Inspirasi Kebaikan (dan Keburukan)
Oleh: Qurroh Ayuniyyah
Saya jadi ingat tentang suatu kejadian saat saya masih S2 di Malaysia. Saat libur semester, saya pulang ke Bogor. Dan bagi saya, belum dikatakan ke Bogor kalau saya engga mampir ke Botani Square. Yak saat itu (dan mungkin masih sampai sekarang) Botani Square merupakan salah satu tempat perbelanjaan yang paling representatif di Bogor. Siang itu saya dan Ibu saya pun pergi ke Botani. Hanya saja saya lupa apa tujuan saya ke sana. Biasanya sih kalau engga makan siang, window shopping atau shopping beneran. Hehehe..
Saat saya duduk menunggu ibu saya, tiba-tiba saya bertemu dengan adik kelas saya di Smansa. Saya mengenalnya saat saya diamanahi menjadi teteh mentoring setiap hari Jumat beberapa tahun lalu. Kami pun bertukar sapa, bercerita secara umum tentang aktivitas kami masing-masing.
Dan ada kalimatnya yang membuat saya tercenung. Berpikir lama dan bahkan merefleksi diri saya.
“Teteh tau ga? Dulu pas mentoring teteh pernah bilang kalau doa itu penting banget buat kita. Dan bahkan kita harus minta doa kepada semua orang karena kita gak pernah tau dari doa siapa Allah mengabulkan harapan kita. Masih inget ga teh?” Katanya.
“Oh iya inget materi itu.” Jawab saya sambil mengingat-ngingatz
“Nah sejak aku S1, aku terapin lho teh. Jadi setiap kali aku mau ujian, aku telpon semua keluarga aku mulai dari keluarga inti hingga Kakek, Nenek, Uwa, Tante dan Om aku.. aku telponin mereka satu-satu minta doa ke mereka.” Ia menjelaskan.
“Wah masyaAllah..” saya pun kagum padanya.
“Dan tau ga teh? Alhamdulillah Allah bener-bener kasih kemudahan saat saya ujian dan hasilnya pun bagus.” Katanya lagi.
“Alhamdulillah teteh bahagia dengernya.” Kata saya.
“Dan yang lebih kerennya lagi, ternyata dengan saya menelepon itu, saya jadi semakin dekat rasanya dengan mereka. Karena kan jadi ngobrol, meski hanya ditelpon. Meski jaraknya jauh, tapi rasanya makin deket deh.” Tambahnya.
“Waah alhamdulillah ya..” kata saya.
“Iya alhamdulillah.. makasih banyak lho teh nasihatnya..” katanya.
Setelah kami mengobrol, kami pun saling berpelukan dan berpisah. Setelah itu saya merenung di perjalanan pulang. Bisa ya sebuah nasihat beberapa tahun lalu yang mungkin oleh saya sendiri telah saya lupakan, tapi ternyata diterima oleh seseorang dan bahkan diaplikasikan.. MasyaAllah tabarakallah..
***
Setelah saya menikah, suami saya pernah menasihati saya seperti ini:
Him: “Yang kalau untuk aktivitas yang sifatnya ‘mubah’ (boleh) seperti hobi Ayang yang abcdxyz (saya samarkan ya), baiknya engga usah diposting si Social Media.”
Me: “lho kenapa? Hak aku donk posting apa aja selama aku tau batasan dan adabnya.. kan for fun aja yang..”
Him: “Iya bener. Tapi kalau ada orang yang terinspirasi lalu ngikutin ayang melakukan hal yang sama tapi malah membuatnya lalai dari Allah gimana hayo?”
Me: (diem dulu) “iya juga ya..”
Him: “Mungkin buat kita biasa saja, tapi kalau ternyata dicontoh yang lain dan malah menciptakan kemadhoratan gimana hayo?”
Me: “iya ya..”
***
Dari kedua percakapan yang saya alami tersebut, saya bisa mengambil hikmahnya.
Pertama, Kita diamanahi oleh Allah dengan potensi yang begitu luar biasa. Mulai dari hal yang sifatnya fisik ataupun nonfisik. Dari situlah kita diberikan kemampuan untuk menciptakan sebuah inspirasi atau keteladanan bagi orang lain, tidak hanya yang baik, tapi juga yang buruk. Dan ini akan menjadi amal jariyyah ataukah dosa jariyyah bagi kita :”(
Jika apa yang kita ucapkan dan lakukan membuat orang lain melakukan kebaikan, maka insyaAllah pahala kebaikan tersebut akan mengalir kepada kita tanpa mengurangi pahala kebaikan bagi orang yang melakukan. Aamiin insyaAllah :”)
Sebaliknya, jika inspirasi yang didapat orang lain dari kita adalah keburukan dan orang lain menjadi bermaksiat karenanya, maka dosanya pun akan mengalir kepada kita tanpa mengurangi dosa orang yang melakukannya.. naudzubillah :”(
Kebayang donk jika yang viral dari diri kita adalah kebaikan, maka kebaikan pula yang akan didapat. Dan jika inspirasi yang kita ciptakan adalah keburukan, maka keburukanlah yang akan kita dapati pula.. :”(
“Maka kebaikan sebesar dzarrah pun tidak akan sia-sia di sisi Allah.”
Kedua, pentingnya kita untuk mengevaluasi diri sendiri atas apa yang telah kita ucapkan dan lakukan. Misalnya nasihat saya tentang doa kepada orang lain. Nah nasihat ini seharusnya berlaku bagi diri saya sendiri. Apakah saya sudah mengaplikasikannya pada diri saya? Jika belum, maka ikhtiarkanlah untuk dilakukan. Karena Allah membenci orang-orang yang tidak sesuai antara perbuatan dan ucapannya :”( (Qaburomaqtan..)
Atau perkataan dan perlakuan buruk apa yang telah kita lakukan? Jangan sampai diulangi. Dan kalau kita berdosa dan bermaksiat, tutuplah rapat-rapat aib tersebut, karena Allah yang menjaganya. Jangan kita sebar, apalagi kita bangga dalam bermaksiat di jalan Allah sehingga menjadikan diri kita sebagai inspirasi maksiat bagi yang lain. Taubat, minta ampun padaNya.. :”) *note to self
Ketiga, kita harus menjadi pribadi yang berhati-hati dan bertanggung jawab. Misalnya, Pikir secara berulang saat ingin memposting sesuatu. Apakah manfaatnya lebih banyak ataukah mudhorotnya lebih banyak? Seperti yang pernah saya tulis, once we post it on the internet, it will remain there forever.
Demikian coretan saya pagi ini. Sekali lagi, menulis seperti ini adalah terutama untuk menasihati diri saya sendiri. Yuk kita tetap semangat dan terus berprasangka baik :”)
No comments:
Post a Comment