Bismillahirrahmaanirrahiim..
Di pekan ke 4
ini, belum ada diskusi WAG Keluarga Agama Qurrotul A’yun atau sajian Go Live
yang benar-benar terkait dengan makanan utama saya dalam mind map yang sudah
saya persiapkan.
Sebenarnya, buku referensi “Tafsir Ekonomi Kontemporer” yang saya jelaskan di pekan pertama belum selesai dibaca. Buku tersebut masih
saya lanjutkan untuk dibaca agar pengetahuan saya lebih bertambah.
Ada 1 buku referensi lain yang mulai saya baca sebagai makanan cemilan pekan ini yaitu “Islamic
Economics Principles & Analysis” dengan tiga orang editor yaitu
Moytaz Abojeib, Mohammed Aslam Haneef dan Mustafa Omar Mohammed terbitan ISRA (International Shariah Research Academy for
Islamic Finance) yang pertama kali diterbitkan pada tahun 2018. Buku ini ditulis oleh lebih dari dua puluh
orang penulis yang berasal dari berbagai negara seperti Malaysia, Indonesia, Turki,
Pakistan, Inggris, Bahrain, KSA dan Qatar.
Buku ini sebenarnya sangat cocok menjadi buku referensi
bagi mahasiswa S1 maupun S2 karena sifatnya yang sangat komprehensif. Ada lima
area spesifik yang dibahas dalam buku ini yang dibagi ke dalam dua puluh satu
bab. Kelima area tersebut adalah Foundation
of Islamic Economics (Dasar Ekonomi Islam), Islamic Microeconomics (Mikroekonomi Islam), Islamic Macroeconomics (Makroekonomi Islam), Islamic Financial System (Sistem Keuangan Islam) dan beberapa isu
terkait Ekonomi Islam. Buku dengan pengantara Bahasa Inggris ini sangat tebal
yaitu terdiri dari 800 halaman lebih, sehingga diperlukan waktu yang panjang untuk
dapat menyelesaikan apalagi memahami buku ini.
Pekan ini saya membaca terkait “Islamic World View and Islamic Economics” (Pandangan Hidup Islam
dan Ekonomi Islam). Tujuan dari adanya penjelasan tentang tema ini adalah untuk
memahami hubungan antara agama dengan ekonomi, mengkomparasi dasar berpikir
antara Ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional, memahami tentang arti dan
konsep dari pandangan hidup, serta menjelaskan apa itu pandangan hidup Islam.
Di dalam buku ini dijelaskan bahwa antara aspek material
dan spiritual saling berkaitan satu sama lain yang akan membentuk behaviour (sikap dan perilaku) juga
interaksi dan aktivitas harian dari manusia termasuk ekonomi. Misalnya agama
akan menuntun para pemeluknya untuk memilih barang dan jasa yang tidak
bertentangan dengan ajaran agama tersebut. Atau dalam level yang lebih tinggi, misalnya
agama melarang pemerintah untuk mempromosikan industri gambling (perjudian) meskipun aktivitas ekonomi tersebut akan
mendorong perekonomian suatu negara.
Pada bab ini dijelaskan bagaimana Dunia Barat dan Islam
memandang kaitan antara agama dan ekonomi. Terdapat pandangan yang sangat
bertentangan antara bagaimana Dunia Barat dan Islam memandang kaitan di antara
keduanya. Misalnya di dalam sejarah Barat, pandangan ekonomi oleh Karl Marx (1818-1883)
menyatakan bahwa agama justru merupakan hambatan (impediment) bagi kesejahteraan ekonomi dan bahkan menganggap agama sebagai
hasil dari fenomena ekonomi itu sendiri, bukan berasal sejati dari Tuhan (God devine) seperti yang dijelaskan oleh
Raines (2002). Maka paham matrelistik
seperti ini hanya mendukung ide bahwa sesuatu yang benar-benar ada (truly exists) hanya berlaku jika dapat
dibuktikan oleh pengalaman dan observasi yang saintifik saja. Secara umum, teori
ekonomi konvensional menyatakan bahwa segala aktivitas ekonomi yang rasional
hanya berdasarkan nilai atau manfaat apa saja yang dapat dirasakan dari sebuah
transaksi. Dan kegiatan ekonomi yang dipilih adalah yang dapat memaksimalkan
utilitas (kebahagiaan/kepuasan).
Sebaliknya, Haneef (1997) menjelaskan bahwa Islam
merupakan kurikulum kehidupan yang lengkap, yang di dalamnya telah mencakup semua
aspek kehidupan termasuk ekonomi. Segala teori maupun praktik dari ekonomi
harus sesuai dengan apa yang telah Allah SWT perintahkan dan menjauhkan dari
segala apa yang telah dilarang-Nya. Maka tujuan dari ekonomi Islam ini bukan
hanya semata-mata mencapai kepuasan material, tapi juga keridhaan dari Allah
SWT serta kesuksesan dunia dan akhirat (falah).
Pun yang menjadi sumber pengetahuan selain akal dan observasi saintifik, tapi
juga Al-Quran dan hadist yang merupakan sumber utama referensi. Misalnya di
dalam Islam dijelaskan bahwa jika kita bersyukur atas keberadaan kita sebagai
individu melalui ibadah kepada Allah SWT, maka Dia akan memberikan kita balasan
yang berlipat tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika membangun
Ekonomi Islam ini berdasarkan Siddiqi (2013) yaitu:
- Adanya kebutuhan untuk menjadikan instusi keluarga sebagai unit analisis ekonomi, bukannya institusi pasar.
- Adanya kebutuhan untuk mempromosikan “kerjasama dan sinergi” (cooperation) selain aspek kompetisi.
- Pasar keuangan harus fokus pada transaksi riil atau fokus kepada sektor riil ekonomi.
- Perlunya menghapuskan riba dan segala turunannya dalam aktivitas ekonomi.
- Maqashid shariah (tujuan shariah Islam) dijadikan sebagai panduan berpikir analisis yang mencakup perlindungan terhadap ad-din (agama), an-nafs (kehidupan), al-‘aql (intelektualitas), an-nasl (keturunan), serta al-mal (harta) sebagaimana dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali.
Tekait dengan
pandangan hidup, ada empat aspek dari pandangan hidup Islam yaitu sebagai
berikut:
Pertama, Tuhan. Allah SWT merupakan sentral atau pusat
dari kehidupan. Maka keberadaan Tuhan menjadi paling fundamental di dalam
padangan hidup Islam ini. Konsep monoteisme (tauhid) dan kesembilan puluh sembilan
nama indah Tuhan (asmaul husna) menjadi sentral di dalam pandangan hidup orang
Islam. Misalnya dalam QS. Ali Imran ayat 26, Allah SWT merupakan al-Malik (Maha
Pemilik). Ini berimplikasi bahwa konsep kepemilikan dalam Islam adalah Allah
sebagai pemilik absolut atas segala sesuatu di dunia ini, sedangkan kepemilikan
manusia sifatnya adalah relatif.
Kedua, manusia dan rasionalitas. Manusia merupakan makhluk
rasional sekaligus spiritual. Dalam Islam, minimal ada dua buah peran yang
manusia miliki yait
1. "Abdillah (Hamba Allah): untuk beribadah (secara khusus dan umum)
kepada Allah. Lihat QS. Adz Zariyyat ayat 56. Hal ini berimplikasi bahwa
kegiatan ekonomi merupakan bagian dari ibadah kepada Allah SWT.
2. Khalifatullahu fil alrd (Pemimpin di Muka Bumi): akan dimintai
segala pertanggungjawabannya. Lihat QS Al-Baqarah ayat 30. Artinya kegiatan
ekonomi yang dilakukan harus dilakukan secara amanah dan penuh tanggung jawab.
Ketiga, tujuan hidup. Dalam pandangan hidup Islam, tujuan
hidup seorang manusia adalah mencapai falah yaitu kesuksesan di dunia dan
akhirat sebagaimana termaktub dalam QS. An-Nahl ayat 97. Artinya, dunia
merupakan sarana di dalam mencapai kesuksesan di akhirat. Kita tidak boleh
melupakan bagian kita dunia, karena dunia adalah tempat beramal soleh sebagai
persiapan kita pada kehidupan akhirat.
Keempat, alam. Aspek yang juga penting dalam pandangan
hidup Islam adalah alam (nature).
Alam merupakan salah satu sumber daya yang amat berpengaruh terhadap aktivitas
ekonomi manusia. Allah SWT telah memberikan rezeki yang cukup kepada
makhluk-Nya. Namun kecukupan rezeki ini bergantung pada penggunaan yang bertanggung
jawab serta usaha dalam mencari rezeki tersebut.
Terakhir, dalam bab 1 ini menjelaskan kaitan antara pandangan
hidup Islam dengan ekonomi. Perbedaan yang mendasar antara pandangan hidup
Islam dengan konvensional terhadap ekonomi terletak pada aspek dunia-akhirat.
Jika Islam mengimani bahwa segala aktivitas ekonomi bertujuan untuk kesuksesan
dunia dan akhirat, konvensional hanya berfokus pada kesuksesan dunia saja. Maka
apa yang menjadi larangan dalam Islam, seperti larangan riba, tidak boleh
dilakukan pada setiap aktivitas ekonomi yang dilakukan.
Waalahu’alam bi ash shawwab.
#belajarmerdeka
#merdekabelajar
#janganlupabahagia
#merdekabelajar
#janganlupabahagia
No comments:
Post a Comment