Monday 29 October 2012

Comfort Zone


Assalamualaikum sahabat...
Saya sering mendengar pernyataan dari beberapa orang motivator bahwa untuk menjadi seorang pribadi yang sukses, kita harus mampu keluar dari zona nyaman hidup kita, atau istilah kerennya 'comfort zone' :D
Kata mereka, kalau kita tetap berada di dalam zona nyaman tersebut, maka akan ada kecenderungan kita menjadi seseorang yang statis, gak berkembang, 'gitu-gitu aja', dan semua istilah yang menggambarkan stagnansi di dalam hidup kita. Padahal kita tau bahwa hidup begitu dinamis, berubah setiap saat. Jika kita tidak mampu mengejar perubahan yang terjadi, maka kita akan menjadi pihak yang ketinggalan. Ibaratnya, yang lain sudah berlari, kita malah asik berjalan lambat, bahkan bisa jadi kita gak move on alias jalan di tempat.

Well... Sebenarnya saya punya pendapat lain terkait hal ini.
Mungkin istilah 'comfort zone' ini multitafsir dan sifatnya subjektif, sehingga berbeda orang akan memiliki pemahaman yang berbeda pula.
Menurut pemahaman saya, zona nyaman merupakan area di dalam diri kita yang membuat apa yang kita lakukan itu terasa nyaman, terasa baik, dan terasa positif.
Jadi jika mengikuti penafsiran saya tentang zona nyaman ini, justru kita seharusnya selalu berada di zona nyaman dalam diri kita. Kenapa? Karena setiap apa yang kita lakukan, dengan berbagai macam tantangan yang ada, kita akan selalu merasa nyaman melakukannya. Justru rasa nyaman dalam melakukan sesuatu di dalam hidup kita merupakan sebuah keniscayaan.

Saya ambil contoh seorang bisnisman pemilik frenchise Roti John, yang bernama Hafidz Suradiharja. Saya pernah menonton kisahnya beberapa waktu yang lalu di salah satu stasiun televisi swasta. Hafidz ini kalau gak salah salah satu pemenang ajang kompetisi Wirausaha Bank Mandiri. Ternyata untuk menjadi sesukses sekarang, dia sempat mengalami beberapa kegagalan dulu. Namun dengan tekad kuat dan kreatifitas yang terus berkembang, akhirnya usaha Roti John ini berkembang pesat dan sekarang sudah memiliki puluhan outlet yang tersebar di Indonesia.

Ada satu statement menarik yang dia sampaikan. "Saat gagal, saya gak menyerah, saya tetap berusaha. Ibaratnya saya sudah kecemplung di dunia bisnis ini, daripada mencoba keluar dari lautan bisnis ini, lebih baik sekalian aja berenang. Toh dua-duanya sama-sama basah."

Lalu dia menceritakan kisah awal dia berbisnis. Dan dia mengatakan bahwa dia menemukan keasikan tersendiri dalam menggeluti usaha ini. Dia bilang dia enjoy di dunia bisnis ini. Bisa saya hubungkan bahwa ada kenyamanan dalam dirinya untuk tetap melakukan usahanya, meski banyak aral melintang di hadapan. itulah yang akan membuat seseorang terus berusaha, terus berjuang...

Nah... The point that i wanna share is that the comfortable feeling in doing something is necessary, although it is not sufficient enough (i am sure there are  more other factors). Kenyamanan saat melakukan apapun justru dibutuhkan. Artinya kita selalu bersikap positif di dalam memandang kehidupan ini. Kita enjoy melakukan apapun yang menjadi usaha pencapaian cita-cita kita. Jika sudah enjoy, maka kita akan menjadi pribadi yang penuh rasa syukur, penuh rasa sabar di dalam proses ini. Sabar di sini maksudnya adalah tahan uji, gak bermental lemah, dan gak cepet putus asa dalam berusaha. Bukankah syukur dan sabar adalah kunci kebahagiaan di dalam hidup kita?

Tentunya, Syukur dan sabar ini akan sempurna saat kita lengkapi dengan tawakkal kepada Allah, alias pemasrahan segala hasilnya setelah doa dan usaha yang maksimal kita lakukan.

Banyak orang stress dalam meraih cita-citanya, bisa jadi karena dia gak enjoy dalam proses pencapaiannya. Bisa jadi karena dia belum menemukan kenyamanan dalam dirinya untuk merealisasikan mimpinya.

Jadi, berada di dalam zona nyaman menurut saya justru dibutuhkan bagi kita untuk mengembangkan diri kita, untuk membuat perbaikan di dalam diri kita, untuk terus mengevaluasi diri kita sehingga kita tau apa yang mesti dipertahankan, ditambah, diperbaiki, atau bahkan dihilangkan dari cara-cara kita meraih impian kita.

Yang harus dihindarkan adalah 'no progress zone'. Artinya, diri kita gak berkembang. Gak ada perubahan ke arah yang lebih baik setiap saatnya. Istilah inilah yang mungkin tepat untuk menggambarkan bahwa tiada sukses bagi orang yang tetap berada di dalam 'no progress zone' di dalam hidupnya.
Jadi bukannya malah menghilangkan rasa nyaman, tapi yang harus dihindari adalah saat diri kita tidak memiliki progress, tidak berusaha untuk berkembang, tidak menchallenge diri kita untuk menjadi lebih baik lagi.

So... Do you still wanna be in your comfort zone? :D

Friday 26 October 2012

Dimensi Ekonomi Qurban (oleh Irfan Syauqi Beik)

Assalamualaikum sahabat...

Selamat hari raya Idul Adha 1433 H. Semoga kita dapat meneladani keluarga Nabi Ibrahim as sehingga kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Amin..

Oia.. Berikut saya akan share tulisan dari Irfan Syauqi Beik tentang implikasi ekonomi dari ibadah qurban yang kita lakukan tanggal 10-13 Dzulhijjah ini. Tulisan beliau bagus, menambah pengetahuan kita bahwa ibadah yang kita lakukan ini pasti memiliki manfaat yang sifatnya sosial (horizontal dengan sesama manusia). Semoga bermanfaat :)



Dimensi Ekonomi Qurban

Dr Irfan Syauqi Beik
Ketua Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB

Salah satu karakteristik ibadah dalam ajaran Islam adalah setiap ibadah pasti memiliki sisi sosial ekonomi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga, manfaat suatu ibadah, bukan hanya dirasakan dalam konteks hubungan vertikal seorang hamba dengan Allah SWT, namun juga memiliki implikasi secara horizontal dengan sesama manusia. Beberapa ibadah bahkan memberi dampak ekonomi secara langsung (direct effect). Sebagai contoh adalah zakat dan ibadah haji, dimana pelaksanaan kedua ibadah tersebut secara langsung dapat menstimulasi kegiatan ekonomi dan bisnis masyarakat, mulai dari pemberian akses permodalan berbasis zakat produktif kepada kaum dhuafa untuk memulai usaha mereka, hingga industri transportasi, jasa komunikasi dan jasa layanan catering kepada jemaah haji.
Contoh ibadah lain, yang juga sangat istimewa, karena dilaksanakan pada hari yang sangat spesial, adalah ibadah qurban. Qurban adalah suatu ibadah yang sangat dicintai oleh Allah SWT, yang dilaksanakan mulai tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah. Secara spiritual, semangat berqurban mencerminkan ketundukan dan keridhoan terhadap segala ketentuan-Nya. Diharapkan, dampak dari ibadah qurban ini akan melahirkan pribadi yang memiliki komitmen dan semangat untuk mengorbankan segala yang dimiliki, demi tegaknya kalimat Allah di muka bumi. Qurban merupakan salah satu jalan untuk meraih predikat taqwa, dan merupakan bentuk dari rasa syukur terhadap nikmat yang telah Allah berikan (QS 108 : 1-2).

Aspek ekonomi
Secara ekonomi, pelaksanaan ibadah qurban ini juga memiliki empat implikasi. Pertama, dari sisi demand dan supply. Pada sisi permintaan, ibadah qurban ini menjamin adanya permintaan terhadap hewan qurban, baik kambing/domba maupun sapi/kerbau. Bahkan permintaan ini memiliki kecenderungan untuk meningkat dari waktu ke waktu, seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan, serta peningkatan kesadaran masyarakat untuk menunaikan ibadah ini. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan RI Syukur Iwantoro menyatakan bahwa kenaikan permintaan hewan qurban pada tahun 1433 H ini bervariasi. Khusus wilayah Jabodetabek, kenaikan ini mencapai angka 10-15 persen.
Kondisi permintaan yang seperti ini memberikan sinyal kepada kita untuk melakukan penataan dari sisi supply. Sisi penawaran ini harus bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk menggerakkan roda perekonomian masyarakat, terutama industri peternakan rakyat, yang notabene termasuk ke dalam kategori UMKM. Pertanyaannya sekarang, siapa yang lebih menikmati kenaikan penjualan domba dan sapi selama ini? Inilah tantangan besar bagi umat ini, bagaimana caranya agar penjualan domba dan sapi ini lebih banyak dinikmati oleh umat.
Kedua, dari sisi ketahanan ekonomi. Ibadah qurban ini bisa menjadi instrumen untuk menjaga keseimbangan perekonomian domestik dalam menghadapi tekanan krisis global. Tentu saja dengan catatan bahwa hewan qurban tersebut merupakan hasil produksi dalam negeri. Jika pasokan hewan qurban tersebut berasal dari impor, maka yang akan menikmati adalah perekonomian negara eksportir hewan qurban. Permintaan domestik yang tinggi, akan sangat menguntungkan negara mereka, seperti Australia yang menjadi eksportir sapi terbesar ke tanah air. Oleh karena itu, perlu dipikirkan secara lebih serius, bagaimana caranya meningkatkan produksi dalam negeri, sehingga pengadaan hewan qurban ini bisa dipenuhi oleh para peternak lokal.
Salah satunya adalah dengan membangun dan mengembangkan sentra industri peternakan rakyat. Beberapa upaya lembaga zakat, baik BAZNAS dan LAZ, untuk membangun sentra usaha ternak yang dikelola oleh kaum dhuafa, perlu didukung. Keberadaan sentra-sentra ini harus diperbanyak, dan kelompok masyarakat calon pequrban perlu didorong untuk membeli dari ternak usaha rakyat tersebut. Jika usaha membangun sentra peternakan rakyat ini mengalami kendala permodalan, maka perbankan syariah dapat ikut terlibat dalam pembiayaannya. Untuk itu, inovasi model bisnis yang menguntungkan semua pihak perlu diciptakan.  
Ketiga,  qurban dapat membantu memperkuat ketahanan pangan nasional, dimana kelompok dhuafa mendapatkan tambahan pasokan daging yang siap dikonsumsi. Meskipun sifatnya sangat temporer, tapi paling tidak, qurban ini diharapkan dapat meningkatkan konsumsi daging per kapita masyarakat, yang saat ini baru mencapai angka tujuh kilogram per kapita per tahun. Masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi daging warga Malaysia yang mencapai angka 44 kg per kapita per tahun. Rendahnya konsumsi daging ini antara lain disebabkan oleh banyaknya jumlah warga yang tidak memiliki kemampuan untuk membeli daging. Dengan qurban, minimal mereka memiliki kesempatan untuk mengkonsumsi daging. Keempat, qurban dapat meningkatkan produktivitas perekonomian. Semangat berqurban akan melahirkan pribadi-pribadi yang produktif. Jika tidak produktif, maka seseorang tidak mungkin memiliki kemampuan untuk  berqurban. Produktivitas individu dan masyarakat merupakan modal sosial yang sangat berharga dalam upaya membangun peradaban ekonomi syariah. Wallahu a’lam.