Saturday, 22 March 2014

Pernikahan (Part 5 - Selesai)


Tanggal 22 Desember pun datang begitu cepat.
Semua persiapan dijalankan dengan sepenuh hati dan semaksimal yang kami dapat lakukan.
Kami tidak menggunakan jasa wedding organizer, karena pihak keluarga dan sahabat-sahabat Papah Mamah siap membantu. Alhamdulillah… Banyak sekali pihak yang membantu keberlangsungan acara pernikahan kami. Atas jasa mereka yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, saya ucapkan terima kasih.  Semoga Allah yang senantiasa membalas kebaikan mereka dengan balasan yang berlipat ganda. Aamiin…


Para Vendor

Vendor yang kami gunakan kebanyakan yang pernah menjadi vendor pernikahan Teh Okty tanggal 4 Juli 2011 yang lalu. Saya akan berikan list para vendor pernikahan saya sebagai bahan referensi temen-temen. Siapa tau diperlukan.  Alhamdulillah saya merasa puas dengan hasil kerja para vendor. They did their job amazingly professional.

Pertama, tempat. Kami gunakan tempat di IPB International Convention Center, karena letaknya yang startegis sehingga mudah dijangkau oleh tamu-tamu dari Bogor, Jakarta, Sukabumi, Bandung, dan kota-kota lainya. Acara akad dan resepsi pun dilakukan di tempat ini.

Kedua, catering. Nah… Catering merupakan salah satu “nyawa” utama di dalam resepsi pernikahan, karena inilah salah satu bentuk penghargaan kami kepada tamu yang telah rela menyempatkan hadir ke acara pernikahan kami. Pilihan jatuh kepada Dwi Tunggal Citra catering.

Ketiga, dekorasi. Vendor yang dipilih adalah Gutama. Alhamdulillah, Om Ino sebagai CP dari Gutama berhasil membuat dekorasi yang sesuai dengan harapan kami.

Keempat, dokumentasi. Berdasarkan rekomendasi Teh Okty, saya menggunakan jasa apa yaa…. Oh ya... GLpicture dari Bogor. They did well too.

Kelima, rias pengantin dan keluarga. Kami menggunakan jasa tante Daisy dan tim dari Rumah Pengantin, Bogor untuk mempercantik kami. Alhamdulillah kami selalu puas dengan jasa tante Daisy and the gank.

Keenam, baju pengantin dan keluarga inti. Kami menggunakan jasa Mba Ayu Dyah Andari. Saya “menemukan” Mba Ayu ini pada acara festival Jakarta Islamic Fashion Week di JCC. Saya langsung merasa klik saat melihat koleksi-koleksinya. Akhirnya kami janjian di showroom-nya yang berlokasi di Cibubur. Baju pernikahan saya sewa, sedangkan untuk keluarga inti didesign dan dijait baru. You may also see her through twitter.

Ketujuh, jilbab pengantin. Saya gunakan jasa Cahya Meytasari atas rekomendasi Mba Ayu. I was satisfied with her work. She’s still young yet shining. Hihihi… You may also see her twitter as well ;)


Para Pengisi Acara

Keberlangsungan acara pun tentunya karena didukung oleh para pengisi acara. Alhamdulillah Pak Waladan selaku MC selalu memberikan performanya yang terbaik. Beliau telah menjadi MC pernikahan keluarga kami sejak pernikahan A Irfan. Jadi lima kali sudah kami menggunakan jasa beliau.

Kekhidmatan acara akad nikah diawali dengan pembacaan Al-Quran dari Ustad Drs. H. Mahfudz Quraisy, seorang al-hafidz. Masya Allah, suaranya begitu merdu, sehingga suasana sakral pun berhasil diciptakan sedari awal acara. Saritilawah adalah A Imad.

Ijab Kabul pun dilaksanakan dan dipandu oleh Na’ib Bapak Drs. Jamaluddin dari KUA Kota Bogor. Atas permintaan Papah, pembacaan Ijab Kabul dilakukan menggunakan bahasa Arab. Alhamdulillah, semuanya berjalan lancar. Saat sah, dan saya resmi menjadi istri dari Hambari Nursalam, na’ib pun mendoakan agar keberkahan senantiasa melimpahkan keberkahan atas pernikahan kami.

Selain emas, suami pun memberikan hafalan QS. Ar-Rahman sebagai mahar pernikahan. Oleh karena itu, begitu ijab Kabul selesai dilaksanakan, beliau segera membacakan QS. Ar-Rahman yang diperdengarkan pada acara tersebut. Alhamdulillah… Ternyata suami lancar membacakan ayat-ayat cinta tersebut.

Yang tidak kalah penting tentunya adalah nasihat pernikahan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Nassaruddin Umar (Wakil Menteri Agama RI) setelah proses penyerahan mahar dan penandatangan dokumen pernikahan. Masya Allah... Begitu indah nasihat-nasihat yang beliau paparkan.

“Selesaikanlah semua masalah yang Ananda berdua hadapi di atas sajadah...
Jadikan keturunan Ananda berdua tidak hanya sebagai keturunan biologis, tetapi juga sebagai keturunan ideologis, yaitu keturunan yang dapat menjadi pendakwah, penyampai nilai-nilai agama dan kebaikan.”

Bahkan saat beliau menyampaikan nasihat tersebut, saya mendengar beberapa tamu menyerukan takbir, karena merasa begitu hanyut dalam nasihat yang beliau sampaikan. Masya Allah...

Acara akad pun disempurnakan oleh pembacaan doa khutbah nikah yang disampaikan oleh Ustad Yusuf Mansur. Masya Allah... Doa yang beliau sampaikan begitu indah, lengkap, dan menyeluruh. Yang didoakan tidak hanya pengantin, tapi juga yang hadir di acara kami, bahkan seluruh masyarakat Indonesia dan umat sedunia.

Ada satu moment lucu ketika Ustad YM membaca doa. Saat Ustad YM berdoa yang isinya, “Ya Allah... Semoga yang belum memiliki jodoh segera dipertemukan dengan jodohnya...” Seketika para tamu undangan yang banyak terdiri dari para bujang yang masih single and available pun merespon, “Aamiin...” dengan volume yang membahana seluruh ruangan. Hehehehe lucu deh. Alhamdulillah prosesi akad nikah berjalan lancar dan khidmat sesuai dengan apa yang kami impikan.

Selang kira-kira dua jam pasca akad nikah, resepsi pernikahan pun diadakan. Saat resepsi dimulai, pemberi sambutan atas nama keluarga adalah A Irfan dan dilanjutkan dengan pembacaan doa oleh Ustad Ibdalsyah. Subhanallah, doa dari Ustad Ibdalsyah pun tidak kalah indah dan menyentuh. Alhamdulillah...

Selama resepsi berlangsung, mulai dari kami masuk, kami diiringi oleh pemain musik yang terdiri dari satu vokalis, pianis, violist, and pemain bas betot yang kesemuanya laki-laki. Alhamdulillah, lagu-lagu religi pun menemani selama tiga jam resepsi berlangsung.

Para Tamu

Alhamdulillah... Yang paling membahagiakan tentu saja doa dan kehadiran para tamu undangan. Sekitar 300 orang hadir saat akad, dan hampir 2000 orang hadir saat resepsi. Data ini kami terima setelah acara, dari vendor gedung yang memang menghitung menggunakan checker setiap para tamu yang hadir. Souvenir 1000 buah buku al-matsurat pun habis, bahkan sebagian tamu ada yang tidak kebagian...

Tamu yang hadir mulai dari keluarga besar dari Papah, Mamah, dan keluarga Kak Hambari.  Keluarga dari Amerika dan Qatar pun bahkan menyempatkan hadir. Sengaja mereka pulang beberapa minggu hanya untuk menghadiri acara pernikahan kami. Terharu. Keluarga dari Sukabumi, Bandung, dan luar kota lainnya pun hadir. Belum lagi keluarga dan kerabat dari Bogor.

Rasa haru pun lagi-lagi muncul saat tau para sahabat dan kerabat banyak sekali yang hadir. Keluarga Bunda Ning dari KL yang sengaja datang ke Bogor selama 3 hari khusus menghadiri acara pernikahan kami. Begitu pula Kak Sumayyah Abdul Azis dan kedua orang tuanya dari Melaka, Malaysia hadir khusus untuk kami. Ada juga Tita dari KL, Mba Sist dari Yogjakarta, Secha dari Jakarta dan sahabat-sahabat IIUM lainnya.

Sahabat lainnya pun hadir, seperti the Mafia, Ka Renny, C6, sahabat dari SD, SMP, SMA, dan IPB. Bahkan sebagian ada yang hadir bersama dengan orang tua dan keluarga mereka. Berasa reuni. Para guru dan dosen yang kami undang pun sebagian besar pun hadir. Lalu beberapa teman dari group ODOJ 119 pun hadir. Teman-teman dari Jakarta dan Bandung pun turut hadir. Terharu. Terharu sekali.

Tamu undangan Papah pun hadir, seperti para pengurus dan amilin BAZNAS, BRI Syariah, IPB, UIKA, MUI, Bapak Ary Ginanjar Agustian dan keluarga, Bapak Sandiaga S. Uno, dan masiiihhh banyak lagi pun hadir. Alhamdulillah... All paraise is to Allah..

Moment yang membuat saya bahagia saat resepsi salah satunya adalah saat adzan dzuhur, alhamdulillah kami bisa break sekitar 10 menit. Kami yang berada di pelaminan pun berkesempatan untuk shalat dzuhur sehingga kami tidak mengundur-ngundurkan waktu shalat. Alhamdulillah...

Epilog

Begitulah ceritanya mulai dari proses kami taaruf hingga menuju pelaminan.
Alhamdulillah, dua minggu setelah kami menikah, saya turut suami ke Kuala Lumpur. Saya melanjutkan kuliah S3 di IIUM, dan suami sedang mengerjakan thesisnya sambil mengajar.

Sengaja saya ceritakan kepada teman-teman semua untuk memberikan gambaran bahwa melalui proses yang seperti kami lakukan pun insya Allah bisa sampai ke pelaminan, asalkan kita selalu berniat baik dan melibatkan Allah di dalam setiap hal.

Tiga bulan. Masih seumur jagung pernikahan kami. Kami masih sama-sama belajar dalam mebangun rumah tangga kami. Saling adaptasi, saling menerima, dan saling mengingatkan satu sama lain.

Mudah-mudahan saya dan suami menjadi keluarga sakinah mawadah wa rahmah, dan berjodoh tidak hanya di dunia ini, tapi kelak hingga di syurga-Nya nanti. Aamiin...

*the end

Pernikahan (Part 4)


Pertemuan dengan Keluarga di bulan April

Bulan April pun datang. Keluarga saya dari Bogor pun tiba.
Saya menjemput mereka di KLIA. Bahagia rasanya dikunjungi keluarga lengkap, ditambah tiga keponakan yang cantik dan shalihah.

Kak Hambari diminta untuk datang ke hotel tempat kami menginap, Pacific Regency Hotel, tepat seberang KL Tower. *bukan promosi, tapi kami puas deh sama pelayanan hotelnya. Ternyata beliau datang on time, bahkan before time. Biar ga deg-degan kali ya? Hehehe… Oia… Koordinasi dan komunikasi dengan Ka Hambari dilakukan oleh A Irfan. Jadi A Irfan yang menghubungkan pihak keluarga saya dengannya.

Saat keluarga pergi menemui (calon) suami, saya diminta Papah untuk tetap di kamar hotel. Saya sih nurut aja. Toh kan sekarang it’s their turn to get know about him directly, not mine anymore. Saya hanya berdoa dari dalam kamar, semoga diberikan yang terbaik. Jika keluarga saya sreg, saya semakin mantap dengan keputusan saya ini. Jika sebaliknya, tentu saja ini menjadi pertimbangan besar buat saya.

Kira-kira satu hingga dua jam mereka berbincang. Lama juga…
Akhirnya semua keluarga saya pun kembali ke kamar. Apa reaksi mereka?
A Irfan, “Kalau gw setuju dari awal. Bagus ko…” *yayayaya…
A Iman, “Gw cocok qor. Tinggi dan ganteng lagi…” *pegangin idung suami biar ga terbang ;P
A Imad, “Qor, keliatannya ikhwan banget. Nanti ngomongnya “Ana tsiqoh ke antum.” lagi..” *hahahaha ini bikin ngakak banget.
Teh Okty, “Ya gw mah oke oke aja Qor. Gw malah di pojokan foto-foto sama Amira dan A Ipunk.” *okelah >.<
Kalau para kakak ipar sih senada dengan kakak-kakak saya. Intinya semua menilai positif. Oia maaf ya, saya dan kakak-kakak saya memang membahasakan “gw” untuk memanggil diri kami masing-masing. Tapi kami saling mencintai dan menghormati kooo ;)

Lalu bagaimana dengan Papah dan Mamah?
Kata Papah, “Insya Allah Papah setuju. Papah minta keluarganya resmi datang melamar ke Bogor.”
Kata Mamah, “De… Orangnya pede banget ya. Pas di awal langsung bilang ke Papah kalau dia mau melamar kamu…” *oalah Kakakkkkkk…. Meuni to the point banget :p

Begitulah… Akhirnya disimpulkan bahwa keluarga termasuk tiga keponakan lucu menerima Kak Hambari sebagai calon suami saya. Lalu direncanakan bulan Juni pun keluarganya atau perwakilannya akan datang melamar saya secara resmi ke Bogor.

Khitbah

Tanggal 10 Juni 2013, Kak Hambari pun datang bersama kakak pertamanya, Kak Hanafi sebagai perwakilan kedua orang tuanya yang tidak dapat datang ke Bogor dikarenakan jarak Selat Pajang – Bogor bukanlah jarak yang dekat. Butuh perjuangan besar untuk sampai ke Bogor ini. Inilah yang saya sukai darinya. Beliau menunjukkan keseriusannya dari sejak pertama kali kami melakukan proses ini. Alhamdulillah…

Kira-kira jam 10 pagi hingga dzuhur Kak Hambari dan Kak Hanafi bertamu ke rumah sederhana kami di UIKA untuk melamar saya. Alhamdulillah semuanya berjalan lancar, tidak ada satu kekurangan apapun juga. Mulai hari itu saya resmi menjadi calon istri seseorang. No man can ask me anymore related my status. I am single but unavailable. Maaf Anda belum beruntung ;P Hehehehe…

Oia… Selama proses taaruf hingga khitbah ini, sengaja kami rahasiakan dari khalayak umum. Bukan apa-apa, selain karena agama mengajarkan untuk merahasiakan khitbah dan mengumumkan walimah, juga agar kami dapat saling menjaga kehormatan masing-masing. Jika di pertengahan jalan gagal (naudzubillah) dalam proses ini, maka izzah dan perasaan masing-masing insya Allah akan lebih terjaga. Jadi, proses ini pun hanya diketahui keluarga dan sahabat terdekat saja.

Saling Menjaga Diri dan Menjaga Hati

Selama proses menuju pernikahan, kami sama-sama berusaha untuk saling menjaga hati kami masing-masing. Tidak ada komunikasi secara langsung yang kami lakukan. Jika pun ada, yang dibahas pun hanya masalah koordinasi menjelang hari pernikahan. Hal itu pun diketahui oleh pihak lain, seperti orang tua atau para kakak. Misalnya, jika saya perlu untuk email beliau, pasti email tersebut saya cc-kan ke A Irfan sebagai pemantau isi komunikasi kami. Intinya kami tidak boleh lengah. Meski sudah pada tahap khitbah, tapi bukan berarti hubungan kami sudah halal. Jadi kami berusaha menjaga itu semua.

Komunikasi yang kami jalani terutama lewat doa. Saya tiada henti-hentinya berdoa agar Allah terus meridhoi segala langkah kami. Karena tanpa ridho-Nya, maka sia-sialah semuanya.

Sempat Kak Hambari datang ke Bogor dua kali setelah pelamaran. Pertama untuk diukur baju untuk walimah. Kedua untuk mengambil undangan pernikahan. Malah yang kali kedua beliau ke Bogor, kami tidak berjumpa karena saya menemani kedua orang tua saya dinas ke Tegal. Sehingga Kak Hambari hanya bertemu A Ipunk saja. *Sabar ya ka ;P

Nasihat Papah dan Mamah

Kesempatan pertemuan lainnya adalah saat saya diwisuda bulan November. Papah ingin bertemu dengan Kak Hambari dan saya di satu tempat bersama-sama untuk diberikan nasihat prapernikahan. Hal ini memang menjadi kebiasan Papah sejak proses pernikahan kakak saya yang pertama. Pasti calon pasangan dipanggil ke rumah untuk diberikan nasihat bersama-sama dengan kakak-kakak saya.

Akhirnya Kak Hambari datang ke hotel tempat kami menginap, Royale Chulan Hotel. Kami pun mengambil spot di café hotel. Posisi duduknya: Mamah, saya, Papah, lalu Kak Hambari. Meskipun Papah memberikan nasihat, tapi dibungkus dengan suasana yang santai dan nyaman.

Nasihat-nasihat Papah antara lain sebagai berikut.

“Pernikahan harus dilandasi dengan agama. Karena itu adalah satu-satunya pegangan hidup. Hiasi rumah tangga dengan banyak-banyak bersujud kepada Allah. Terangi malam-malam dengan shalat tahajjud. Ramaikan rumah dengan bacaan Al-Quran karena rumah yang sering dibacakan Al-Quran akan diberkahi oleh Allah. Percayalah, masalah apapun akan ada penyelesaiannya.”

“Antara suami dan istri harus saling menjaga dan mendukung dalam kebaikan. Misalnya istri tidak menghalang-halangi jika suami ingin berbuat baik kepada keluarganya, pun suami tidak boleh melarang jika istri ingin berbuat baik kepada keluarganya juga. Percayalah, sifat dermawan justru akan melapangkan kehidupan kita.”

“Selain itu, pastikan bahwa rezeki yang didapat adalah rezeki yang halal. Itu yang menjadi sumber kebaikan ataukah keburukan bagi rumah tangga. Pastikan apa yang dimakan oleh anak dan istri bersumber dari yang Allah ridhoi.”

“Jangan ditunda-tunda untuk punya keturunan, karena salah satu tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan anak yang sholeh dan sholehah.”

“Hambari jangan pernah berhenti untuk menuntut ilmu. Karena tantangan dakwah di Indonesia semakin besar. Insya Allah Allah akan berikan ilmu yang bermanfaat.”

Banyak lagi nasihat dari Papah yang kesemuanya itu amat bermanfaat buat kami kelak. Mamah pun turut berikan nasihat.

“Mamah ingin tenang melepaskan Qorry ke tangan Hambari. Saling menerima aja atas kekurangan masing-masing, karena ga ada yang sempurna. Misalnya, Hambari tolong maklum sama Qorry. Qorry belum bisa masak. Salah Mamah sih yang ga ngajarin Qorry masak. Qorry juga anak terakhir, jadi suka ogo (manja). Tapi Qorry bisa kok kalau beresin rumah. Sayangi Qorry ya…” *Di sini justru air mata saya tiba-tiba jatuh mengalir…

Alhamdulillah… Kurang lebih satu jam lamanya kami bertemu dan saling bertukar cerita. Tentang rencana-rencana kami. Tentang impian kami. Semuanya. Tak lupa Papah dan Mamah pun menceritakan pengalaman-pengalaman hidup mereka yang penuh dengan pelajaran.

*to be continued

Pernikahan (Part 3)


Istikharah dan Musyawarah yang Berkelanjutan

Waktu berjalan cepet banget pasca pertemuan di rumah guru ngaji saya.
Pengen rasanya saya hentikan waktu. Tapi hal tersebut tidak mungkin kan? Life goes on and we have to move on.

Maka hal yang saya lakukan setelahnya adalah “laporan” kepada keluarga tentang pertemuan saya dengan Hambari. Saya jelaskan detail kepada mereka jawaban-jawaban beliau, karena ada beberapa pertanyaan “titipan” dari Mamah saya. Tentu saja jawaban inilah yang akan memberatkan “iya” atau “tidak” sebagai keputusan akhir.

Saya meminta keluarga saya terus bermusyawarah dan istikharah agar saya diberikan yang terbaik. Dalam waktu bersamaan, saya pun bertanya kepada 3 orang yang dapat saya percaya sebagai referensi tambahan penilaian atas dirinya. Ini penting, karena mereka adalah orang-orang yang lebih kenal dekat dengan (calon) suami saya tersebut.

Saya memilih dua orang dari daftar referensi yang beliau berikan. Saya memilih yang telah saya kenal, karena membuat saya lebih nyaman. Lalu saya email mereka berdua. Apa jawaban mereka?

Kira-kira inilah jawaban mereka. Agak lupa-lupa inget sih, tapi intinya seperti ini…

“Masya Allah Qorry. Hambari adalah orang yang baik. Jika saya ditanya siapakah orang yang paling saya cintai di IIUM ini, maka saya akan jawab, ‘Dia adalah Hambari..’.” ~Mr. X, dosen IIUM

“Hambari yang saya kenal adalah seorang yang penyabar. Tidak pernah saya melihatnya tidak dapat mengendalikan emosinya...” ~Mr. Y, karyawan di salah satu bank syariah di Indonesia

Hmmm… Meski dua jawaban tersebut sangat positif, saya merasa belum ‘puas’. Akhirnya saya cari referensi lain yang saya percayai. Seorang perempuan yang saya tau seringkali kerja bareng dengannya di organisasi.  Alhamdulillah… Darinya saya melihat gambaran yang juga objektif tentang seorang Hambari ini. Apa kelebihannya, juga kekurangannya. Sampai pada kesimpulan darinya, “Ka… Namanya pasangan justru bukannya lebih baik saling melengkapi ya? Kalau satu ada kekurangannya, yang lain harusnya menyempurnakan.”

Tiga referensi saya dapatkan.
Masih rasanya belum yakin. Saya terus memohon kepada Allah untuk dibukakan petunjuk-Nya. Ada perasaan takut. Takut salah pilih. Ada perasaan ragu. Ragu apakah dia yang terbaik buat saya? Dilema rasanya…
Akhirnya saya bertanya kembali kepada Papah dan Mamah. Jika mereka ridho, maka saya akan menerimanya. Bukankah ridho Allah ada pada ridho kedua orang tua?

Lalu apa jawaban mereka?
Kata Papah, “De, kalau Papah merasa Hambari ini orang yang baik. Ditambah dia punya ilmu agama yang baik. Insya Allah dia akan bisa jadi imam yang baik buat kamu…” Kata Mamah, “Kalau Mamah, ikut aja keputusan Dede. Mamah doakan yang terbaik buat kamu, apapun itu.”

Saat itu hati saya pun berdoa…
“Ya Allah, inikah petunjuk-Mu?
Inikah jawaban dari-Mu?
Jika memang ia adalah imam terbaik untukku, maka ridhoilah dan mudahkanlah langkah kami ke depan. Aamiin…”
*Kemudian saya menangis

When I say, “I do.”

Akhirnya, pada hari Jumat tanggal 15 Maret, keputusan itu bulat sudah. Ya… Insya Allah saya bersedia untuk melanjutkan proses ini ke tahap lamaran dan pernikahan, dengan syarat :

1.     Saya ingin beliau bertemu dengan keluarga saya dulu pada bulan April. Karena memang keluarga saya dengan formasi lengkap (termasuk tiga bidadari Atqiya, Aufa, dan Amira) akan jalan-jalan ke KL pada bulan tersebut. Rencana ini memang sudah dibuat jauh sebelum proses kami taaruf. Kalau keluarga saya merasa sreg, maka insya Allah saya bersedia.
2.     Pernikahan tidak dapat dilangsungkan dalam waktu dekat (satu atau dua bulan ke depan). Kedua orang tua saya perlu berbagai persiapan. Karena bulan Oktober kami sekeluarga akan melaksanakan ibadah haji, yang sudah direncanakan dua tahun sebelumnya. Kemungkinan pernikahan baru dilaksanakan antara dua pilihan waktu: September atau Desember. Karena hanya di dua bulan tersebut yang gedung kami inginkan kosong. Sisanya fully booked.
*Ps: Akhirnya pernikahan diputuskan tanggal 22 Desember 2013 setelah kami melaksanakan haji.
3.     Saya ingin tetap mengejar impian saya menjadi dosen. Jadi jika di awal-awal pernikahan harus LDM (long distanced marriage), semoga beliau dapat menerimanya.
*Ps: meski akhirnya setelah berbagai pertimbangan, saya ikut suami ke KL setelah menikah :p

Saya menginfokan ini kepada guru ngaji saya via email. Dan akhirnya respon dari (calon) suami pun saya dapatkan. Beliau menerima semua syarat yang saya ajukan. Masya Allah, saat itu perasaan saya campur aduk. Antara bahagia dan deg-degan karena akan menikah. Tapi juga tetap saja ada perasaan ragu. Tapi yang saya salut dari (calon) suami saya adalah sikapnya yang sama sekali jauh dari ragu-ragu selama proses ini. “Mudah-mudahan Kau berikan yang terbaik, ya Rab.” begitu doa saya dalam hati.

*to be continued

Pernikahan (Part 2)


Gimana-gimana?
Masih mau denger kisah pernikahan saya? Mau ya… Please mau donk… *narik-narik ujung baju. Hehehehe…

Yup. Jadi setelah bertukar CV, saya pun melanjutkan proses taaruf saya ini dengan pertemuan langsung dengan suami saya sekarang. Tempatnya adalah di rumah guru ngaji saya. Beliau pun didampingi guru ngajinya.

Pertemuan Pertama dalam Forum Bersejarah

Hehehehe… Judulnya… >.<
Jadi, di kampus, saya jarang ketemu beliau. Karena memang jurusan kami berbeda. Saya jurusan ekonomi, beliau jurusan Fiqih (Syariah). Beliau pagi-sore kerja, sore-malem kuliah. Jadi saya curiga sepertinya beliau jatuh cinta pada pandangan pertama sama saya pada pertemuan kami yang amat jarang itu. Ataukah radar saya yang terlalu kuat sehingga narik-narik radarnya beliau? *kemudian semuanya muntah berjamaah. Hehehe… Bercanda ^_^v

Akhirnya ditentukanlah waktu pertemuan kami. Saya ingat, paginya saya diberi amanah untuk menjadi MC di acara seminar kampus. Saat jadi MC, saya udah ga konsen karena fokus saya ada pada acara penting siang nanti.

Tujuan pertemuan langsung kedua belah pihak adalah untuk mengkonfirmasi isi CV, menanyakan hal-hal yang tidak dicantumkan di dalam CV, dan untuk menguatkan keputusan. Karena dari pertemuan tersebut kita bisa tau hati kita sreg ga sih sama calon pasangan kita. Well, our heart cannot lie.

Saya ingat. Hari itu hari Minggu tanggal 10 Maret 2013.
Jam 3 sore pun ditentapkan sebagai waktu pertemuan kami.
Jam 2.30 saya sampai di rumah guru ngaji saya. Saya ingin curhat dulu sebentar sama guru ngaji saya. Wajar lah perempuan, pasti perlu curhat.
Sebenarnya saya bukan curhat sih, saya ingin bertanya ke beliau apakah pertanyaan-pertanyaan yang akan saya ajukan nanti boleh apa engga? Sekitar 10 pertanyaan yang saya siapkan. Kata guru saya, “Qorry, justru saat ini adalah kesempatan kamu untuk lebih mengenal siapa dia. Manfaatkan kesempatan ini. Tanyakan saja semuanya, jangan ragu-ragu.” #okesip

Gak lama, pintu rumah guru ngaji saya pun diketuk.
Datanglah ia. Memakai kemeja putih, celana hitam. Adem sih liatnya. Rasa #nyes gitu dalam hati. Hehehe.. Saya tetiba deg-degan. Haduh… Gimana ini?
Tidaaaaakkkkk…. *lebay :D

Beberapa menit kemudian pun, guru ngaji beliau pun yang merupakan dosen di Madinah International University, Shah Alam, datang bersama istri dan anaknya yang masih kecil. Oh ya, suami guru ngaji saya dan anaknya yang masih kecil pun ada di rumah tersebut. Jadi, total kami berdelapan berada di dalam ruangan tersebut.

Btw… Kok adegan ini mirip di scene Ayat-Ayat Cinta ya? Hehehehe… *tiba-tiba ngerasa kaya Aisyah dan Fahri.

Sekitar pukul 3 acara pun dimulai. Yang memimpin jalannya sidang, eh kok sidang… hehehe… maksudnya diskusi adalah guru ngaji beliau. Acara pun dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Quran. Ini serius. Kata Ustadnya agar lebih berkah pertemuan saat itu.

Mulailah kami yang saling berdiskusi. (Calon) Suami memulai dengan memaparkan tentang dirinya sekali lagi. Kemudian, setelah beliau selesai berbicara, saya diberikan kesempatan untuk bertanya. Cukup banyak yang saya tanyakan, misalnya, “Ingin istri berada di rumah atau boleh berkarier?”, “Bagaimana cara mendidik anak?”, “Kakak orangnya sabar ga?” dan masih banyak pertanyaan (yang menurut saya) penting lainnya. (Calon) Suami pun menjawab satu per satu pertanyaan yang saya ajukan. Hmm… So far jawabannya bikin saya tenang. Hehehe…

Lalu giliran saya yang ditanya. Saya udah siapin mental mau ditanya-tanya ini itu. Eh ternyata, pertanyaan dari beliau cuma, “Apakah Qorry mau menerima saya apa adanya?” #Doeng! Hihi… Entah karena beliau memang tidak neko-neko, atau karena udah percaya, atau karena apa, tidak ada pertanyaan lain yang diajukan.

Sesi diskusi pun selesai. Ustad kemudian mengambil alih kendali diskusi. Kata beliau, “Alhamdulillah… Diskusi antara Hambari dan Qorry  sudah selesai. Sekarang saya ingin menanyakan apakah proses ini mau dilanjutkan ke tahap khitbah dan pernikahan? Bisa diutarakan saat ini, ataupun bisa meminta waktu untuk berpikir.”

(Calon) Suami pun diminta untuk menjawab terlebih dahulu. “Saya sudah mantap, Ustad. Insya Allah saya siap lanjutkan proses ini.” katanya. Mantap. Gak ragu-ragu. Wuih… Boleh juga keyakinannnya.

Kalau saya? Saya jawab, “Ustad, tapi saya belum yakin, saya masih harus berpikir lagi. Satu minggu insya Allah paling lambat saya berikan keputusan.”

“Baik, insya Allah, dalam satu minggu kita akan mendapatkan keputusan apakah proses ini berlanjut atau tidak. Jika berlanjut, maka tugas kami sebagai mediator untuk memperkenalkan cukup sampai di sini. Libatkan keluarga untuk proses selanjutnya, yaitu lamaran dan pernikahan. Kami doakan yang terbaik.” kata Ustadz.

Begitulah. Proses pertemuan saya dengan (calon) suami berjalan lancar, Alhamdulillah. Saya dapatkan beberapa gambaran lebih jelas tentang dirinya. Tapi satu hal yang begitu terekam dalam ingatan saya, bahwa dia begitu yakin untuk menikahi saya. Satu point plus buat beliau.

*to be continued