Alhamdulillah
kita sudah sampai kepada bagian terakhir dari seri seminar parenting yang
diadakan pada hari Sabtu tanggal 11 Maret 2017 yang lalu. Sesi terakhir dari
seminar ini adalah sharing pengalaman pribadi oleh Mba Iranty Purnamasari alias
Mba Ranty. Saat pertama kali beliau datang, saya langsung berbisik dalam hati, “Ih itu si Emak yang suka bilang, ‘Oh…
seperti itu.’ di sinetron Ojeg Pengkolan…” Hehehhee… Saya sungguh bersyukur
pada hari itu kami berkesempatan tidak hanya mendapatkan materi dari para certified trainer yaitu Mba Chita dan
Mba Iwed, tapi juga mendapatkan ilmu dari pengalaman pribadi seorang public figure yang tentunya dapat kita
ambil ibroh alias hikmahnya. Baik kita mulai ya :’)
Sekilas tentang Mba Ranty
Di
awal sharingnya, Mba Ranty memperkenalkan diri sebagai Ibu dari seorang remaja
putri berusia 16 tahun yang bernama Selika. Alhamdulillah tidak perlu menunggu
lama Mba Ranty diberikan amanah oleh Allah SWT. Tiga bulan setelah pernikahan,
Mba Ranty pun hamil Selika. Saat mengetahui kehamilannya, Mba Ranty langsung
menghentikan segala kegiatannya dan hanya ingin berfokus pada kehamilannya.
Bahkan
maternity leave (cuti
melahirkan) yang ia jalani pun di-
extend hingga
dua tahun lamanya demi menyusui sang buah hati. MasyaAllah ya, betapa saya
sangat salut saat Mba Ranty bercerita bahwa dia vakum dari segala kegiatan
hanya untuk fokus pada kondisi kehamilannya dan menyusui Selika. Barakallah Mba
Ranty… :’) Mba Ranty pun melanjutkan kegiatannya saat Selika sudah disapih.
Mba Ranty
Tapi…
Karena
Mba Ranty merasa bahwa bonding yang
terbangun antara dirinya dengan Selika amat kuat karena selama tiga tahun fokusnya
hanya untuk Selika, Mba Ranty merasa bahwa dia-lah yang mengetahui yang terbaik
untuk anaknya. Di sebagian hal memang benar, namun di sebagian yang lain Mba Ranty menyadari
bahwa itulah kesalahannya di dalam mendidik Selika. Misalnya, saat Selika kecil
Mba Ranty sudah menyiapkan makan sesuai dengan porsi yang Mba Ranty pikir adalah
yang terbaik untuk Selika. Saat Selika bilang kenyang tapi makanan belum habis,
maka Mba Ranty akan tetap memaksa Selika untuk menghabiskannya. Padahal mungkin
respon tubuh Selika sudah berkata kenyang, tapi tetap dipaksa untuk
menghabiskan makanannya. Suami Mba Ranty sudah mengingatkan, daripada Selika
memuntahkan apa yang sudah dimakannya, lebih baik sudahi saja makannya. Tapi
Mba Ranty berpikir bahwa apa yang sudah disiapkan, maka itulah yang mesti
dihabiskan. Dan… ternyata benar, di suapan terakhir, Selika memuntahkan semua
makanannya. Belum cukup sampai di situ, bukannya Mba Ranty menyudahi makan
Selika, tapi Mba Ranty malah menyiapkan makanan lagi untuk Selika karena ia
berpikir makanan di perut Selika sudah dimuntahkan sehingga perutnya kosong…
Begitu sering terjadi dahulu… Mba Ranty amat menyesal jika harus mengingat
kejadian itu…
Kesalahan Komunikasi
Mba
Ranty menyadari bahwa salah satu kesalahan komunikasi yang terjadi antara
dirinya dengan Selika adalah adanya komunikasi yang sifatnya satu arah. Bahwa
di dalam benak Mba Ranty saat itu, anak harus menurut apapun yang diperintahkan
oleh Ibunya karena Ibu-lah yang mengetahui yang terbaik bagi anaknya. Mba Ranty selalu mencukupi apa pun yang Selika
butuhkan (menurut perspektif Mba Ranty), sehingga ia menjadi merasa superior
atas Selika. Jika Selika menunjukkan sikap tidak suka, maka Mba Ranty akan langsung
menegur Selika. Bahkan Mba Ranty pernah bilang, “Jika kamu tolak pinggang, maka saya bisa tolak kepala…” dengan
suara naik beberapa oktaf.
Children
see. Children do.
Mba
Ranty pun bercerita bahwa apa yang anak lihat, maka itulah yang akan dia
lakukan. Beberapa sikap yang kurang baik yang pernah Mba Ranty lakukan di depan
Selika, ternyata dicontoh pula oleh Selika. Misalnya sikap memarahi asisten
rumah tangga. Awalnya Mba Ranty amazed
dan berpikir, “Ih lucu ya Selika kaya mini-me…” Tapi lama kelamaan dia berpikir
bahwa Selika mencontoh hal-hal yang kurang baik dari dirinya, pasti ada sesuatu
yang salah.
Titik Balik
Sampai
suatu saat Mba Ranty menyadari bahwa ada perubahan di dalam diri Selika, dari pribadi
Selika yang ceria menjadi pribadi yang tertutup. Setiap ditanya, jawaban Selika
selalu oke, she is fine, nothing is wrong.
Tapi feeling Mba Ranty sebagai seorang Ibu mengatakan bahwa sepertinya ada yang
salah.
Kesedihan
Mba Ranty memuncak saat ia mendapati Selika telpon-telponan dengan orang lain,
mencurahkan segala isi hatinya terutama kegundahan di dalam hatinya. Ternyata
yang Selika telpon adalah gurunya. Saat itu Mba Ranty sedih, mengapa saat Selika
perlu cerita, Selika malah mencurahkan segalanya pada orang lain, bukan pada
dirinya sebagai ibunya. Mba Ranty sedih, bukan karena apa-apa, tapi dia
menyadari bahwa belum terbangun kenyamanan dan kepercayaan Selika terhadap
dirinya.
Mengikuti Pelatihan Enlightening Parenting
Suatu
saat di tahun 2015, Mba Ranty diminta oleh sahabatnya yang bernama Mba Arie untuk
membacakan narasi di acara launching buku “The Secret of Enlightening
Parenting”. Saat itu pertama kalinya ia terpapar akan informasi dan ilmu
tentang ilmu parenting yang dibawakan oleh Mba Okina. Sejak saat itu ia sering
berdiskusi dengan Mba Arie mengenai parenting
dan segala yang berkaitan dengannya. Mba Arie pun menyarankan Mba Ranty untuk mengikuti
pelatihan selama dua hari bersama Mba Okina Fitriani. Dengan niat untuk terus
memperbaiki diri sebagai seorang Ibu, maka diikutinyalah seminar tersebut. Pada
saat itu, Mba Ranty benar-benar tersadarkan akan kesalahan-kesalahan
komunikasinya dengan Selika selama ini. Ia segera tau mengapa Selika menjadi
pribadi yang amat tertutup terhadap dirinya. Kata Mba Ranty, “Saat saya mengikuti pelatihan, saya ibarat
ditampar bolak-balik..” sambil menirukan gaya orang menampar. Hehehe… You are not alone Mba Ranty… Saya juga
di seminar kemarin merasa ditampar ko… Hehehehhe :D
Mba
Ranty mendapatkan banyak pencerahan setelah mengikuti seminar tersebut. Ia
langsung berbenah diri, apa yang bisa diperbaiki akan ia perbaiki seoptimal
yang ia bisa. Maka Mba Ranty mulai sharing
dari hati ke hati dengan Selika, terutama mengenai apa yang Selika rasakan…
Kemudian Selika berkata, “Jika Mama
marah, itu akan merusak satu hari saya…” Ternyata apa yang Mba Ranty
lakukan akan memengaruhi kondisi anaknya secara langsung. Ia tersadar bahwa
selama ini Selika menurut kepadanya hanya karena Selika takut dimarahi Mama
bukan karena Selika sadar bahwa itu adalah untuk kebaikan dirinya. Kalau
dimarahi Mama, Selika akan kehilangan mood
baik dalam satu hari. Saat itu Mba Ranty tersadar dan bertekad untuk terus
memperbaiki komunikasi yang ia bangun dengan Selika.
Saat Ini
Memperbaiki
diri sesungguhnya merupakan proses seumur hidup. Selama kita hidup, maka proses
perbaikan diri akan terus dan harus kita jalani. Mba Ranty terus memperbaiki
diri, meski tidak gampang tapi ia terus berusaha sekuat tenaga untuk mengejar
ketertinggalan karena kesalahan komunikasinya dengan anak semata wayangnya ini.
Dan
ternyata, usaha tidak akan pernah mengkhianati orang yang berusaha. Setelah
terus menerus memperbaiki diri, Mba Ranty merasakan adanya perubahan yang lebih
baik terutama pada hubungannya dengan Selika. Selika menjadi anak yang selalu
terbuka pada Mba Ranty, menceritakan apa yang selalu dirasakannya. Ada
moment-moment kedekatan yang biasa ia lakukan bersama Selika. Misalnya saat
mereka di mobil, mereka berpegangan tangan tanpa berbicara apapun sambil Selika
menyandar pada bahu Mba Ranty atau Mba Ranty tiduran di atas paha Selika. Pun
Mba Ranty selalu menyediakan quality time
bersama Selika. Ia menyadari kesibukannya, maka kualitas kebersamaan dengan
Selika adalah yang utama. Mba Ranty menyingkirkan segala hal yang dapat
mendistract fokusnya pada Selika… Ia singkirkan handphone, karena tidak ada yang lebih penting daripada
kedekatannya dengan Selika. Hingga suatu
saat Selika sendiri yang berkata, “My Mom
is my best friend.” Di situ Mba Ranty menitikkan air matanya, atas
pengalamannya bersama Selika, bagaimana kondisi mereka dulu dan saat ini.
Mba
Ranty bertekad bahwa ia akan terus memperbaiki kualitas komunikasi di antaranya
dengan Selika. Karena bagaimanapun, anak adalah amanah dari Allah SWT yang
harus senantiasa dijaga dan dididik dengan penjagaan serta pendidikan yang
terbaik karena suatu saat ia akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan
Allah SWT. Aamiin ya Rabbal aalaamiin…
MasyaAllah…
saat mendengar cerita dari Mba Ranty kami merasa diingatkan oleh suatu
pengalaman yang begitu luar biasa dan berharga… Mba Ranty tidaklah sendirian,
kami semua para orang tua pasti mengalami kesalahan terhadap anak kami. Tapi… kita
harus terus memperbaiki diri kita ke arah yang lebih baik lagi, Aaamiin..
Sekian notulensi dari saya atas seminar minggu lalu. Semoga bermanfaat. Sesungguhnya kebenaran sumbernya dari Allah SWT dan kesalahan murni berasal dari saya sebagai manusia yang penuh khilaf. Mohon maaf yaa :)
(Atas kiri ke kanan: Pupu, Qorry, Aci, dan Keke)
(Bawah kiri dan kanan: Mba Chita, Mba Iwed, dan Mba Ranty)
Cheers...
Tamat.