Setiap manusia secara naluriah menginginkan kebahagiaan di dalam hidupnya. Jika ditanyakan kepada satu per satu jiwa yang kita temui, sepertinya kita akan mendapatkan kesimpulan, “Siapa sih manusia yang tidak ingin bahagia?”
Kebahagiaan bagi sebagian manusia mungkin akan berbeda dengan sebagian manusia yang lainnya. Ada manusia yang bahagia jika dia memiliki pekerjaan yang sesuai dengan passion-nya. Atau juga ada manusia yang bahagia jika dia selalu mendapatkan nilai GPA yang baik. Bahkan juga ada manusia yang bahagia hanya dengan mendapatkan senyuman hangat dari para sahabatnya. Relatif. Mulai dari hal yang simpel hingga hal yang rumit juga mulai dari hal kecil hingga hal yang besar dapat menjadi alasan seseorang untuk merasa bahagia.
Namun tentu saja, yang kita inginkan, sebagai orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, adalah kebahagiaan yang sifatnya hakiki. Artinya, kebahagiaan ini tidak hanya dapat kita nikmati dan rasakan saat kita hidup di dunia saja. Tapi lebih dari itu. Yang kita inginkan juga adalah merasa bahagia di akhirat. Ayo ngacung yang setuju.. J
Oleh karena itu, kita harus mengetahui apa saja yang menjadi resep agar kita bisa mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan juga di akhirat. Ibnu Abbas ra menjelaskan, ternyata ada setidaknya tujuh buah indikator agar manusia bisa bahagia di dunia dan akhirat.
Pertama, Qolbun Syakirun atau hati yang selalu bersyukur. Artinya, kita selalu berusaha menerima apa yang telah menjadi hak kita secara ikhlas. Jika hati ini selalu bersyukur kepada Allah, merasa cukup atas segala apa yang kita miliki alias bersikap Qana’ah, maka tentu saja kebahagiaan itu akan kita dapatkan.
“Dan sesungguhnya Kami telah menganugerahkan kepada Luqman hikman, yaitu: ‘Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur kepada dirinya sendiri; dan barang siapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya, Maha Terpuji.’..” (QS Luqman ayat 12).
Kedua, Al-Azwaju Shalihah atau pasangan hidup yang shalih/shalihah. Tentu saja, pasangan hidup kita akan menentukan kebahagiaan yang kita miliki. Jika pasangan hidup kita baik secara agama dan akhlaknya, kita akan meraih kebahagiaan yang abadi. Tidak hanya satu atau dua tahun, tapi juga hingga kita berada di akhirat. Karena pasangan yang shalih/shalihah akan mampu menciptakan suasana rumah dan keluarga yang shalih/shalihah pula.
“Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang berpikir.” (QS Ar-Rum ayat 21)
Ketiga, Al-Auladul Abrar atau anak yang shalih/shalihah. Anak yang shalih/shalihah ini merupakan dambaan bagi setiap orang tua. Karena, anak yang shalih/shalihah adalah mereka yang mampu memiliki adab dan akhlak yang baik kepada kedua orang tuanya dan kepada sesamanya. Bahkan Rasul pun mengatakan bahwa salah satu dari tiga hal yang tidak akan terputus jika seseorang telah meninggal adalah doa anak yang shalih/shalihah (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’i, dan Ahmad). Manusia mana yang tidak akan bahagia jika memiliki anak yang seperti itu?
“…Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Allah limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridhai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sungguh, aku bertobat kepada Engkau, dan sungguh, aku termasuk orang muslim.” (QS Al-Ahqaf ayat 15).
“…Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami, dan jadikan kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Furqan ayat 74).
Keempat, Al-Biatu Sholihah atau lingkungan yang kondusif untuk iman kita. Ternyata, dengan siapa kita bergaul, pada lingkungan mana kita berkeseharian, akan menentukan bahagia atau tidaknya diri kita. Nah.. Agar kita tidak hanya bahagia di dunia, tapi juga bahagia di akhirat, maka sudah semestinya kita memilih sahabat dan lingkungan yang dapat mendukung keimanan kita kepada Allah. Dan hal ini pun yang Rasulullah SAW sangat anjurkan bagi umat manusia.
Seorang sahabat bertanya pada Rasulullah SAW, “Siapakah sahabat paling baik bagi kami?” Nabi SAW menjawab, “Seseorang yang apabila kamu memandangnya akan teringat kepada Allah SWT, apabila kamu mendengar ucapannya akan bertambah pengetahuanmu tentang Islam, dan apabila kamu melihat kelakuannya, kamu teringat kepada hari akhirat.”
Kelima, Al-Malul Halal atau harta yang halal. Kita bisa lihat saat ini banyak kasus korupsi di tanah air, misalnya rekening gendut hingga Rp 60M yang dimiliki oleh seorang PNS di usianya yang relatif muda. Sekilas kita bisa bayangkan uang sebanyak itu pasti akan dapat membeli apa saja yang kita mau, seperti mobil dan rumah mewah. Namun apakah hal itu akan membawa kebahagiaan yang abadi untuk kita jika akhirnya kita ditetapkan sebagai tersangka kasus pidana? Apakah kita bahagia saat kita berlaku dzalim dengan mengambil harta yang bukan menjadi hak kita? Na’udzubillah.
Harta yang halal, termasuk cara mendapatkan harta tersebut, akan memberikan ketenangan di dalam hidup kita. Karena dengan harta yang halal, maka hati kita akan menjadi bersih sehingga kebahagiaan yang sebenarnya pun akan kita raih.
“Wahai orang-orang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu…” (QS Al-Baqarah ayat 267).
Keenam, Tafakuh Fid-Dien atau semangat untuk memahami agama. Semakin kita mempelajari agama kita, maka kita akan semakin cinta kepada agama kita. Dengan mencintai agama kita, maka semakin mencintai pula diri kita ini kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan pada akhirnya, saat kita dapat mencintai Rab kita secara sempurna, kebahagiaan yang hakiki ini pasti akan kita dapatkan.
Cara yang ampuh untuk kita mempelajari agama adalah dengan terus mempelajari Al-Quran, karena Al-Quran-lah pedoman nyata bagi kita untuk meraih kebahagiaan. “(Al-Quran) ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini.” (QS Al-Jasiyah ayat 20).
Ketujuh, umur yang berkah. Usia yang berkah dicirikan dengan semakin bertambahnya umur maka semakin baiklah amalan seorang manusia, semakin shalihlah ia, dan semakin cintalah ia kepada Sang Pencipta. Semakin Allah memberikannya kesempatan untuk hidup, semakin ia manfaatkan usianya untuk beramal shaleh dan ber-amar ma’ruf nahi munkar. Usia yang berkah ini sudah pasti akan memberikan kebahagiaan selama kita hidup dan saat kita bertemu Rab kita, Insya Allah. “Sebaik-baik diantara kalian ialah orang yang panjang umurnya dan baik pula amalannya.” (HR. At-Tirmidzi).
Wallahu’alam bi Ash-Shawwab.
Tulisan ini diinspirasi oleh forward pesan singkat dari seorang sahabat Arashidya Nawamalika Yulian melalui pesan blackberry messanger. Terima kasih Aras :)
Pertama kali dimuat di Blog Forum Tarbiyyah, IIUM, Malaysia.
No comments:
Post a Comment