shalat. Padahal, anak yang belum akil baligh tidak menanggung dosa sehingga mereka tidak akan masuk neraka. Kenalkan konsep syurga dan neraka saat mereka telah siap dan memiliki pemahaman yang baik (menjelang akil baligh). Tanamkan konsep kecintaan mereka kepada Tuhan mereka, bahwa Allah SWT akan mencintai hamba-Nya yang taat kepada-Nya, sehingga apa yang tertanam di dalam benak dan hati mereka yang pertama kali adalah Allah SWT itu Maha Baik, Maha Penyayang, Maha Pengasih, Maha Indah, dan lain sebagainya, agar mereka melakukan suatu kewajiban atas dasar kecintaan mereka kepada-Nya.

Keempat, konsisten dan kongruen. Konsisten berarti kita teguh dan fokus pada tujuan, melakukan hal tersebut secara terus menerus. Sedangkan kongruen artinya adalah selaras. Mba Okina di dalam bukunya menjelaskan bahwa konsisten dan kongruen di dalam mendidik anak  berarti orang tua harus senantiasa “berfokus di dalam menjaga serta mengembangkan fitrah dan potensi baik anak dengan cara menjadi teladan, senantiasa mengingatkan serta memperbaiki.” Konsisten dan kongruen ini sangat penting karena lagi-lagi karena mendidik adalah proses yang amat panjang. Konsisten juga bukan berarti kita hanya menggunakan cara yang itu-itu saja, kita harus kreatif menemukan cara yang baik dan segar di dalam mendidik anak kita. Kongruen pun bermakna apa yang kita ucapkan, perintahkan maupun larang kepada anak-anak kita, harus pula kita sesuaikan dengan perilaku kita. Misalnya, “Adek, udah jangan main handphone aja…” tapi kita ngasih taunya sambil main handphone secara intens. What can we expect from that? :D

Tepat pukul 10.00 pagi Mba Chita menutup presentasinya dengan berkata, “Yang paling penting dari orang tua adalah keinginan untuk berubah dan mau belajar. Don't label ourselves with negativity.” Terima kasih Mba Chita atas ilmunya :’) Doakan agar kami bisa mengaplikasikan ilmu ini yaa…

Kami pun break sekitar 15 hingga 20 menit untuk menikmati snack, teh dan kopi yang telah disediakan panitia sekaligus dibagikan doorprize bagi peserta. Sekitar jam 10.20 pun diskusi dilanjutkan oleh Mba Iwed dengan topik yang menarik dan aplikatif di dalam keseharian kita. Gimana masih semangat baca? :D

Mba Iwed

Tentang Otak Manusia
Mba Iwed pertama kali menjelaskan bahwa otak manusia adalah anugerah dari Allah SWT yang membedakannya dengan makhluk lain. Selain hati kita, otak merupakan pusat dari segala pengendalian yang ada di dalam diri kita. Mba Iwed menjelaskan secara umum otak terdiri dari empat bagian utama. Pertama adalah bagian belakang bawah otak kita dinamakan Reptilian Brain yang sifatnya instingsif. Maksudnya adalah insting dalam merespon lapar untuk makan, ada bahaya kita melindungi diri, memiliki keinginan terhadap sesuatu kemudian kita ambil, dikendalikan oleh otak bagian Reptilian Brain ini. Makanya kalau kita sebagai manusia kerjaannya hanya makan kemudian mau ambil sesuatu aja, mungkin kita bisa disamakan dengan buaya dan uler. Hehehhe… :D Kedua adalah otak yang terletak di bagian tengah yang disebut dengan Mammal Brain alias otak mamalia. Otak ini bergungsi di dalam mengendalikan emosi seperti kasih sayang, pengolahan indra serta ingatan jangka pendek. Ketiga, otak bagian atas yang disebut dengan Primate Brain atau otak primata, tempat dimana kecerdasan berada. Otak ini berfungsi untuk berpikir, menganalisa, serta ingatan jangka panjang. Terakhir, otak bagian depan yang disebut dengan prefrontal cortex atau yang disingkat sebagai PFC. PFC inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lain karena ia berfungsi di dalam mengontrol moral, menunda keinginan, berempati, serta olah bahasa. Nah pada anak, banyak saluran-saluran dari PFC ini yang belum terkoneksi secara sempurna sehingga perlu stimulus untuk memfungsikannya secara sempurna. Tugas para orang tua-lah yang membimbing agar anak-anak kita dapat memfungsikan otak PFC ini, agar fitrah baik anak dapat terjaga dan bertumbuh dengan sebaik-baiknya. Masya Allah yaa :’)

Developmental Stages
Setelah menjelaskan tentang bagian otak manusia beserta fungsinya, Mba Iwed menyuguhkan beberapa video kepada para peserta mengenai tahapan tumbuh kembang anak mulai dari usia 0 hingga remaja. Duh saya merasa terharu saat menonton video itu. Ada banyak kesalahan dari pola asuh saya kepada Afifa saat ia berusia 0-2 tahun :’( Maafkan Mama ya nak…

Di dalam slide dijelaskan bahwa usia 0 hingga 2 tahun disebut dengan “Delta Stage” dimana yang dihighlight dari perkembangan anak pada usia ini adalah bagian motor sensorik-nya, alias penajaman indra. Jadi anak pada usia ini berusaha memahami segala sesuatu dengan indra. Wajar banget kalau anak-anak di usia ini apa-apa dimasukin ke mulut, dicium, diremes-remes karena memang itulah developmental stage yang mereka lalui: memahami apapun dengan inderanya. Jadi inget dulu kami suka kasih makan burung yang ada di kampus dengan beras, sebelum memberikan beras ke burung-burung, Afifa dengan enaknya makan dulu berasnya. Hihihi… Penasaran kali ya… :D Selain itu, anak usia 0-2 tahun tidak pernah mengenal gagal atau takut gagal. Makanya saat belajar jalan kemudian terjatuh ia akan bangun lagi kemudia coba lagi hingga menjadi mahir berjalan…

Anak usia 2-6 tahun memasuki tahap “Theta Stage” atau disebut juga masa “pre-operational”. Anak-anak pada usia ini akan memahami bahasa dan simbol-simbol. Mereka akan cenderung imajinatif (belum bisa membedakan kenyataan dan imajinasi), banyak bertanya, egosentris (ingin selalu menjadi pusat perhatian para orang tua-nya), serta mulai membentuk kepercayaan diri. Maka peran orang tualah yang bertanggung jawab terhadap belief (keyakinan) serta values (nilai) apa yang ingin ditanamkan pada pikiran bawah sadar mereka. Mba Okina di dalam bukunya menjelaskan bahwa tahapan ini merupakan tahapan emas untuk menanamkan keyakinan. Orang tua sudah semestinya meluangkan waktu sebanyak-banyaknya untuk menanamkan keimanan di dalam diri anak kita. Hubungkan segala sesuatu dengan kasih sayang Tuhan. Misalnya kita ajak anak kita pergi ke taman, lalu kita bisa sambil berkata, “Alhamdulillah ya sayang Allah Maha Menyayangi kita, kita bisa melihat dengan mata sehingga kita tahu bunga-bunga yang berwana merah dan kuning, sungguh indah…” Jadi jangan sampai keliru untuk menanamkan nilai-nilai penting pada usia ini.

Tahap selanjutnya adalah “Alpha Stage” atau yang disebut juga “Concrete Operational” yang merupakan anak-anak dalam rentang usia 6-12 tahun. Pada usia ini anak-anak akan berusaha menemukan solusi atas masalah yang dihadapinya secara sederhana (problem solving) berdasarkan peta dalam pikirannya. Nah peta (map) di dalam pikirannya ini mulai dipengaruhi oleh sumber lain. Peran orang tua disini adalah memahami serta melakukan pemetaan kembali (remapping) pada pemikiran anak jika diperlukan. Oleh karena itu, Mba Okina di dalam bukunya menggarisbawahi betapa pentingnya ikatan dan kepercayaan anak pada orang tua yang terbentuk pada tahapan sebelumnya (Theta Stage). Ini akan menentukan apakah anak anak lebih memilih mematuhi pengaruh orang tuanya atau malah justru lebih terpengaruh oleh lingkungan luar?

Tahap terakhir dinamakan “Beta Stage” atau “Formal Operational” bagi anak-anak di atas usia 11 atau 12 tahun. Pada usia ini anak-anak akan mulai dapat diajak berdiskusi dan mulai mengaplikasikan “defense mechanism” dalam rangka menutupi kekurangannya. Inilah periode awal aktualisasi diri dan saat yang amat penting untuk mulai menentukan goals.  Disinilah mungkin akan mulai ada adu argumentasi antara anak dan orang tua. Namun, selama orang tua mampu menjalankan perannya sebagai role model (teladan) terbaik bagi anaknya, maka masa ini akan menjadi masa-masa yang menyenangkan karena akan ada diskusi menarik seperti diskusi dengan sahabat, serta anak sudah mulai dapat bertanggung jawab atas tugas pribadinya. Maka koneksi hati alias rapport harus terbangun sedini mungkin antara orang tua dengan anaknya.  “Anak adalah peniru ulung. Jadikan diri Anda model terbaik untuk ditiru, yang bisa dilihat, didengar, dan dirasakan langsung olehnya.”

Mba Iwed pun menyuguhkan sebuah video yang sangat membekas, bagaimana anak menjadi cerminan perilaku dari orang tuanya. Orang tua yang membuang sampah sembarangan, anaknya pun membuang sampah sembarangan. Orang tua yang sumpah serapah pada orang lain, anaknya pun seperti itu. Dan banyak lagi berbagai kebiasaan buruk anak akibat meniru “plek plek” orang tuanya. Di akhir video itu ditulis, “Children see. Children do.” Hiks… air mata saya meleleh deh :’(

Peran Ayah
Nah kemudian Mba Iwed menjelaskan pada tahapan-tahapan perkembangan anak, peran Ayah amatlah penting. Jika ibu disebut sebagai “madrasah pertama bagi anak” (al-madrasatul al aula), maka ayah adalah kepala sekolah yang menentukan visi dan misi sekolahnya, apa saja kurikulum yang akan dijalankan sekolahnya, apa tujuan sekolahnya, dan hal-hal penting lainnya. Maka wajar jika diibaratkan kapal, Ayahlah yang menjadi nahkoda pemegang kemudi yang menentukan kemana kapal akan berlayar. Jadi, tugas pendidikan anak adalah tugas berdua yang sama penting dan krusialnya yang diemban oleh Ayah dan Ibu. Maka, perbaiki diri bukan hanya sang Ibu, tapi sang Ayah pun harus mau memperbaiki diri.

Mba Iwed menjelaskan bahwa banyak studi ilmiah yang membuktikan pentingnya koneksi antara Ayah dan anak. Misalnya penelitian dari Father Involvement Development, New York menemukan bahwa anak yang merasa dekat dan dicintai ayahnya, cenderung memiliki masalah perilaku yang sedikit dan bahkan menunjukkan keengganan untuk mengkonsumsi alcohol dan obat-obatan terlarang. Juga Wenk, D et al (1994) membuktikan di dalam penelitiannya bahwa peran ayah akan berdampak pada kepercayaan diri anak, kepuasan hidup anak, less-stress pada anak, serta memunculkan keberanian anak untuk melakukan hal-hal positif. Makanya Mba Iwed bahagia sekali pada saat seminar kemarin ada beberapa orang Ayah yang ikut serta di dalam menimba ilmu parenting tersebut… *Papa Afifa nanti kita sharing ilmu yaa :’)

Jika kondisi yang mengharuskan suami dan istri harus berjauhan (seperti LDM atau meninggal atau bercerai), maka harus ada sosok lain pengganti yang dapat mengisi sosok Ayah di dalam kehidupan anak kita. Misalnya kakeknya, om-nya, dan lain sebagainya. Intinya jangan sampai anak tidak mendapatkan dan menemukan sosok Ayah di dalam hidupnya. Saya jadi berpikir dan sadar mengapa begitu Rasulullah SAW sangat mencintai anak-anak yatim dan bahkan menjamin posisi yang berdekatan di syurga bagi orang-orang yang memperhatikan dan mencintai anak-anak yatim. Karena bagaimanapun, sunatullahnya anak memerlukan sosok Ayah di dalam kehidupannya… Ya Allah, betapa sempurnanya ajaran-Mu… :”)

Baik sepertinya tulisan bagian 2 ini saya cukupkan dulu ya. Nanti insyaAllah saya lanjutkan lagi penjelasan dari Mba Iwed mengenai Lima Pilar Komunikasi serta Hypnotic Language Pattern, dan tentu saja sharing dari Mba Iranty  mengenai pengalaman beliau di dalam mendidikan anak remajanya yang berusia 16 tahun saat ini. Stay tuned ya ;)

6 comments:

  1. terimakasih tulisannya yang lengkap dan terstuktur, semoga banyak yg baca dan makin tersebarlah ilmu Enlightening Parenting bagi para orangtua dimana pun berada. di tunggu lanjutannya ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama2 mba iwed :) moga silaturahim terus terjaga ya..

      Delete
  2. Bagus sekali mba, saya banyak belajar. Terima kasih

    ReplyDelete