Thursday, 5 November 2015

On Time


Salah satu nasihat dan contoh nyata yang saya dapatkan langsung dari Papa saya adalah tentang bagaimana sikap beliau terhadap waktu. Well.. I can probabbly say that he is one of the most on time person I have ever met in my life. Bahkan seringkali beliau itu “before time”, bukannya on time. Datang lebih awal. Jauuuhh lebih awal. Hehehehe…
Jika saya libur, beberapa kali saya ikut beliau bekerja. Kami tinggal di Bogor, sedangkan banyak dinas yang Papa lakukan di Jakarta. Suatu hari saya diajak Papa untuk mengisi beberapa acara di Jakarta. Acara pertama yaitu pengajian bulanan yang diadakan oleh salah satu bank syariah di Jakarta. Pengajian tersebut dimulai pukul 7.30 pagi. Can you guess what time did we depart from our home? Jam 4 pagi! Kami pun melakukan sholat subuh di salah satu mushola di pombensin pinggir jalan tol. Kata beliau, “Kalau ke jakarta di pagi hari, pilihannya cuma dua: kalau ga kepagian, ya kesiangan. Nah.. lebih baik kita lebih awal datang.” Dan jam berapa kami sampai di tempat acara? Jam 5.30 pagi! Bahkan office boy belum ada yang datang. Matahari belum keliatan. Masih gelap, serius. Saat itu hanya ada satpam di tempat. Kemudian tempat yang kami cari pertama untuk menunggu waktu adalah mushola. Papa bilang, “Nah kan kalau begini enak, kita bisa ngaji dulu sambil nunggu waktu dhuha. Terus kalau udah masuk waktu dhuha kita bisa langsung solat dan berdoa. Enak kan?” *dalam hati, “Iya sih, tapi ngantuk Pah… -_-“ *sumpel mata pake korek api*
Pernah suatu saat Papa diundang mengisi ceramah di kampus. Saat itu panitianya adalah para mahasiswa S1, di salah satu kampus di Bogor. Di dalam surat undangan, tertulis bawa acara dimulai pukul 9 pagi. As expected, my Dad came 30 minutes earlier. Ternyata ruangan acara bahkan belum dibuka, dan baru ada seorang panitia yang hadir. Papa pun menunggu. Jam 9 pagi baru para panitia mulai berdatangan. Pukul 9.45 acara pun belum dimulai. Kemudian Papa mengambil tindakan untuk pergi dari acara tersebut karena harus menghadiri acara lain setelahnya. Beliau tidak mau terlambat untuk menghadiri agenda berikutnya. Kata beliau kepada panitia, “Mohon maaf, saya sudah menghargai undangan Anda dan menepati janji untuk datang. Di undangan, Anda sendiri yang menulis pukul 9 acara dimulai. Tapi hingga pukul 9.45 acara belum juga dimulai, jadi saya harus pergi untuk memenuhi janji saya di tempat lain.” Halus sih…. Tapi dalem…  Just wondering if I were the committee, I might have blamed my self for the inconvenience happened. *Sambil nangis di ujung jendela pas hujan rintik-rintik.  Tapi memang kala itu Papa ada acara di tempat lain dan beliau tidak mau sampai telat.

“De, kalau Papa ngaret, semua agenda Papa hari itu akan berantakan. Makanya Papa harus berusaha tepat waktu.” Begitu beliau menjelaskan saat saya protes, “Kok Papa on time melulu.” *Dasar anak bungsu manja! *Tunjuk diri sendiri :D
Ketika Papa mengadakan rapat pun gak jauh beda. Misalnya beliau mengundang rapat staff-nya untuk hadir pukul 10 pagi, maka rapat pun akan diadakan pukul 10 pagi. Berapa pun yang hadir. Kata beliau, “Kebanyakan dari kita lebih menghargai orang-orang yang suka terlambat. Mengundur suatu agenda demi menunggu mereka yang telat. Bagaimana dengan yang sudah hadir tepat waktu? Tidakkah waktu mereka pun harus dihargai?” Iya sih iya… Tapi…. *Tetep mau protes

“De, tau gak bahwa Allah SWT sendiri lho yang Maha Menghargai waktu. Coba liat di beberapa surat di dalam Al-Quran, Allah SWT mengawali firman-Nya dengan bersumpah menggunakan waktu. ‘Demi waktu..’ ‘Demi duha..’ Hal ini menandakan betapa pentingnya waktu. Maka salah satu cara kita menghargai waktu selain mengisi waktu dengan hal-hal yang bermanfaat, adalah dengan menjadi pribadi yang tepat waktu. Kecuali memang ada alasan yang ‘syar’i’ sebenarnya menjadi on time itu adalah masalah kita membiasakan diri.” Jelas Papah.

Ya…
Sejujurnya saya pribadi kadang masih suka telat. Tapi kalau inget lagi apa yang telah Papa saya contohkan, rasanya malu. Apalah saya dibandingkan dengan kesibukan beliau. Maka kalau telat, muka manusia pertama yang saya ingat adalah muka Papa saya. Maluuuu rasanya kalau ingat betapa beliau menghargai waktu.

Dan kejadian tadi pagi saat saya memberikan ujian midterm kepada mahasiswa saya, ada seorang mahasiswi yang telat selama 42 menit. Alasannya adalah “Saya mencari-cari ruangan, tapi gak ketemu Madam.” Padahal sehari sebelumnya saya sudah ingatkan berkali-kali tentang waktu mulai ujian, berapa durasi waktunya, dan terutama tempatnya. Sudah saya kasih tau kepada mereka. Berkali-kali. Dan saya ingat betul mahasiswi tersebut hadir. Dan saat diingat kembali, pada saat test 1 dimana ujian dilakukan di kelas kami yang biasa, dia pun terlambat sekitar 20 menitBut she managed her time well at that first test.

Kemudian mahasiswi tersebut meminta tambahan waktu karena dia telah kehilangan 40 menit waktunya. Tapi setelah saya pikir-pikir, rasanya kok malah ga adil buat mahasiswa lain yang sudah datang tepat waktu. Saya datang pukul 8.10 tadi pagi. Ketika saya ke kantin untuk sarapan sebelum memulai ujian, sudah ada beberapa mahasiswa yang datang. They came earlier than me

Akhirnya saya bilang, "Sorry sister, but I cannot give you any extra time. Because I already told you yesterday about the time and the venue of our test. I have to be fair for your friends as well. Kemudian dia seperti tidak puas dan sedikit ‘bete’ sama saya. Yes, I know that from her facial expression. Akhirnya dia pun mengumpulkan lembar jawaban ujiannya bersama dengan mahasiswa yang lain.

Sejujurnya, ada sedikit perasaan bersalah dalam diri saya… Saya tau betul pasti tidak nyaman kehilangan 40 menit waktu ujian. If I were her, I might cry like baby. That 40 minutes is a huge and significant thing. Very huge. Tapi di sisi lain, pertimbangan saya adalah sebagai dosen saya harus adil dan memberikan contoh pula kepada mahasiswa yang lain. Bahwa tepat waktu adalah sangat penting, terutama saat ujian. Kalau tidak tau ruangan, maka sudah seharusnya datang lebih awal, untuk memastikan ruangan yang dituju. Entah mungkin dia memiliki alasan ‘syar’I’ lain, tapi alasan yang diberikan hanyalah dia kesusahan mencari ruangan. Tidak untuk yang lain.
Entahlah tindakan saya benar atau tidak. Saya hanya berusaha objektif kepada semua mahasiswa saya. Semoga Allah mengampuni dosa saya bila tindakan saya tersebut salah… Hiks… I really hope the best for all of my students, without any exception. I really do.